Agar Hidup Sejahtera, Berapa Uang Pensiun yang Anda Perlukan?
Ada banyak yang bertanya, "berapa uang pensiun yang harus saya siapkan agar bisa pensiun dengan sejahtera?"
Tentu jawabnya, relatif. Tergantung, karena setiap orang berbeda-beda. Tapi setidaknya ada 2 indikator untuk mengukurnya, yaitu 1) berapa besar biaya sehari-hari yang Anda butuhkan pada saat pensun dan 2) berapa besar biaya gaya hidup Anda di masa pensiun.
Intinya, sejahtera atau tidak sejahtera Anda di masa pensiun. Fokusnya ada pada kecukupan dana yang dibutuhkan saat masa pensiun. Itulah yang disebut dengan Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP) atau Replacement Rate. Hasil riset menyebutkan, seseorang membutuhkan TPP sekitar 70-80% dari gaji terakhir. Agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan mempertahankan gaya hidup persis seperti waktu bekerja.
Pertanyaannya, dari mana kita memperoleh kecukupan dana di masa pensiun nanti? Dari mana TPP 70-80% bisa kita raih saat pensiun nanti?
Mari kita jujur terlebih dulu. Uang pensiun yang cukup dan membuat kita sejahtera di masa pensiun, tentu tidak mungkin dicapai melalui cara menabung secara sporadis. Uang yang cukup di masa pensiun pun tidak mungkin dicapai dengan cara kita tidak mau "mengerem" nafsu konsumtif dan gaya hidup yang berlebihan. Bahkan asuransi, reksadana, dan properti yang dimiliki pun "belum tentu tepat" untuk meraih uang pensiun yang ingin dicapai saat pensiun.
Maka jalan yang paling tepat dan memungkinkan adalah Anda perlu ikut program pensiun DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) yang memang didedikasikan untuk mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera. Ikut DPLK adalah cara paling mungkin meraih masa pensiun yang sejahtera, walau bukan satu-satunya cara.
Lalu, berapa target uang pensiun melalui DPLK yang diharapkan?
Anda bebas menentukan. Apakah Anda ingin punya uang pensiun di bawah Rp. 500 juta, punya Rp. 1 milyar atau lebih dari Rp. 3 milyar? Semuanya tergantung target uang pensiun yang Anda tentukan. Tapi satu hal yang pasti, berapapun target uang pensiun Anda akan sulit dicapai bila Anda tidak mau memulai untuk menabung program pensiun dari sekarang, dari sejak usia muda di saat masih bekerja.
Sekali lagi, hanya melalui program pensiun DPLK, Anda dapat meraih masa pensiun yang sejahtera; bisa menyiapkan kecukupan dana yang dibutuhkan di masa pensiun.
Caranya, Anda harus mulai menyetor secara rutin sejumlah nominal tertentu atau persentase dari gaji Anda untuk program pensiun DPLK. Memang, besaran iuran program DPLK secara prinsip dapat disesuaikan dengan kemampuan. Iuran DPLK bersifat fleksibel.
Namun patut diketahui, akumulasi dana DPLK untuk masa pensiun sangat bergantung pada 3 hal: 1) besaran iuran, artinya semakin besar dana yang disisihkan semakin baik, 2) hasil investasi, bila pilihan investasinya bagus maka hasilnya makin optimal, dan 3) lamanya kepesertaan, semakin lama menjadi peserta DPLK maka "uang pensiun" yang diperoleh makin besar.
Jadi berapa uang pensiun yang Anda perlukan di masa pensiun nanti?
Berikut ini disajikan ilustrasi atau kalkulasi "uang pensiun" yang bisa Anda peroleh di masa pensiun. Ada 3 orang pekerja dengan umur yang berbeda ikut DPLK. Tapi katakanlah, ketiga-nya sama-sama menyetor iuran DPLK Rp. 1 juta per bulan, dengan tingkat hasil investasi 9% per tahun, dan usia pensiun di umur 56 tahun. Maka hasilnya dapat dilihat pada table di bawah ini:

Si B ikut DPLK di usia 37 tahun: menyetor iuran DPLK Rp. 1.000.000 per bulan atau 10% dari gaji. Dengan asumsi hasil investasi 9% per tahun dan pensiun di usia 56 tahun (19 tahun masa kepesertaan), maka uang pensiun DPLK yang diperoleh mencapai Rp. 1,1 milyar.
Si C ikut DPLK di usia 48 tahun: menyetor iuran DPLK Rp. 1.000.000 per bulan atau 10% dari gaji. Dengan asumsi hasil investasi 9% per tahun dan pensiun di usia 56 tahun (8 tahun masa kepesertaan), maka uang pensiun DPLK yang diperoleh mencapai Rp. 184 juta.
Itu berarti, besar kecilnya "uang pensiun" seorang pekerja melalui program DPLK dapat digambarkan sebagai berikut: IURAN YANG DISETOR + HASIL INVESTASI + LAMANYA KEPESERTAAN = AKUMULASI DANA DPLK SAAT PENSIUN.
Maka sangat sudah, uang pensiun DPLK atau akumulasi dana DPLK sangat dipengaruhi oleh 1) lamanya menjadi peserta DPLK, 2) besaran iuran, dan 3) hasil investasi. Semakin cepat menjadi peserta DPLK maka akan semakin besar akumulasi dana DPLK yang dimiliki seorang pekerja.
Kini penting dan sudah saatnya, Anda menentukan berapa target uang pensiun saat berhenti bekerja nanti. Mau besar atau kecil, sangat bergantung pada kebutuhan dan gaya hidup Anda di masa pensiun? Tapi satu yang pasti, mulailah untuk menabung atau menyetor iuran DPLK sekarang.
Sisihkan sebagian gaji Anda untuk masa pensiun. Kurangi gaya hidup atau nafsu konsumtif yang memang tidak ada habisnya. Bahkan bila perlu, sekalipun tempat bekerja Anda sudah memfasilitasi program pensiun DPLK, tidak ada salahnya untuk "menambah iuran DPLK", di luar dari yang diberikan perusahaan.
Patut diketahui, setiap orang tidak akan bekerja terus-menerus. Dan sebagian besar pekerja hari ini, hanya bisa "menikmati" jerih payahnya justru di masa bekerja saja. Maka wajar, 73% pensiunan mengalami masalah keuangan di masa pensiun. Karena itu, sangat dibutuhkankomitmen dan keberanian untuk "menabung uang pensiun" dari sekarang, dari sejak dinia.
Karena Anda sendirilah yang bertanggung jawab atas masa pensiun Anda. Anda sendiri yang mendesain masa pensiun apa, mau seperti apa dan kayak apa? Apakah masa pensiun yang hanya bergantung kepada orang lain atau anak, mau bekerja lagi, atau mau menikmati masa pensiun dengan nyaman dan sejahtera.Â
Ini hanya sekelumit tentang berapa uang pensiun yang Anda inginkan di masa pensiun. Tentu, hanya melalui program pensiun DPLK. Aga dapat menjadi edukasi dan pengetahuan dalam memeprsiapkan masa pensiun.
KINI TINGGAL ANDA YANG MENGAMBIL KEPUTUSAN. TENTANG MASA PENSIUN ANDA SENDIRI. Ingat, masa pensiun itu bukan "gimana nanti" tapi "nanti gimana". Salam Literasi Pensiun ... #SadarPENSIUN #YukSiapkanPensiun #EdukasiPensiun
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI