Mohon tunggu...
Syamsul Marasabessy
Syamsul Marasabessy Mohon Tunggu... Politisi - humanis

humanis, humoris, temperamental

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

UU Pemilu -Legislatif- yang Salah Kaprah

20 Maret 2018   04:14 Diperbarui: 20 Maret 2019   21:42 1594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

misal Partai Amanat Nasional (PAN) yang perolehan suaranya 9.481.621 atau 7.8% dari 122.003.647 suara sah nasional seluruh partai politik yang lolos parliamentary threshold  tidak ekuivalen dengan 49 kursi atau 8.75% dari 560 kursi di DPR RI.

Kesalahan lain yang menyebabkan terjadinya disparitas harga /kursi yang dibebankan kepada setiap partai politik yang dapat dijumpai bila kita menggunakan penghitungan harga rata-rata /kursi dan PAN menjadi partai politik yang mendapat harga /kursi DPR RI-nya paling murah yakni 9.481.621 : 49 = 193.502 suara /kursi, sedangkan HANURA dari perolehan suara 6.579.498 : 16 = 411.219 suara /kursi

Penghitungan semacam ini tentu tidak adil dan tidak boleh terjadi, atau Partai Kebangkitan Bangsa [PKB] yang perolehan suaranya lebih besar dari PAN namun kursi yang diraihnya lebih sedikit ketimbang kursi yang diraih oleh PAN [PKB : 11.298.957 = 47 kursi dan PAN 9.481.621 = 49 kursi]. Keadaan ini cukup untuk menjungkirbalikkan pikiran sehat kita 

Kesalahan berikutnya yang fatal yaitu ada belasan juta suara sah rakyat yang terbuang sia-sia karena tidak dilibatkan dalam proses penghitungan suara secara nasional

dan ini menjadi hal yang kontraproduktif dengan apa yang menjadi bagian dari pekerjaan KPU yaitu; sosialisasi pemilu agar rakyat menggunakan hak pilihnya serta berimplikasi terhadap lemahnya legitimasi lembaga DPR tersebut

UU pemilu yang berlaku belum memenuhi amanat dan keinginan konstitusi

Setelah kami mempelajari secara seksama, kesalahan yang kami urai diatas disebabkan oleh adanya pasal 1 angka 31 [yang berbunyi : "Bilangan Pembagi Pemilihan bagi Kursi DPR, selanjutnya disingkat BPP DPR, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah seluruh Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ambang batas tertentu dari suara sah secara nasional di satu daerah pemilihan dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu" dan 32 yang berbunyi:

"Bilangan Pembagi Pemilihan bagi Kursi DPRD, selanjutnya disingkat BPP DPRD, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu dan terpilihnya anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota" yang ada di dalam UU pemilu nomor 8 Tahuun 2012.

Substansi kesalahan dari kedua ayat diatas adalah adanya frasa daerah pemilihan yang dijadikan landasan dalam menentukan jumlah perolehan kursi bagi setiap partai politik

Salahsatu fungsi dari daerah pemilihan adalah untuk menentukan calon terpilih namun tidak boleh dijadikan landasan untuk menentukan perolehan kursi bagi setiap partai politik

Bila jumlah kursi disetiap daerah pemilihan ditentukan dan disesuaikan dengan tingkat populasi penduduk yang memiliki hak pilih atau daftar pemilih tetap [DPT] dan pemilihannya berazaskan one man one vote maka, dapat kami simpulkan bahwa UU pemilu yang berlaku di Indonesia -termasuk UU nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu- ternyata belum memenuhi amanat dan keinginan konstitusi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun