Mohon tunggu...
Syam Sumarlin
Syam Sumarlin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Anak manusia yang berusaha meningkatkan produktifitas hidupnya. Menjadikan buku dan pena sebagai sahabat. Selamat menuliskan sejarah hidupmu kawan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tradisi Sadis Siswa Pelayaran di Samarinda

23 Agustus 2015   21:21 Diperbarui: 23 Agustus 2015   21:21 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DUNIA Pendidikan Kota Samarinda kembali berguncang. Beberapa siswa Kelas XI dan XII SMK Pelayaran melakukan tradisi sadis terhadap juniornya yang baru masuk alias Kelas X. Saat itu, siswa Kelas X SMK Pelayaran Samarinda, sebut saja namanya Candra (bukan nama sebenarnya), baru terpilih menjadi ketua kelas.

Candra yang baru lulus SMP tersebut kala itu sedang berada di dalam kelas. Dia lantas dipanggil ke kelas lain oleh seniornya. Setelah diminta memperagakan cara baris-berbaris, empat siswa yang juga kakak kelasnya menampar wajahnya berkali-kali secara bergantian, Rabu (19/8) lalu.

Tentu saja Candra kaget bukan main. Hendak melawan, dia tak kuasa. Akhirnya diterima saja harga dirinya diinjak-injak saat itu. Setelah puas, sang kakak kelas memintanya kembali ke kelas. Namun sebelum itu, seorang senior yang tak dikenal Candra berujar selamat, karena dia lulus dari ujian sang kakak kelas. “Ini tradisi bagi setiap ketua kelas baru. Selamat kamu lulus,” kata Candra meniru ucapan pelaku.

Sebenarnya Candra tak ingin menyoal kekerasan yang diterima dari kakak kelasnya. Namun orangtua Candra tak terima anaknya diperlakukan demikian karena wajah Candra rupanya memar. Akhirnya kasus ini berujung ke kantor polisi karena sang ayah melaporkan perlakukan senior Candra.

Sebegitu sadis kah tradisi di SMK Pelayaran itu. Mengapa sekolah yang harusnya menjadi tempat yang menyenangkan, menenangkan dan tempat berinovasi justru menjadi neraka bagi siswa baru. Namun jika dilihat dari latar belakang sekolah, yakni Sekolah Pelayaran yang dikenal dengan sistem pendidikan semi militer, pantaskah kita protes terhadap perbuatan para senior Candra yang mungkin berniat mendidik adik-adiknya namun dengan cara berbeda?

Tentu bukan saja Sekolah Pelayaran yang menerapkan pendidikan semi militer, namun ada juga sekolah kehutanan yang setahuku juga melakukan hal yang sama. Seperti membiasakan siswanya latihan fisik seperti push up, rolling, jalan jongkok, merayap dan latihan semi militer lainnya. Apakah sistem pendidikan semi militer seperti ini masih harus dipertahankan?

Aku berharap bahan ini bisa jadi diskusi kita. Sekolah dengan sistem pendidikan semi militer, masih perlu? Uraikan alasanmu dan jangan lupa singgung kasus di atas. Thanks…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun