Mohon tunggu...
syarifah mawaddah
syarifah mawaddah Mohon Tunggu... Dosen - Tenaga kependidikan sekaligus dosen

Strong mom yang memiliki hobi menulis dan berjiwa enterpreneur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Keluarga Samara: Taat Tanpa Tapi, Taat Tanpa Nanti

19 Mei 2024   14:54 Diperbarui: 19 Mei 2024   18:52 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Dikisahkan saat itu memasuki usia pernikahan yang kedua tahun. Saat menikah dengan pak Ali, mbo Wardah masih menempuh tugas akhir jenjang pendidikan strata 1. Pernikahan sebab dijodohkan itu mau tak mau membuat mbok Wardah manut saja membangun rumah tangga sambil menyelesaikan pendidikan. Sejak menikahi mbok Wardah, itulah kali pertamanya pak Ali menginjakkan kaki ke tanah kelahiran istrinya. Maklum, pernikahan pak Ali dan mbok Wardah adalah pernikahan lintas budaya yang mana mbok Wardah dan Pak Ali belum pernah mengenal satu sama lain sebelum bersanding di pelaminan. Dengan memiliki cara pandang yang sejalan mengenai pernikahan, pak Ali dan mbo Wardah sama – sama bertekad belajar mengarungi bahtera rumah tangga bersama hingga maut memisahkan. Namun, dunia nyata tak seindah di dalam cerita dongeng. Jangan ditanya bagaimana jatuh bangunnya pak Ali dan mbo Wardah mempertahankan kebahagiaan keluarga baru mereka.

Demi menjalankan tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga, apa saja pak Ali lakoni selama di jalan yang diridhai Tuhannya. Siang malam pak Ali mencari nafkah dengan cara berdagang. Mulai dari berkeliling ke warung - warung hingga berjualan ke pasar – pasar malamyang ramai pengunjung. Mbo wardah yang prihatin berniat membantu meringankan beban suaminya dengan cara melamar pekerjaan. Berbekal ijazah yang baru saja ia peroleh di usia anak mereka yang berusia delapan bulan. Bak pucuk dicinta ulampun tiba. Itulah pepatah yang pantas diucapkan oleh mbo Wardah. Saat ia sedang mencari informasi pekerjaan melalui beberapa rekan, didapatilah sebuah perusahaan ekspedisi ternama yang sedang mencari pekerja dengan posisi bergengsi dan upah yang menjanjikan. Tekad mbo Wardah sudah kuat. Dirinya akan mendatangi perusahaan tersebut dan memasukkan dokumen – dokumen yang dibutuhkan. Bertolak belakang dengan mbo Wardah, pak Ali masih berat hati jika istrinya harus bekerja membantunya mencari nafkah. Pak Ali yang memang suami bertanggung jawab, merasa jatuh harga dirinya jika sampai hal yang sudah menjadi kewajibannya harus dibantu oleh istrinya. Dengan tenang pak Ali mendekati istrinya untuk memberikan pengertian.

“ Umi jadi mau pergi melamar pekerjaan?’ Tanya pak Ali hati – hati.

“ Jadi bah. Ini umi lagi siapkan dokumen, trus nanti mau bikin surat lamaran.” Diletakkannya hati – hati bayi mereka yang selesai minum susu dari gendongan.

“Maaf ya umi, tapi abah merasa berat jika umi harus bekerja. Biar abah saja yang mencari nafkah. Umi fokus saja sama Hanna.” Sambung pak Ali.

Mbo Wardah terdiam, ada rasa jengkel di hatinya karena merasa keinginannya tak didukung oleh sang suami. Namun bagaimanapun, ia tak ingin berdebat dan takut meninggikan suara terhadap suaminya. Ia hanya berlalu sambil membawa kertas yang akan ditulis. Diabaikannya perkataan suaminya lalu ia mulai menulis surat lamaran pekerjaan. Pak Ali hanya menghela nafas atas kelakuan istrinya. Ingin protes tapi rasa sayang yang besar membuatnya tak tega jika istrinya kecewa. Pak Ali memilih melanjutkan membereskan barang dagangan yang akan dibawa untuk dijual nanti malam.

“ Selesai.” Mbo Wardah bergumam dengan semangat empat lima didadanya. Bayangan akan diterima bekerja dengan posisi bergengsi sudah terlintas dibenaknya. Ia tersenyum bangga pada dirinya. Dilupakannya tanggungjawab sebagai istri dan ibu dari seorang balita yang masih butuh penjagaan penuh. Selesai mempersiapkan dokumen yang diperlukan, ia berlalu ke kamar dan bersiap – siap hendak pergi menyerahkan dokumen kepada sang rekan. Untuk tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Saat hendak melangkahkan kakinya menuju pintu keluar, mbo Wardah diserang rasa pusing yang teramat sangat. Rumah dirasa seperti berputar dan pandangan memudar. Tubuh mbo Wardah ambruk di hadapan sang suami tak lama pandangan matanya pun meredup. Pak Ali yang panik langsung memesan taksi dan membawa istrinya ke rumah sakit dengan menitipkan Hanna kepada tetangga. Beruntung ia memiliki tetangga yang memperlakukan mereka layaknya keluarga. Mbo Wardah didiagnosa terkena vertigo akut karena kurang istirahat. Di sela – sela menunggu antrean obat, pak Ali dengan tenang kembali menasehati istrinya.

“ Nah, abah bilang juga apa. Beruntung umi masih belum diterima bekerja. Coba kalau sudah diterima bekerja, mungkin lebih parah dari ini efeknya.”

“iya. Umi khilaf karena tidak taat terhadap perkataan suami. Mungkin ini karena Allah ga ridho sama jalan yang umi ambil disebabkan tidak adanya keridhoan dari suami.’ Jawab mbo Wardah pasrah. Ia pun sebenarnya menyadari kekeliruannya.

“ Alhamdulillah kalau umi sadar. Umi ingat tidak ada hadist yang berbunyi;

 Rasulullah SAW bersabda:

قَالَ مُعَاذٌ : قَدِمْتُ الشَّامَ فَرَأَيْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَعُلَمَائِهِمْ، فَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُسْجَدَ لَكَ، فَقَالَ: "لَا لَوْ كُنْتُ آمِرًا بَشَرًا أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا" 41-98.

Dari Mu'adz bin Jabal, ia berkata, Aku pernah pergi ke Syam. Lalu aku lihat mereka sujud kepada para pendeta dan ulama mereka. Maka engkau wahai Rasulullah SAW lebih pantas kami sujud kepadamu. Beliau berkata, Sekiranya aku memerintahkan seseorang sujud kepada seseorang, niscaya aku perintahkan wanita sujud kepada suaminya karena besarnya hak suami atas dirinya. Shahih: Al Albani (Shahih Al Jami’: 5294).” 

Mbo Wardah yang mendengarkan merasa terharu karena dikaruniakan suami yang bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pembimbing disaat ia salah memilih arah. Saat itu mbo Wardah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia akan senantiasa menjadi istri yang taat kepada suaminya demi mendapatkan keridhoan Tuhannya. ia mungkin belum berhasil dibidang pekerjaan tetapi ia tak ingin gagal menjadi istri sekaligus ibu untuk anak - anaknya.

 Hari itu mbo Wardah pun gagal menyerahkan dokumen lamaran pekerjaan dan merelakan jabatan yang harusnya dia peroleh menjadi milik orang lain. Beberapa bulan setelah kejadian itu, mbo Wardah tetap dirumah berbakti pada suami dan merawat anak, perekonomian keluarga kecil mereka terus mengalami peningkatan tanpa harus mbo Wardah ikut bekerja mencari nafkah.



Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun