Mohon tunggu...
Syaiful Hasan
Syaiful Hasan Mohon Tunggu... Direktur Indonesa Port Watch (IPW)

Pendiri Indonesia Port Watch dan penyuka kopi pahit

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rini Soemarno, Hutchison dan Mogok JICT

11 Agustus 2017   11:18 Diperbarui: 11 Agustus 2017   11:23 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sungguh disayangkan pernyataan sekelas Menteri BUMN Rini Soemarno soal dukungannya terhadap perpanjangan kontrak JICT yang disampaikan Sabtu (5/8) pekan lalu.

Pasalnya dirinya sendiri mengakui perpanjangan kontrak tersebut dilakukan tanpa izinnya atau RUPS Menteri.

Alasan Rini, perpanjangan kontrak JICT sangat menguntungkan semua pihak. Padahal, kerugian negara dari kurangnya uang muka perpanjangan kontrak mencapai sedikitnya Rp 4,08 triliun sesuai hasil audit investigatif BPK RI yang dirilis 6 Juni 2017.

Belum lagi soal penambahan uang muka perpanjangan kontrak JICT USD 15 juta tanpa ada perubahan termin komersil yang sudah disepakati Pelindo II dan Hutchison. Lantas penambahan itu untuk apa? Jawaban CEO Hutchison Indonesia Rianti Ang, "untuk memenuhi permintaan Ibu Menteri BUMN".

Hal ini menjadi indikasi jelas keterlibatan yang bersangkutan dalam proses perpanjangan kontrak ilegal tersebut.

Lebih jauh pernyataannya soal target pesangon 10 tahun pekerja JICT yang melakukan mogok,  menjadi pertanyaan tersendiri, kenapa selevel Menteri BUMN mengurusi sampai teknis anak perusahaan?

Bukankah ada Deputi, Asisten Deputi, Komisaris, Direktur Induk Perusahaan dan Direktur Teknis Pembinaan Anak Usaha?

Lalu mengapa Rini malah tidak tegas soal indikasi pelanggaran-pelanggaran GCG dan tindakan kontraproduktif Direksi Pelindo II yang membiarkan Direksi anak perusahaannya?

Direksi JICT baik perwakilan dari Hutchison maupun Pelindo II bersama para komisaris seolah berkolaborasi melakukan tindakan-tindakan kontraproduktif dan melanggar aturan serta GCG perusahaan.

Sebut saja membiarkan mogok kerja selama 5 hari dengan kerugian perusahaan dan pengguna jasa mencapai ratusan milyar rupiah. *Sekali lagi, ratusan milyar rupiah*.

Belum lagi ancaman stagnasi perekonomian nasional dan kelambatan pelayanan akibat tidak handalnya produktivitas pelabuhan yang mendapat limpahan akibat mogok pekerja JICT.

Yang paling mengherankan, soal surat-surat peringatan 1 dan 2 yang dikeluarkan Direksi walau mogok sudah dihentikan.

Semua ini seolah menjadi pembiaran yang dilakukan secara sistematis.

Mogok pekerja tidak terlepas dari episode panjang pekerja yang menolak perpanjangan kontrak JICT. Ditambah pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN seolah berusaha cari jalan langgengkan Hutchison bercokol di JICT daripada mengulang semua proses perpanjangan kontrak agar sesuai aturan.

Mogok JICT menjadi pembelajaran, bahwa adanya pihak-pihak yang telah melakukan rencana sistematis dengan sasaran pekerja JICT dan terguncangnya perekonomian nasional. Saatnya Presiden turun tangan.

Tabik

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun