Mohon tunggu...
Syarifah S.S Alaydrus
Syarifah S.S Alaydrus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Malang

Menyukai berita menarik dan informatif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik Agama di Masa Lalu Tidak Renggangkan Solidaritas yang Erat Antara Umat Muslim dan Umat Kristen di Ambon

19 Desember 2022   23:50 Diperbarui: 20 Desember 2022   00:06 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik agama yang terjadi di Provinsi Maluku tepatnya di Kota Ambon pada tahun 1999 lalu menghebohkan seluruh wilayah Indonesia karena dari konflik tersebut memakan ribuan korban jiwa. Setelah 23 tahun lamanya sejak konflik tersebut terjadi, masyarakat Ambon berangsur-angsur pulih dari trauma, hidup kembali rukun, dan rasa solidaritas tumbuh diantara kaum muslim dan kaum nasrani. Rasa solidaritas yang tinggi ini menjunjung erat ikatan persaudaraan antar umat beragama sehingga dapat menghindari terjadinya konflik yang sama. 

Melihat kembali konflik agama di Ambon yang terjadi pada 1999 disebabkan oleh kesenjangan sosial yang dirasakan oleh kaum kristiani yang merasa bahwa kaum muslim dan pendatang memiliki perekonomian baik dan kesempatan dalam dunia pemerintahan. Oleh karena itu, kaum kristiani merasa tidak memiliki kesempatan untuk dapat berkarir dalam pemerintahan ditambah provokasi isu sara yang memperkeruh suasana dan menimbulkan konflik pecah dalam skala besar. Dilansir dari Hukamnas.com, Dampak dari konflik Ambon pada januari 1999 ini meraup hingga 5.000 korban jiwa. Hal ini diawali oleh pertikaian antara dua orang yang memiliki perbedaan agama kemudian dengan gelap mata hingga melakukan aksi membunuh. Pada  saat itu pihak keamanan terlambat meredakan konflik sehingga aksi tersebut tidak dapat terkontrol. Selain itu, dampak dari konflik ini membuat situasi keamanan menjadi tidak kondusif yang disebabkan kericuhan dan dari konflik tersebut membuat kerukunan umat beragama pada saat itu menjadi putus dan satu sama lain menganggap musuh.

Sepanjang konflik Ambon dari tahun 1999 hingga februari 2002, akhirnya proses perdamaian konflik yang dilakukan di Sulawesi Selatan tepatnya di Malino mendatangkan 35 perwakilan dari umat muslim dan 34 perwakilan dari umat kristiani untuk menyepakati perjanjian Malino II tanda perdamaian antara kedua belah pihak tersebut. Akhir dari konflik 1999 ini terjadi pemisahan pemukiman antara kaum muslim dan kaum kristen sebagai resolusi konflik yang terjadi pada saat itu. Sayangnya pada tahun September 2011 peristiwa kerusuhan terjadi kembali yang disebabkan oleh kematian seorang ojek yang bernama Darmin Saiman pada saat mengantarkan penumpang, isu ini tersebar melalui sebuah SMS. Dilansir dari portal berita Kompas.com, kenyataanya pihak polisi melakukan hasil otopsi menunjukkan bahwa Darmin meninggal akibat murni kecelakaan lalu lintas dan meninggal setelah dibawa ke rumah sakit. 

Isu yang menyebar di kalangan masyarakat ini dengan sengaja akibatnya provokator bermunculan dan menyebarkan bahwa kematian Darmin dikarenakan dibunuh oleh orang kristen. Penyebaran isu tersebut menyebabkan konflik besar setelah ketegangan di Ambon yang telah lama mereda. Kawasan pada wilayah Ambon menjadi korban kebakaran pada rumah-rumah milik warga kristen dengan jumlah 17 rumah. Luka lama dari konflik Ambon 1999 yang menjadi latar belakang terjadinya konflik 2011 ini sehingga Jusuf Kalla peran media menjadi sangat penting dalam mengantisipasi penyebaran isu provokatif dan informasi yang tidak diverifikasi lebih lanjut, beberapa media digunakan sebagai alat pembangunan perdamaian selama konflik seperti aksi damai Baku Bae yang mengadakan lokakarya untuk wartawan dan menciptakan Maluku Media Center yang terdiri dari wartawan muslim dan kristen sehingga menjadi sarana untuk bertukar informasi bersama rekan-rekan mereka dari agama yang berbeda. 

Seiring berjalannya waktu masyarakat Ambon kini kembali membangun hubungan yang erat dari kedua agama tersebut. Tercerminkan pada berbagai aktivitas yang mengharuskan kedua agama tersebut berdampingan dalam konteks aktivitas keagamaan masing-masing, tetapi kini telah ter tumbuhnya rasa solidaritas antara dua belah pihak tersebut untuk mencapai keharmonisan. Hal ini secara personal saya alami karena saya besar dan tinggal pada daerah tersebut yang mana memiliki kekentalan terhadap perbedaan, membuat saya secara tidak langsung memiliki rasa saling hormat antar umat beragama, sikap saling toleransi akan perbedaan, dan menghargai kepercayaan masing-masing karena tidak ingin konflik-konflik yang dilatarbelakangi agama, suku, dan ras terjadi lagi. Beberapa peristiwa yang terjadi karena toleransi umat beragama dan keharmonisan antar dua agama yang berbeda. 

Dilansir dari Website Kementerian Agama RI, bahwa pada saat pawai takbiran yang diselenggarakan oleh kaum muslim pada saat itu, pihak dari kaum kristiani baik Katolik maupun Protestan ikut turut amankan pawai tersebut. Pada saat itu  Ketua Badan Pekerja Harian Sinode (BPH) Gereja Protestan Maluku (GPM) yaitu Pendeta DR. John Ruhulessin, mengimbau umat kristiani untuk mendukung pelaksanaan malam takbiran sebagai wujud dari persaudaraan sesama masyarakat Maluku. 

Kemudian peristiwa yang sama terjadi, Dilansir dari portal berita SindoNews, memuat berita yang bersumber dari sebuah video viral yang menampilkan dua buah kondisi dimana kaum kristiani pada saat itu sedang melakukan perayaan natal dan kaum muslim sendiri sedang melakukan hadrohan di depan sebuah gereja tetapi kondisi tersebut tergambarkan kondusif dan saling menghargai aktivitas keagamaan masing-masing. 

Dilansir dari portal berita Viva.co.id, pada saat Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Nasional ke XI yang berlangsung di Ambon. Pada pembukaan acara Pesparawi diisi oleh marching band siswa-siswi dari sekolah Madrasah Aliyah Negeri yang turut berpartisipasi dalam kesuksesan acara umat kristiani ini. Selain itu, beberapa dari kontingen Pesparawi yang mencerminkan keharmonisan adalah terlihat menggunakan jilbab. Wakil Gubernur Maluku pada saat itu adalah Zeth Sahubura mengatakan bahwa, beberapa peserta diinapkan di sejumlah hotel dan rusunawa tetapi sebagian dari mereka berada pada rumah warga muslim di Ambon. 

Dengan demikian, konflik besar yang pernah terjadi di masa lalu yang telah meraup banyak korban jiwa dan menimbulkan luka dalam bagi orang-orang yang mengalami langsung peristiwa tersebut. Tidak menjadi penghalang untuk dapat membangun kembali keharmonisan di antara dua belah pihak sehingga dapat hidup berdampingan secara rukun. 

dibuat oleh : Syarifah Salma Salsabila Alaydrus, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun