Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Biarkan Surti Bicara tentang Puasa, Warung Makanan, Cagub DKI, Euro Cup dan Copa America

13 Juni 2016   22:38 Diperbarui: 13 Juni 2016   22:53 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di malam puasa ini, Surti baru saja usai Sholat Tarawih. Di Masjid dekat rumah, 23 rakaat. Khusyuk dan sangat bergairah. Maklum, malam-malam Ramadhan memang gak boleh dilewatkan bagi Surti. Karena ia hanya salah satu perempuan metropolis yang tak ingin tergerus zaman.

Surti hanya perempuan rumahan. Hanya tahu mengurus anak-anaknya. Sekalipun hidup di tengah kota, Ia tidak tertarik pada ingar-bingar kota Jakarta. Gak suka baca berita, gak suka politik, gak suka dunia olah raga. Surti lebih memilih apatis. Tidak peduli atas apa yang terjadi di luar sana. Sungguh, sikap Surti dapat dipahami.

Hingga sepulang Tarawih, Surti terlibat obrolan. Tono, suaminya yang memulai. Entah karena ingin menggoda atau sekedar tahu pikiran istrinya. Sajadah pun baru saja diletakkan di rumahnya. Surti dan suaminya, duduk santai. Rileks sambil bercengkrama layaknya pasangan suami istri lainnya.

“Kamu gak nonton TV, Bu?” tanya Tono sederhana memulai obrolan.

“Gak Mas, aku gak suka nonton TV. Gak suka baca koran. Bagiku, semua media isinya tak lain hanya kebohongan belaka” jawab Surti dengan mantap.

“Lha kan nonton TV buat pengetahuan Bu. Biar kita tahu apa yang terjadi di luar sana. Jadi punya informasi. Kemarin, baru ada berita rame soal warung makanan yang buka di siang hari saat bulan puasa. Ada juga calon gubernur DKI yang lagi “jual diri” ke masyarakat. Bahkan kalo aku, suka nonton sepak bola. Sekarang ini lagi ada Piala Eropa Euro dan Copa America Centenario” papar Tono bersemangat tentang tontonan TV yang lagi rame.

“Silakan saja Mas kalo mau nonton TV. Kalo aku gak tertarik. Nonton TV gak penting. Apalagi di bulan puasa kayak sekarang. Lebih baik banyakin ibadah. Tarawih, tadarus, dan sedekah. Mumpung lagi bulan puasa, pahalanya dilipatgandakan” tutur Surti lagi.

Tono menggeleng-gelengkan kepala pelan. Seolah ia tak setuju dengan pendapat istrinya. Bukankah nonton TVpenting agar tahu banyak informasi, pikirnya.

“Lho Bu, kan nonton TV bisa bikin kita dapat informasi yang banyak?” tanya Tono lagi.

“Iya Mas. Terus kalo sudah punya informasi banyak mau diapain. Emang informasi bisa dibuat buka puasa? Atau informasi emang bisa bawa kita ke Surga. Dunia itu cuma kendaraan kita untuk menuju Akhirat, Mas. Di akhirat kita gak butuh informasi” sanggah Surti penuh semangat.

“Berarti kamu gak peduli dong sama berita warung makanan yang dirazia saat bulan puasa kemarin?” tanya Tono memancing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun