Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Beda Orang Kecil dan Orang Besar, Kamu yang Mana?

11 Januari 2022   08:12 Diperbarui: 11 Januari 2022   08:17 1766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Kecil atau besar di zaman begini ternyata bukan hanya ukuran. Tapi menyangkut status sosial. Begitu kata netizen di media sosial. Kecil diartikan status rendahan atau orang kampung. Sementara orang besar dianggap orang berada atau orang kota. Jadi kata netizen, orang kecil atau orang besar diukur dari materi alias ekonomi. Hingga identic dengan status sosial.

Dulu, orang kecil atau orang besar itu dilihat dari postur fisik. Orang kecil yaitu orang yang pendek, kuntet, dan tidak tinggi. Fisik kecil juga identik dengan orang yang kurus alias kerempeng. Sedangkan orang besar ukurannya berbadan gemuk atau gendut. Badannya tinggi atau atletis. 

Maka dibilang, orang kecil tidak enak dilihat. Tapi orang besar enak dipandang mata. Ujungnya, muncul sebutan "orang kecil dianggap susah, orang besar dianggap bahagia". Begitulah orang-orang zaman begini menilai orang lain.

Kok bisa, mengukur orang kecil dan orang besar hanya dari status sosial?

Orang kecil dianggap miskin, orang besar dianggap kaya. Orang kecil identik dengan hidup susah, tidak punya pangkat, dan pendidikannya biasa-biasa ssaja. Sementara orang besar katanya hidup baagia, punya pangkat dan jabatan, dan pendidikannya tinggi bila peril jebolan luar negeri. Muncul lagi istilah, orang kecil tidak penting. Orang besar berarti orang penting. Apa iya begitu?

"Wah, dia mah orang besar, orang terhormat" begitu kawan saya. Itu berarti, si orang besar itu dianggap penting, kaya, berpangkat, dan status sosialnya tinggi. Orang besar diukur dari uang atau harta. Sementara orang kecil kebalikannya, dianggap tidak penting dan tidak punya uang. Makanya, orang kecil jarang diminta nasihat apalagi saran. Intinya, orang kecil sering dipinggirkan di negeri ini. Orang kecil mah tidak dianggap.

 Banyak orang lupa. Menyebut orang kecil atau orang besar dari status sosial atau fisik itu salah. Kata siapa orang kecil itu tidak bahagia? Kata siapa pula orang besar itu selalu bahagia? 

Bahagia itu sifatnya relatif. Tidak ada hubungannya dengan status sosiall apalagi fisik. Apalagi karena sering update gaya hidup dan hedonism di media sosial.

Di medsos, ada ungkapan "jangan lupa bahagia". Itu sejatinya hanya ungkapan kamuflase. Akibat banyak orang gagal mencapai mimpi-mimpinya. Lupa bahwa bahagia itu bersifat batiniah, sebuah kenyamanan secara psikologis.

 Orang kecil atau orang besar. Sejatinya, dilihat dari amal perbuatan dan manfaatnya untuk orang lain. Untuk apa punya ilmu tinggi tidak diamalkan? Untuk apa pula kaya tapi tidak membantu orang miskin dan jarang sedekah? Jadi, orang kecil atau orang besar itu harusnya diukur dari "cara berpikir". Orang kecil atau besar itu dilihat dari tingkat literasi-nya. Mampu tidaknya memahami realitas dan mengambil hikmah positif dari apa yang terjadi. 

Orang besar itu berani menerima realitas. Berani berpikir besar, membahas ide-ide besar. Bukan sebaliknya, malah melihat apapun dari pikiran sempit. Mengeluh, menyalahkan orang lain, membenci bahkan mencaci-maki orang lain. Seolah-olah jadi "korban" dari orang lain dan lupa bersyukur. Lihat saja, mereka yang dikasih rezeki cukup dan peluangnya seperti "ikan besar". Tapi setiap hari teriak-teriak susah dan mengeluh. Karena pikirannya terlalu sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun