Mohon tunggu...
syamsul haryadi
syamsul haryadi Mohon Tunggu... -

Pemerhati sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kriminalisasi Tiga Kasus Dalam Sorotan Dunia Internasional

18 Februari 2015   21:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:56 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus kriminalisasi kerjasama penyelenggaran 3G di frekuensi 2.1 GHz antara PT Indosat Tbk (ISAT) dan anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2)  yang menyeret mantan Dirut IM2 Indar Atmanto ke LP Sukamiskin, bukan saja meresahkan pelaku industri telekomunikasi dan masyarakat telekomunikasi dalam negeri, tetapi juga menjadi keprihatinan Asosiasi Telekomunikasi Dunia serta menjadi pemberitaan utama media Internasional New York Times (NYT).

Sebelumnya pada Juli 2013, Asosiasi Industri Perangkat Komunikasi Selular se-Dunia atau "Global System for Mobile Communications Association" (GSMA) secara resmi mengirim surat keprihatinan kepada Presiden RI (ketika itu) Susilo Bambang Yudhoyono terhadap putusan pengadilan tindak pidana korupsi terhadap Indar Atmanto mantan Dirut IM2, anak perusahaan Indosat. Hingga masa pemerintahannya berakhir, SBY tidak memberi keputusan apa-apa terhadap kasus ini.

Kini, baru-baru ini media terkemuka dunia, Internasional New York Times (NYT) dalam Berita Utama (Headline) halaman pertama 12 Februari edisi US dan 13 Februari edisi Asia lalu, menayangkan artikel yang cukup mendapat perhatian dunia, mengupas tentang pemberantasan korupsi di Indonesia yang kebablasan sampai menyeret orang yang seharusnya tidak bersalah ke balik jeruji penjara (Indonesia’s Graft Fight Strikes Fear Even Among the Honest - http://NYTimes.com http://mobile.nytimes.com/2015/02/12/wor...)

Artikel NYT menyebut ada tiga orang yang tidak bersalah, namun mereka harus mendekam di LP Sukamiskin. Ketiganya adalah Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2. Hotasi Nababan, mantan Presiden Direktur Merpati Nusantara Airlines, dan terakhir, Bachtiar Abdul Fatah, mantan manajer proyek untuk Chevron Pacific Indonesia. Indar harus menjalani hukuman delapan tahun, sedangkan Hotasi dan Bachtiar masing-masing melayani empat tahun.

“Alih-alih mendapat pujian, justru kasus-kasus tersebut sangat terkesan bahwa oknum jaksa lebih mementingkan mengejar karir dan para hakim tidak ingin dicap lembek dalam pemberantasan kasus korupsi. Ini kan sangat mengkhawatirkan,” tulis New York Times 12 Februari edisi AS dan 13 Februari edisi Asia.

Penanganan kasus yang melibatkan tiga orang yang seharusnya tidak bersalah itu, ditegaskan oleh NYT telah memicu kemarahan sejumlah kalangan. Selain dari dalam negeri, NYT mengungkapkan kemarahan yang disampaikan oleh organisasi internasional hak asasi manusia. Sedangkan para pebisnis internasional mempertanyakan jaminan keamanan di Indonesia ketika mereka hendak menanamkan investasi dan menjalankan bisnisnya. Bahkan, tidak kurang Presiden Amerika Serikat Barack Obama menaruh perhatian atas kasus ini yang dilukiskan NYT sebagai ‘an outsider willing to clean house’.

NYT dalam artikelnya memaparkan bahwa dengan mengatasnamakan pemberantasan korupsi, telah mengkriminalisasi kasus ini dengan menyatakan adanya kerugiaan negara, meski kementerian telah menegaskan tidak ada kerugiaan negara yang ditimbulkan dari kasus ini. Adanya kriminalisasi memang terlihat dalam kasus IM2. Perusahaan (IM2) telah dituduh tidak membayar pajak dan biaya untuk menggunakan frekuensi broadband, padahal perusahaan induknya (Indosat) sudah membayar bahkan IM2 pernah mendapatkan gelar perusahaan pembayar pajak terbaik.

Dalam wawancara dengan Indar di LP Sukamiskin beberapa waktu yang lalu, NYT menuangkan dalam tulisan "Saya tidak melakukan kesalahan, dan pemerintah mengatakan bahwa saya tidak melakukan sesuatu yang salah," kata Indar yang juga penerima penghargaan Satya Lencana Wirakarya dari Presiden di 2010 atas jasanya mengembangkan dan meningkatkan penetrasi internet di Indonesia, diawali oleh penghargaan dari Worl Broadband Aliance internasional sebelumnya.

Dalam kesempatan yang sama, Hotasi dan Bachtiar mengungkapkan keprihatinannya atas realitas peradilan "Ini telah mengguncang keyakinan kita terkait sistem peradilan di Indonesia," tulis NYT

Dalam artikel tersebut, NYT juga menggambarkan situasi bagaimana Indar, Hotasi dan Bachtiar menjalani kegiatan sehari-hari di penjara. Yang tak kalah mirisnya, NYT seperti dikutip mengungkap kekhawatiran ketiganya atas stigma yang melekat pada diri mereka sebagai koruptor meski mereka tidak bersalah. Hal yang paling sulit tentu dirasakan oleh pihak keluarga. “Pak Bachtiar, Pak Hotasi dan Mr Indar masih berharap mereka akan menang dalam PK yang diajukan Mahkamah Agung,” demikian NYT

Menanggapi pemberitaan media sekaliber NYT tersebut, Direktur Eksekutif Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel), Eddy Thoyib menegaskan agar pemerintah Indonesia menjadikan ini sebagai momentum untuk menunjukkan posisi Indonesia di area yang aman untuk investor. Jangan malah membuat Indonesia gigit jari karena investor ketakutan. Kasus ini bukan saja masalah kepastian hukum tetapi juga menyangkut kemananan investasi sehingga layak menjadi sorotan dunia internasional. "Jangan selalu berdalih, eksekutif tak bisa menyampuri urusan yudikatif dan bersembunyi di balik kata-kata semua itu di ranah hukum," ujar Eddy.

Berbagai kalangan juga menyatakan adanya berbagai kejanggalan, di antaranya mengenai pengabaian  dua surat Menkominfo, pejabat yang berwenang sesuai UU Telekomunikasi untuk menilai ada-tidaknya pelanggaran di sektor telekomunikasi, dalam suratnya telah menegaskan tidak ada undang-undang dan peraturan pelaksanaan yang dilanggar. Bahkan, Onno W Purbo, pakar internet di Indonesia menginisiasi gerakan petisi online di change.org utk pembebasan Indar, dengan shortlink http://bebaskanIA.tk. Lebih dari 36 ribu masyarakat dalam dan luar negeri telah menyuarakan keprihatinannya dalam petisi online yang digagas Onno tersebut.

Dalam perkembangannya, muncul dua putusan Mahkamah Agung (MA) yang saling bertentangan, yaitu Putusan MA Tata Usaha Negara dan Putusan MA Tipikor. Berbekal fakta hukum baru ini, APJII mendorong Indar melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Atas upaya hukum ini, pemerintah perlu mengawal agar hasilnya sesuai dengan harapan bahwa Perjanjian Kerjasama Indosat-IM2 telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, dan Indar Atmanto tidak bersalah dan karenanya nama baiknya harus dipulihkan. Di sisi lain, citra Indonesia dimata dunia Intenasional akan menjadi baik dengan adanya kepastian hukum dan iklim investasi dan kemananan yang kondusif.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun