Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Mana Kampung Picik Seperti Ini?

7 Februari 2024   18:45 Diperbarui: 7 Februari 2024   18:47 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Akibat banjir bandang di musim hujan, jembatan di kampung A hancur. Kepala kampung pun bermusyawarah dengan warga. Karena tanpa jembatan, warga tidak bisa menjalankan aktivitas mereka. Setelah dihitung, biaya perbaikan jembatan dibagi rata dengan jumlah warga di kampung itu. Akhirnya diputuskan secara mufakat, setiap kepala keluarga wajib menyumbang seratus ribu rupiah untuk membangun kembali jembatan yang hancur.

Malam harinya, sang kepala kampung berkeliling membagikan sebuah amplop kosong kepada masing-masing warga. Agar esok pagi, amplop-amplop tersebut dikembalikan ke kepala kampung dan sudah berisi uang seratus ribu rupiah di dalamnya.

Tanpa disangka, seorang warga berpikir picik, "Kalau aku tidak mengisi uang ke dalam amplop ini, toh tidak ada yang tahu. Sebab semua amplop tidak diberi nama. Lagi pula satu amplop kosong tidak akan mempengaruhi perolehan uang yang didapat. Jembatan akan tetap dibangun dari sumbangan warga yang lain." pikir si warga.

Dan esok harinya, seluruh warga berduyun-duyun mengumpulkan amplop tersebut. Sang kepala kampung mulai membuka amplop satu persatu. Betapa mengejutkan apa yang ia saksikan, karena seluruh amplop dalam keadaan kosong Rupanya semua warga memiliki pikiran yang sama dengan apa yang dipikirkan si warga picik. Dari situlah kisah jembatan yang tidak pernah dibangun kembali.
Di mana kampung picik itu berada? Maaf, kampung banyak di dekat kita. Karena berada di dalam diri kita masing-masing. Kita selalu merasa ada hal penting yang harus diperbaiki. Agar bisa mengubah hidup lebih bermanfaat untuk orang lain. Mau berbuat baik untuk tujuan yang baik. Begitu rencananya.

Tapi nyatanya, ketika harinya tiba. Kita sering berpikir picik. Justru tidak lakukan apapun. Seolah satu hari kosong tidak akan berpengaruh. Masih banyak hari yang lain. Begitulah yang terjadi kemarin, hari ini, besok, dan seterusnya. Berpikir begini-begitu tapi tidak ada yang dilalukan. Seluruh hari dalam keadaan kosong! Kita sering punya pikiran yang sama dengan kemarin. Rencana tinggal rencana. Maka di situlah, akhir dari kisah runtuhnya cita-cita yang tidak pernah dibangun kembali.

Maka saatnya ubah niat baik jadi aksi nyata. Kerjakan yang baik dan tebarkan manfaat di manapun. Seperti berkiprah di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat.

Jadi, bila kita sanggup menang terhadap diri sendiri maka tidak akan pernah membiarkan satu amplop pun dalam keadaan kosong. Selalu ada yang bisa diperbuat. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun