Mohon tunggu...
Syakira Syafiqya Tsabita Putri
Syakira Syafiqya Tsabita Putri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Political Science Student

Good things take time

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kaderisasi Partai Politik dan Dampaknya pada Kualitas Politisi di Indonesia

23 Oktober 2022   21:00 Diperbarui: 25 Oktober 2022   01:26 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaderisasi anggota partai politik merupakan aspek penting yang harus dijalankan oleh partai politik. (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI via KOMPAS.com)

Selain itu, ada banyak partai politik yang rasanya tidak memiliki sistem kaderisasi yang jelas, sehingga anggotanya biasanya direkrut dan ditempatkan berdasarkan hubungan kekerabatan (Wijayanti & Iswandi, 2021). Hal-hal seperti inilah yang masih menjadi ciri khas pola kaderisasi di partai politik Indonesia.

Jika didasarkan pada logika berpikir, kaderisasi yang bermasalah akan menciptakan gangguan bagi aspek lainnya, terutama dalam konteks indikator manajemen partai politik. 

Misalnya, ketika kaderisasi tidak dijalankan dengan semestinya oleh partai politik, maka kualitas anggota partai politik dapat terancam. Pada akhirnya, kurang baiknya kualitas anggota partai politik juga akan menjalar mengganggu aspek lain dari partai politik seperti memicu konflik hingga demokrasi di internal partai tidak diterapkan.

Maka dari itu, kaderisasi lagi-lagi menjadi salah satu kunci utama untuk memastikan indikator manajemen partai politik berjalan dengan baik dan berdampak baik pula bagi perkembangan partai politik di Indonesia.

Secara ideal, kaderisasi yang dilakukan partai politik harus memenuhi beberapa standard seperti baku, ada jenjang tingkatan, dan menganut sistem meritokrasi. Artinya, setiap individu yang menjadi anggota partai politik memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, khususnya menempati jabatan tertentu (Samosir, 2022). 

Ketika kaderisasi menganut sistem meritokrasi, anggota partai yang datang dari berbagai kalangan menemui kemungkinan yang sama untuk memegang suatu jabatan partai atau untuk maju dalam pemilihan umum anggota legislatif. Hal ini membuktikan bahwa yang memiliki kesempatan bukanlah hanya orang yang memiliki koneksi dengan partai atau penguasa, sehingga ada inklusivitas ketika kaderisasi partai politik dilakukan sesuai standard.

Selain menganut sistem meritokrasi, kaderisasi yang baik menunjukkan adanya jenjang tindakan. Artinya, ketika tahapan satu telah selesai, maka akan ada kesinambungan ke tahapan selanjutnya, dan hal ini dibutuhkan sistem kelembagaan yang baik dari partai politik untuk menjamin terlaksananya kesinambungan tersebut.

Lagi-lagi seperti yang telah disinggung sebelumnya terkait pentingnya penyelenggaraan kaderisasi dalam partai politik, secara faktual penerapan kaderisasi di Indonesia sendiri masih mengalami permasalahan yang cukup serius.

Kaderisasi seringkali diabaikan karena dianggap bukan hal yang krusial bagi partai politik. Partai politik era modern ini cenderung lebih berfokus ke bagaimana cara mendapatkan perolehan suara yang besar dan memenangkan pemilu, sehingga peningkatakn kualitas anggota partai politik melalui proses kaderisasi masih cukup awam untuk dilakukan. Kaderisasi pada dasarnya sangat bergantung pada ideologi yang dimiliki oleh partai politik. 

Ketika ideologi masih melekat kuat, para anggota senior partai akan menurunkan nilai-nilai ideologinya pada anggotanya sehingga hal ini mendorong proses kaderisasi para anggota (Haris, et al., 2016). Walaupun tergolong minim, ada partai politik di Indonesia yang seringkali disebut sebagai partai kader karena dalam prosesnya partai tersebut menyelenggarakan kaderisasi  bagi para anggotanya (Sintani, Tuanaya, & Wance, 2020). Partai ini adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan PDI- Perjuangan. 

PKS memang sangat terkenal dengan ciri khas kaderisasinya yang identik dengan ajaran agama islam seperti mengaji, mengkaji ayat Al-Qur’an dan menghadiri tausyiah serta kegiatan lainnya (Firdaus, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun