Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Dosen FEB, Peneliti, Penulis, Senang belajar https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

A Very Strong Word: Apartheid

2 Februari 2024   09:40 Diperbarui: 3 Februari 2024   06:27 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Pada tanggal 2 Februari 1990, Presiden Afrika Selatan Frederik Willem de Klerk membuat pengumuman sejarah yang signifikan terkait dengan kebijakan apartheid. Dalam pidatonya di parlemen, de Klerk mengumumkan beberapa langkah reformasi yang mencakup pencabutan pelarangan Kongres Nasional Afrika (African National Congress, ANC), Partai Komunis Afrika Selatan (SACP), dan Pan Africanist Congress (PAC). Selain itu, ia juga berjanji untuk membebaskan tahanan politik terkenal, termasuk Nelson Mandela.

Langkah-langkah ini menandai awal dari proses demokratisasi di Afrika Selatan dan mengakhiri hampir empat dekade penerapan kebijakan apartheid yang diskriminatif. Pembebasan Nelson Mandela pada tahun 1990 menjadi momen bersejarah dan membuka jalan menuju negosiasi demokratis yang menghasilkan pemilihan umum multiras pertama di Afrika Selatan pada tahun 1994, di mana Mandela menjadi presiden yang terpilih secara demokratis.


Apartheid adalah sistem kebijakan rasial yang diterapkan di Afrika Selatan dari tahun 1948 hingga 1994. Kata "apartheid" sendiri berasal dari bahasa Afrikaans dan berarti "pemisahan" atau "keadaan terpisah". Sistem ini didasarkan pada prinsip-prinsip diskriminasi rasial dan segregasi yang sangat ketat.

Pada masa apartheid, pemerintah Afrika Selatan yang didominasi oleh kelompok etnis Eropa (Afrikaner), yang merupakan kelompok mayoritas penutur bahasa Afrikaans, menerapkan undang-undang dan kebijakan yang memisahkan berbagai kelompok rasial di negara tersebut. Pemisahan tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, perumahan, pekerjaan, dan transportasi.

Beberapa contoh undang-undang yang diterapkan dalam sistem apartheid antara lain Undang-Undang Pendaftaran Penduduk (Population Registration Act) yang membagi penduduk menjadi tiga kelompok rasial (Orang Kulit Putih, Orang Kulit Berwarna, dan Orang Hitam), dan Undang-Undang Pemisahan Wilayah (Group Areas Act) yang menentukan daerah tempat tinggal berdasarkan ras.

Apartheid mendapat kecaman luas di tingkat internasional karena melanggar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kesetaraan. Pada tahun 1990, Presiden F. W. de Klerk mengumumkan pencabutan kebijakan apartheid dan memulai proses demokratisasi yang mengarah pada pemilihan umum multiras pertama di Afrika Selatan pada tahun 1994. Pembebasan Nelson Mandela dan pemilihan Mandela sebagai presiden merupakan tonggak penting dalam mengakhiri era apartheid.


Sejarah apartheid di Afrika Selatan mencakup periode panjang yang melibatkan faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi. Berikut adalah gambaran umum mengenai sejarah dan perkembangan apartheid:

  1. Awal Abad ke-20:

    • Setelah Perang Boer dan Perang Dunia I, pemerintah Afrika Selatan yang dipegang oleh kelompok orang kulit putih (Afrikaner) mulai merumuskan kebijakan diskriminatif yang kemudian menjadi dasar sistem apartheid.
  2. 1948: Pemilihan Umum dan Pendirian Apartheid:

    • Partai Nasional Afrika Selatan yang dipimpin oleh Hendrik Verwoerd memenangkan pemilihan umum pada tahun 1948. Verwoerd adalah arsitek utama kebijakan apartheid.
    • Pemerintahan baru segera mulai menerapkan undang-undang yang memisahkan berbagai kelompok rasial dan memberikan hak-hak istimewa kepada orang kulit putih.
  3. Dasawarsa 1950-an: Peningkatan Kebijakan Diskriminatif:

    • Pada dasawarsa ini, pemerintah mengeluarkan serangkaian undang-undang yang secara ketat memisahkan kelompok rasial dan mengontrol kehidupan sehari-hari penduduk.
    • Contoh undang-undang termasuk Undang-Undang Pemisahan Tempat Tinggal dan Undang-Undang Pendaftaran Penduduk.
  4. 1952: ANC dan Perlawanan:

    • Kongres Nasional Afrika (ANC), yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Nelson Mandela, mulai melakukan perlawanan terhadap kebijakan apartheid dengan cara-cara non-kekerasan.
    • Kampanye protes dan boikot dilancarkan oleh gerakan anti-apartheid.
  5. Dasawarsa 1960-an: Pembentukan Negara Bantustan:

    • Pemerintah menciptakan "Bantustan" atau "Homeland," wilayah yang diberikan kepada kelompok etnis tertentu, dengan tujuan menciptakan pemisahan rasial penuh.
    • Bantustan tersebut sering kali menjadi tempat diasingkannya orang-orang kulit berwarna dan hitam dari wilayah utama.
  6. Dasawarsa 1970-an: Tekanan Internasional dan Perlawanan Bertambah:

    • Afrika Selatan semakin diisolasi secara internasional karena kebijakan apartheidnya.
    • Perlawanan terus berkembang di dalam negeri, dan sering kali dihadapi dengan represi pemerintah.
  7. 1980-an: Pembebasan Nelson Mandela dan Reformasi:

    • Pada tahun 1984, pemerintahan F. W. de Klerk mulai memperkenalkan reformasi yang mencakup pembatalan beberapa undang-undang apartheid.
    • Pada tahun 1990, de Klerk mengumumkan pembebasan Nelson Mandela dan pencabutan larangan ANC, membuka jalan menuju negosiasi demokratis.
  8. 1994: Pemilihan Umum dan Akhir Apartheid:

    • Pemilihan umum multiras pertama di Afrika Selatan pada tahun 1994 mengakhiri pemerintahan apartheid.
    • Nelson Mandela terpilih sebagai presiden, menandai era baru dalam sejarah negara tersebut yang didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi dan kesetaraan.

 
Sistem apartheid di Afrika Selatan telah dihapuskan pada tahun 1994, dan negara tersebut telah beralih ke rezim demokratis dan inklusif. Namun, di zaman modern ini, konsep diskriminasi rasial dan ketidaksetaraan masih menjadi masalah di berbagai bagian dunia, meskipun mungkin tidak dalam format yang sama dengan apartheid di Afrika Selatan.

Beberapa isu terkait ketidaksetaraan dan diskriminasi rasial di zaman modern melibatkan:

  1. Sistem Kasta dan Diskriminasi: Beberapa negara masih menghadapi tantangan terkait sistem kasta atau bentuk ketidaksetaraan berbasis rasial dan kelas. Ini dapat mencakup pembatasan hak-hak dan peluang bagi kelompok-kelompok tertentu.
  2. Diskriminasi Sistematis: Beberapa negara atau komunitas mungkin menghadapi tantangan dalam hal diskriminasi sistematis terhadap kelompok-kelompok tertentu, baik berdasarkan ras, etnisitas, agama, atau orientasi seksual.
  3. Aspek Internasional: Tantangan ketidaksetaraan dan diskriminasi tidak hanya terbatas pada tingkat nasional, tetapi juga dapat terjadi di tingkat internasional, termasuk dalam hubungan ekonomi, diplomasi, dan perdagangan.
  4. Perubahan Politik dan Kebijakan: Perubahan politik dan kebijakan di berbagai negara dapat mempengaruhi tingkat kesetaraan dan menghadirkan tantangan baru terkait hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.
  5. Akses Terhadap Pendidikan dan Pekerjaan: Diskriminasi rasial atau etnis juga dapat terlihat dalam akses terhadap pendidikan dan peluang pekerjaan, dengan beberapa kelompok mungkin menghadapi hambatan yang lebih besar.

Penting untuk diingat bahwa setiap situasi memiliki konteks dan nuansa sendiri, dan tantangan ini bervariasi di seluruh dunia. Organisasi hak asasi manusia dan advokat kesetaraan terus bekerja untuk mengatasi isu-isu ini dan mendorong masyarakat internasional untuk menghormati hak asasi manusia dan memerangi segala bentuk diskriminasi.

Satu kata yang sangat kuat dan mengukir sejarah besar dalam peradaban manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun