Mohon tunggu...
Siti Nur Samsiyah
Siti Nur Samsiyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Mengisi Hari dengan membuat surat, menyemai bibit dan sesekali berjalan-jalan sendirian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memaknai Hari Pahlwan

11 November 2014   04:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:07 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menilik Pesan Bang Pram: Mengadopsi Semangat Pahlawan dalam Menjaga Keutuhan NKRI*

“Pesan saya pada angkatan muda jangan berlagak tidak mengerti, kalian itu cukup mengerti apa yang harus kalian lakukan, lakukanlah yang terbaik untuk Indonesia dan untuk diri kalian sendiri. Jangan berlagak bodoh, kalian cukup pandai, kalian cukup punya keberanian, kalian cukup punya keahlian mempersatukan semua angkatan muda. Bergerak terus sampai tercapai tujuan dan selamat” (Video wawancara Bang Pram: 26 Agustus 1999 – 05). Nasihat bang Pram ini berlaku untuk semua anak bumi pertiwi, tanpa discrimination jenis kelamin, status sosial, maupun gelar akademik. Tinggalan kemerdekaan yang diberikan oleh para pahlawan tempo dulu harus terus diisi sesuai semangat zaman anak bangsa yang tengah menggelutinya. Termasuk didalamnya angkatan muda yang bergelar mahasiswa, golongan masyarakat yang diyakini sebagai angent of change.

69 tahun silam, 10 November 1945 arek-arek Suroboyo mengangkat senjata, tanpa ragu memasang badan untuk melawan pasukan NICA yang digawangi Belanda. Tidak ada istilah bergaining dalam pertaruhan harga diri Bangsa Indonesia. Segala macam pengorbanan mereka berikan untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Harta, tenaga, keluarga bahkan nyawa merekadedikasikan untuk mencicipi indahnya kedaulatan atas Bangsa Indonesia. Mahakarya kemerdekaan RI itu mereka bayar dengan darah segar yang siap mengguyur tanah bumi pertiwi setiap ada signal pertempuran dari kaum pejajah.

Bangsa ini berdiri atas beragam suku dan budaya, bangsa ini meraih kemerdekaan juga atas perjuangan para pahlawan dari suku yang berbeda satu sama lain. Tidak ada claim yang dibenarkan bahwa kemerdekaan ini perjuangan satu atau dua suku yang bermukim di Nusantara. Perbedaan dalam keberagaman memang hal biasa, Al-Quran menyatakan “Berpegang teguhlah kalian pada tali agama Alloh, dan jangan terpecah-pecah (Qs. Ali Imron. 3:103) menurut penafsiran Gus Dur terkait ayat ini, yang dilarang oleh agama adalah perpecahan bukan perbedaan pendapat (Gus Dur, 2011:377) Namun yang perlu kita waspadai bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia memungkinkan atas munculnya potensi-potensi horisontal conflic jika tidak dikelola dengan baik pemerintah dan disadari oleh masyarakat. Sikap primordial yang mengarah pada etnosentris dapat dengan mudah memicu konflik sosial dan memecah belah integrasi bangsa (Hayono Isman, 2013:81).

Oleh sebab itu, kembali ingat pesan Bang Pram, jangan bersikap bodoh melalui sikap apatis, apatis disini bermakna acuh terhadap budaya orang lain, tidak mau mengenal budaya diluar budaya yang miliki. Merasa cukup puas dengan budaya yang dimiliki merupakan bibit awal disintegrasi bangsa. Semangat perlawanan itu perlu kaum muda adopsi guna mempertahankan NKRI ini. Sebagai mahasiswa tentunya jalur pendidikan adalah alternatif strategis untuk bersama-sama membangun kesadran kolektif atas tanggung jawab keutuhan bangsa ini untuk generasi berikunya. Banyak cara bisa mahasiswa lakukan untuk mengenal dan menciptakan pemahanan lintas budaya, mengenali culture merupakan langkah kecil untuk menumbuhkan sikap empati pada budaya lain. Budaya saling menghargai perbedaan pendapat atas dasar hukum adat adalah alat untuk menciptakan kerukunan antar etnis yang ada.

Disisi lain, mahasiswa memiliki kendali yang cukup baik dalam menggerakkan stabilitas sebuah negara. Sebagaimana sejarah mencatat, konsolidasi yang dibangun Gus Dur, Amien Rais dan Megawati mampu menogoyangkan Soeharto dari tambuk kekuasaan Orde Baru (Greg Barton, 2010:300). Ketiga tokoh tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda satu dengan lainya. Tapi karena pemahanan karakter dan persamaan tujuan mereka bisa bergerak dalam satu ring yang sama. Belajar dari pengalaman para pahlawan dan tokoh terdahulu seyogyanya semangat hari pahlawan ini bisa menyadarkan kita para angkatan muda untuk tidak menfikirkan ego dan kepentingan golongan sendiri. Nasib bangsa ini ada pada pola dan tindakan kita dalam menyikapi perbedaan yang ada.

*Penulis adalah Mahasiswa Semester 5 Jurusan MPI FITK UIN Sunan Kalijaga


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun