Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Negeri Penuh Kebencian

14 Mei 2020   02:42 Diperbarui: 14 Mei 2020   02:45 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada sebuah negeri yang sedang sakit. Bukan soal ekonomi yang hancur lebur. Karena dengan hancurnya ekonomi negeri itu, justru mampu mendidik rakyatnya lebih mandiri dan menghindarkan mereka dari syirik. 

Rakyat benar-benar mampu melepaskan diri dari pengaruh penguasa negeri itu, dan hidup bergantung pada Tuhan melalui keringat dan desahan nafasnya sendiri. Dan ini jelas, sekaligus menjauhkan rakyatnya dari kejahatan syirik dengan menggantungkan hidup mereka kepada para penguasa negeri, melainkan hanya kepada Tuhan semata. Berangkat pagi layaknya burung yang cukup berbekal paruh dan cakar, penuh harap semoga Tuhan karuniakan sedikit saja anugerah rizki-Nya. Sangat religius.

Ada sebuah negeri yang sedang sakit. Buka soal karena hukumnya mandul. Karena dengan kemandulan hukum, tumpulnya undang-undang dan semua jenis norma peraturan, malah justru membantu membangun lebih kuat karakter kebaikan rakyatnya. Rakyat semakin mampu bersikap ikhlas dan legowo. Tidak banyak menuntut dan menerima apapun yang bisa mereka dapatkan. 

Mereka diajari langsung dari praktek hukum, bahwa hukum hanyalah milik otoritas. Mereka tinggal patuh, dan jika hak-nya dilanggar, relakan saja. Toh, tidak akan merubah apapun. Hukum tetap miliknya otoritas. Dan akan selalu begitu. Jadi jangan buang-buang tenaga menuntut ini-itu, mubadzir, dan itu jelas tidak dianjurkan agama.

Ada sebuah negeri yang sedang sakit. Bukan soal karena sistem pendidikannya yang ga jelas. Hidup anak-anak kecil lebih banyak dihabiskan di bangku sekolah. Bahkan ada fenomena di negeri itu pendidikan hanya sebagai syarat menaikkan gaji. Bukan untuk memperbaiki kuailitas diri dan kesadaran melayani. 

Jadilah pendidkan hanyalah jual beli, transaksi bukti kelulusan dan lain sebagainya. Karena sejak semula, yang penting dan guna hanyalah lembaran bukti tertulis. Masalah kualitas, nantilah bisa disesuaikan. Tapi semua itu, bukan masalah benar bagi rakyat negeri tersebut. Alam dan kesulitan hidup telah mengajarkan banyak bahkan berlebih kepada mereka.  

Ada sebuah negeri yang sedang sakit. Persoalannya sekali lagi bukan karena masalah ekonomi, hukum atau pendidikannya. Namun, negeri itu sakit karena kuatnya aura kebencian dalam hati para penghuninya. Di mana-mana bertebaran dan berserak kebencian. 

Di koran, di Televisi, di Media Sosial, di dalam obrolan dengan tetangga, semuanya berisi kebencian. Kebencian akan keadaan, kebencian akan keterbatasan, kebencian atas ketidakberdayaan, kebencian atas segala hal di hadapan mereka. 

Bahkan, mereka sampai pada kebencian benci pada diri sendiri karena kenapa harus ada dalam segala kondisi yang sedemikian. "Oh kebencian, engkau adalah pekat dalam terang jiwa."

Benci adalah tabir gelap menuju kejernihan. Kebencian merupakan penghalang bagi siapa saja untuk menemukan hikmah kebenaran. Kebencian akan menuntun manusia pada lembah gelap ego yang dalam, sepi dari kegembiraan. Hidup akan terasa begitu sesak. Pikiran menjadi sempit. Nalar menjadi macet. Hidup dalam kebencian sama saja hidup dalam penderitaan yang menyiksa, karena keindahan hidup hanya akan tampak seperti orkestra yang mengejek.

Rakyat negeri yang sakit itu sebenarnya tahu betul bahwa rasa benci yang mongkrok di hati itu adalah sakit yang akut. Terlalu sakit untuk terus dipelihara. Namun mereka tampak sangat menikmati rasa benci ini. Tidak jarang kebencian ini dijadikan guyonan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun