Mohon tunggu...
Syaiful Hasan
Syaiful Hasan Mohon Tunggu... Direktur Indonesa Port Watch (IPW)

Pendiri Indonesia Port Watch dan penyuka kopi pahit

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Turbulensi Layanan Pelabuhan dalam Kasus JICT

15 Agustus 2017   14:57 Diperbarui: 15 Agustus 2017   18:20 2995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mogok JICT sudah melewati masa lebih dari seminggu namun pelayanan di pelabuhan petikemas tersebut belum kunjung pulih. 40% lebih arus barang nasional turut terganggu.

Hal ini tidak terlepas dari politik yang menaunginya.

Dari arsip data Saya, ada oknum Direksi dari Hutchison dan Pelindo II yang tidak akan membiarkan Pekerja JICT untuk bekerja normal  dan lenggang kangkung dengan gerakan "Save National Asset" mereka.

Apalagi sampai saat ini, Direksi JICT kerap melakukan intimidasi terhadap pekerja. Jelas atas "pesanan" diatasnya.

Dari data ini pula tersirat, selamanya Hutchison akan mencoba merangsek, agar perpanjangan kontrak JICT "tembus", _at all cost_. Termasuk memberangus pekerja-pekerja JICT yang kritis.

Oknum Direksi Hutchison dan Direksi Pelindo II sepertinya terus menjabani "permainan panas" nan panjang dalam hal pelayanan pelabuhan.

Saya mengkritisi satu fakta penting, soal masih berlangsungnya peminjaman dermaga utara JICT kepada pelabuhan TPK Koja.

Padahal peminjaman tersebut hanya untuk antisipasi mogok dan harusnya sudah berakhir pada 10 Agustus kemarin.

Namun para oknum Direksi ini memaksakan perpanjangan pelayanan oleh operator alat _outsourcing_. Hasilnya terbukti sangat jeblok.

Dermaga utara JICT sangat vital karena aktivitas utamanya melayani kapal-kapal ukuran besar (Super Post Panamax).

Terakhir, dermaga tersebut melayani kapal terbesar yang pernah singgah di Indonesia CMA CGM Otello, milik perusahaan Perancis pada April lalu.

Berdasarkan laporan keluhan pengguna jasa yang kami terima, ada kapal yang sampai menginap 5 hari karena lamanya pelayanan di dermaga Utara JICT.

Sebelumnya sebuah kapal besar (ukuran 5.000-10.000 TEU) bisa selesai dalam waktu rata-rata 24-40 jam oleh para pekerja JICT.

Dalam perpektif dunia pelabuhan internasional, oknum Direksi Hutchison dan Pelindo II telah melakukan sesuatu diluar konteks dan nalar.

Bayangkan setiap pelayanan kapal yang telat sehari, pemilik harus menanggung biaya ratusan juta rupiah.

Ini hanya untuk biaya operasi kapal. Belum pengguna jasa yang harus menanggung beban biaya tambahan lainnya.

Bisa dihitung betap besarnya kerugian pemilik kapal dan pengguna jasa yang harus menginap berhari-hari.

Alhasil, masyarakat harus menanggung efek domino dari turbulensi pelayanan di JICT. Jelas sangat tidak adil.

Bicara dwelling time, sudah pasti bengkak. Komponen _post clearance_ yang menjadi ranah pelabuhan, drastis tidak handal lagi akibat ulah oknum Direksi yang berpolitis.

*Lalu dimana peran Otoritas Pelabuhan dalam hal ini?*

Seharusnya sebagai perwakilan pemerintah, sudah saatnya Otoritas Pelabuhan menggunakan diskresi demi kepentingan nasional yang lebih besar.

Biarlah urusan politis antara oknum Hutchison dan Pelindo II yang membiarkan mogok kerja 5 hari dan merugikan masyarakat luas, menjadi urusan  penegak hukum nantinya.

Namun jika pemerintah membiarkan turbulensi pelayanan pelabuhan berlarut, dunia internasional akan melihat betapa tidak kompetitifnya indeks kinerja logistik Pelabuhan di Indonesia.

Jangan sampai mogok berlarut dan penutupan pelabuhan seperti yang terjadi di pelabuhan pesisir barat Amerika (Los Angeles dan Long Beach) terulang di Indonesia.

Kerugian terbesar ada di Negara dan masyarakat akibat ego pengusaha dalam memberangus gerakan serikat.

Sehingga benarlah ungkapan, "terlalu penting untuk menyerahkan pelabuhan kepada ahlinya".

Apalagi sebagai pemegang kendali JICT, Pelindo II dan Hutchison yang katanya ahli pelabuhan dunia, harus menyandang rapor merah.

Rapor merah yang mesti dibayar mahal oleh pemerintah dan Presiden akibat ulah oknum Direksi Pelindo II dan Hutchison.

Tabik!

Jakarta, 11 Agustus 2017

*Syaiful Hasan*

*Direktur Indonesia Port Watch*

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun