Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pengurus Asosiasi DPLK Petakan Tantangan Industri Dana Pensiun

28 Mei 2019   23:59 Diperbarui: 29 Mei 2019   09:23 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengurus Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) kembali berkoordinasi untuk memetakan tantangan dan peluang industri DPLK di Indonesia. Di antara tantangan besarnya adalah mendorong revisi UU 11/1992 yang sudah tidak relevan lagi dan perlunya upaya lebih keras dalam mengajak pemberi kerja untuk mendanakan program pensiun melalui DPLK sebagai antisipasi terhadap pemenuhan UU 13/2013 tentang Ketenagakerjaan. 

Hal ini dinyatakan dalam Rapat Koordinasi Pengurus Asosiasi DPLK dan Buka Puasa Bersama pada Selasa, 28 mei 2019 di Sekretariat Asosiasi DPLK Wisma Bumiputera Jakarta. Dihadiri oleh Abdul Rachman (Ketua Umum ADPLK) dan Steven Tanner (Pengawas ADPLK) dan para pengurus ADPLK, rapat koordinasi ini menyimpulkan bahwa industri DPLK memiliki tantangan sekaligus peluang yang sangat besar. Karena itu dibutuhkan kerjasama dan kerja keras untuk terus membangun kesadaran akan pentingnya pendanaan program pensiun melalui DPLK.

Beberapa tantangan yang dapat dipetakan untuk memajukan industri DPLK, antara lain: 

1) perlunya melakukan edukasi dan sosialisasi ke pemberi kerja/perusahaan untuk mendanakan program pensiun karyawan, yang cepat atau lambat, pasti diperlukan. Apalagi program wajib seperti JHT pada dasarnya tidak akan mencukupi karena bersifat dasar, 

2) perlunya pembenahan sistem teknologi penyelenggara DPLK agar lebih adaptif dan fleksibel dengan kebutuhan program pensiun DPLK di era revolusi industri 4.0.

3) perlunya mengembangkan DPLK untuk segmen individu atau retail melalui mobile applications, dan 

4) kesiapan penyelenggara DPLK dalam menampung potensi dana pensiun yang besar bila kesadaran pemberi kerja dan individu akan pentingnya dana pensiun, khususnya menyangkut tata kelola investasi.

Melalui tantangan yang ada di industri DPLK, hampir dapat dipastikan bahwa peluang yang ada berupa potensi dana pensiun yang dapat dikumpulkan sangat besar, bisa mencapai ratusan triliun. Pertanyaannya, apakah industri DPLK sudah siap untuk diberi amanah sebesar ini?

Maka berangkat dari pemetaan tantangan dan peluang industri DPLK inilah diperlukan konsolidasi menyeluruh dari para penyelenggara DPLK dan regulator untuk terus menyuarakan pembenahan dan perbaikan edukasi dan tata kelola DPLK secara lebih optimal.

"Memang hari ini, industri DPLK dihadapkan pada tantangan yang besar untuk dipecahkan. Namun di saat yang sama, masih ada peluang yang tidak mudah untuk menggalang dana pensiun dalam jumlah yang besar pula. Maka kita perlu penguatan dan konsolidasi di antara penyelenggara DPLK" ujar Abdul Rachman sore tadi.

"Industri DPLK pada dasarnya perlu menetapkan skala prioritas dari pelaku DPLK sendiri. Agar pemberi kerja dan masyarakat mempunyai goodwill untuk mendanakan masa pensiun melalui DPLK. Potensinya besar namun perlu ada terobosan yang signifikan" tambah Steven Tanner.

Patut diketahui,  hingga Desember 2018 lalu , industri DPLK mengelola asset sebesar Rp 82 trilyun atau meningkat sebesar 9% dari tahun sebelumnya. Adapun jumlah pekerja yang sudah menjadi peserta DPLK baru sekitar 3,1 juta pekerja, masih sangat kecil dibandingkan jumlah pekerja formal yang mencapai 50 juta dan pekerja informal 70 juta. Saat ini kepesertaan DPLK pun masih didominasi segmen korporasi, sementar segmen individu hanya 5%.

Di sisi lain, untuk memacu perkembangan industri DPLK juga dibutuhkan insentif perpajakan dari pemerintah. Karena prinsipnya, pendanaan melalui DPLK berdasar pada spirit "menunda kenikmatan hari ini untuk masa pensiun". Maka sangat pantas, peserta DPLK mendapatkan insentif perpajakan saat manfaat pensiun dibayarkan. 

Selain itu, upaya untuk merevisi UU No 11/1992 tentang Dana Pensiun pun kian mendesak. Agar industri Dana Pensiun bisa lebih kompetitif, fleksibel, dan menarik bagi pesertanya.

Maka dapat disimpulkan, industri DPLK hari ini harus mampu mengubah tantangan yang ada menjadi peluang yang nyata. Industri DPLK harus lebih solid dan mau mendekati pemberi kerja dan masyarakat sesuai dinamika zaman now. 

Bila dana pensiun punya tujuan mulia dan menyangkut hajat hidup orang banyak, maka sangat pantas seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan dana pensiun "turun tangan" untuk terus membenahi iklim bisnis DPLK di Indonesia. Karena tujuannya hanya satu, menyiapkan kesejahteraan pekerja di masa pensiun.... #YukSiapkanPensiun #PDPLK #SadarPensiun

dokpri
dokpri
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun