Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan Dana Pensiun

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Ketua Dewas DPLK SAM - Humas ADPI - Asesor LSP Dana Pensiun Lisensi BNSP - Edukator Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 54 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Berapa Tingkat Penghasilan Pensiun Aktual yang Diterima Pensiunan di Indonesia?

28 April 2025   10:24 Diperbarui: 28 April 2025   10:24 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pensiunan di Indonesia (Sumber: Pribadi)

Kajian dan informasi tentang tingkat penghasilan pensiun (TPP) atau replacement rate pensiunan di Indonesia tergolong langka. Hampir tidak ada acuan yang baku tentang seberapa besar penghasilan di masa pensiun yang pas untuk orang Indonesia? Tidak ada pula "angka nyata" rata-rata secara agregat yang diterima oleh pensiunan di Indonesia saat ini. Belum lagi bila dikaitkan dengan alasan subjektif yang menyatakan kebutuhan biaya dan rumah tangga setiap orang berbeda-beda, standar hidup berbeda, dan tingkat konsumsi bulanan pun berbeda. Oleh karena itu, patokan tingkat penghasilan pensiun hanya dapat diprediksi berdasarkan data-data yang ada.

Bila kita sebagai pekerja formal, dengan asumsi hanya memiliki program pensiun wajib (seperti: Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan) dan memiliki gaji terakhir sebelum pensiun Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per bulan, maka diprediksi tingkat penghasilan pensiun (TPP) yang diperoleh hanya 10% dari gaji terakhir atau sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan tanpa diketahui akan berlangsung berapa lama terjadi setelah pensiun. Angka TPP ini hanya membandingkan gaji terakhir sebelum pensiun dengan tingkat penghasilan yang diperoleh dari program pensiun wajib sebagai manfaat pensiun setelah si pekerja pensiun. Hal ini berarti, seorang pekerja dengan gaji terakhir Rp. 10.000.000,- (sebelum pensiun) hanya akan ter-cover biaya hidupnya di masa pensiun sebesar Rp. 1.000.000,- (setelah pensiun) atau terjadi penurunan penghasilan sebesar 90% dari gaji terakhir.

 

Sementara itu, setelah memawancarai 20 pensiunan di Jakarta, untuk mengetahui berapa besaran kebutuhan biaya hidup di masa pensiun (dengan perkiraan gaji terakhir Rp. 10.000.000,- per bulan), maka diperoleh infomrasi pengeluaran bulana pensiunnan yang terdiri dari: makan, belanja bulanan, biaya air + listrik, internet, gaya hidup, asuransi kesehatanm dqan lain-lain diperoleh jumlah kebutuhan bulanan pensiunann sebesar Rp. 5.600.000,- (lima juta enam ratus ribu rupiah) per bulan). Maka bila dikalkulasi secara aktual, tingkat penghasilan pensiun (TPP) pensiunan di Indonesia terjadi kesenjangan atau kekurangan sebesar Rp. 4.600.000,- (empat juta enam ratus ribu rupiah) atau kurang 46% dari gaji terakhir (lihat). Dengan demikian, dapat dikatakan tingkat penghasilan pensiun (TPP) pekerja formal di Indonesia saat ini mengalami kekurangan 46% dari gaji terakhir. Kondisi ini tentu menjadi sebab pensiunan gagal mempertahankan standar hidup di hari tua, di samping mengalami masalah keuangan di masa pensiun.

Informasi tentang tingkat penghasilan pensiun (TPP) harus dipahami sebagai data untuk memproyeksikan keadaan pensiunan di Indonesia dari segi ketersediaan finansialnya. Melalui TPP, harapannya dapat membangun kesadaran akan pentingnya mempersiapkan masa pensiun atau hari tua, di samping perlunya pengelola dana pensiun seperti DPLK menyusun langkah strategis untuk meningkatkan TPP pekerja atau orang Indonesia. Dalihnya sederhana, bila ingin kepesertaan dana pensiun meningkat dan aset kelolaan bertumbuh signifikan maka harus dilakukan perubahan pola edukasi, pemasaran, dan ketersediaan akses digital dana pensiun kepada masyarakat. Karena hampir tidak mungkin, peserta dan aset kelolaan dana pensiun di Indonesia tumbuh signifikan tanpa adanya perubahan pola edukasi, pemasaran, dan ketersediaan akses digital dana pensiun.

Nah mari kita bertanya, berapa kebutuhan biaya hidup kita di saat pensiun nanti? Salam literasi #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #DPLKSAM

Pensiunan di Indonesia (Sumber: Pribadi)
Pensiunan di Indonesia (Sumber: Pribadi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun