Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tradisi Baru Belajar 'Nyastra' Hingga Parade Sastra Akhir Tahun

20 Desember 2016   11:15 Diperbarui: 20 Desember 2016   11:30 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda tahu, apa yang langka dalam hidup kita hari ini ?

Bisa jadi salah satunya, kebersamaan untuk menikmati apa yang ada, apa yang kita punya. Sambil membanggun peradaban, menegakkan tradisi dan budaya melalui sastra.

Berangkat dari realitas ini, sivitas akademika Program Studi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Jakarta menggelar acara RUNG SASTRA; Parade Sastra Akhir Tahun 2016 pada Senin, 19 Desember 2016 dari pukul 09.30-21.00 WIB di Teater Terbuka Kampus UNJ Rawamangun.

RIUNG SASTRA UNJ jadi tempatnya ngeriung tempatnya berkumpul sambil menikmati bekal sastra yang kita punya. Berkumpulnya para sastrawan, penyair, cerpenis, musisi, artis, akademisi, mahasiswa, pelajar dan masyarakat untuk menikmati “kebersamaan sastra” sebagai media untuk mempersatukan kita dalam keberagaman, kebhinekaan. Karena sastra adalah tempat tumbuhnya sikap saling pengertian, sikap menghagai satu sama lainnya, kepekaan dan pikiran kritis, serta bernaungnya  kepekaan rasa yang baik. Riung Sastra, menjadi moral peradaban dan budaya kita bersama.

Ngeriung itu berkumpul. Maka sejumlah sastrawan dan penggiat sastra ikut hadir meramaikan RIUNG SASTRA UNJ, dengan membawa pesan moral dalam tiap pementasannya. Mereka yang ikut hadir dan tampil dalam acara ini, antara lain:  Taufiq Ismail (sastrawan), Agus R. Sarjono (Sastrawan), Sosiawan Leak (Sastrawan, PMK), Helvy Tiana Rosa (Sastrawan), Edi Sutarto (Sastrawan),  Silvarani (Penulis novel AADC, LDR, 3 Srikandi,Love in Paris, dll.), Umaru Takaeda (Musisi), Ivan "Idol" (Penyanyi) dan Sabrina Piscalia (Artis/Pemain Sinetron).

Dari kalangan sivitas akademika UNJ, ikut tampil Prof. Dr. Aceng Rachmat (Dekan FBS UNJ), Prof. Dr. Sofyan Hanif (Wakil Rektor 3), Dr. Fathiaty Murtadho, Dr. Miftahul Khaira, Sam Mukhtar Chaniago, Asep Supriyana, Erfi Firmansyah, Syarif Yunus (IKA BINDO UNJ), dan mahasiswa seluruh angkatan Program Studi Sastra Indonesia FBS UNJ.

RIUNG SASTRA UNJ semakin bergelora, menderu haru hingga ke atas awan langit nan biru dengan penampilan; Laskar Puisi Menolak Korupsi (PMK) bertajuk “Satu Kata Tolak Korusi”, Komunitas Perempuan Puisi, Kelompok Musik Renjana, Stomata, UKM Castra Mardika, TED, Sasina UI, Bengkel Sastra UNJ, Teater Zat, Teater DST, Lifosa. Cinema JBSI, dan Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Makin menggelora, karena RIUNG SASTRA UNJ juga menyediakan photobooth, Pohon Puisi, dan Seni Instalasi atas nama sastra.

RIUNG SASTRA UNJ, sungguh menjadi “taman indah” tempat bersemayamnya para penggiat dan pemerhati sastra di Indonesia. RIUNG SASTRA UNJ, sebuah tradisi baru “belajar nyastra” hingga parade sastra akhir tahun yang luar biasa, dari pagi hingga larut malam. RIUNG SASTRA UNJ, sebuah tradisi sastra yang harus ada setiap tahun.

Mengapa RIUNG SASTRA?

Karena RIUNG SASTRA UNJ laksana air di tengah gurun pasir yang tandus, laksana pepohonan rindang di tengah stepa yang diam membisu. Di sini, ada bacaan sastra, ada puisi, ada deklamasi, ada diskusi, ada seni yang bermuara pada keindahan bahasa, keindahan sastra. Sangat menarik, sangat menggugah!

Seperti kata Taufik Ismail sebelum membacakan puisinya di RIUNG SASTRA UNJ, “Berpuisi atau bersastra sekarang yang paling penting adalah INDAH. Agar semua bisa menikmati” ujarnya.

Keindahan sastra setidaknya bisa membangun peradaban, membangun budaya yang luhur dan santun. Ketika dunia pendidikan dinilai hanya memburu dan mementingkan akademik semata, lalu mengabaikan d8imensi  moral dan keluhuran budi di situlah sastra harus hadir. Ketika logika dan kecerdasan akal manusia cenderung indoktrinatif bahkan provokatif maka perlu ada terobosan visioner untuk mengajak dan menginternalisasikan kembali karakter keindahan dalam diri setiap manusia. Sastra, sangat mungkin menjadi salah satu jalannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun