Mohon tunggu...
Syaifuddin Sayuti
Syaifuddin Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

email : udin.sayuti@gmail.com twitter : @syaifuddin1969 IG: @syaifuddin1969 dan @liburandihotel FB: https://www.facebook.com/?q=#/udinsayuti69 Personal blog : http://syaifuddin.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pecel Sehat ala Mbok Suti

12 Oktober 2015   01:17 Diperbarui: 16 Oktober 2015   01:32 2855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Nasi Merah Pembeda Pecel Mbok Suti (foto dokpri)"]

[/caption] Jika sambal kacang rasanya pekat dengan butiran kasar kacang tumbuk yang sensasi rasanya berbeda jika ditumbuk halus, maka yang ini berbeda. Sambal wijen hitam lebih halus, seratnya tak sekasar sambal kacang. Rasanya lebih juicy. Pedas cabenya jadi lebih menonjol.

Tak cukup sekali sambal wijen hitam itu ada di pincuk saya, saya berkali-kali minta nambah. Mbok Suti dengan senang hati memberikan sambalnya. Dari senyum di wajah tuanya saya menangkap sebuah keriaan. Ia tampak bahagia. Sepertinya hasil usaha kerasnya memasak bersama orang rumahnya diapresiasi saya begitu rupa.

Berkali-kali pula si-mbok menanyakan apakah saya senang dengan sambal hitamnya itu. "Enak, tho pak sambalnya si-mbok? Nambah sambelnya ya, atau mau bawa ke Jakarta yang masih bungkusan plastik ini?", begitu mbok Suti menawarkan sambal pecelnya. Saya tolak dengan halus tawaran untuk membeli sambalnya karena saya masih beberapa hari travelling di Solo. Saya hanya khawatir tak bisa menyimpan dengan baik dan membuat rasanya jadi tak enak nantinya sesampainya di Jakarta.

Kesadaran Pada Makanan Sehat

Mbok Suti mengaku sudah berjualan pecel dengan nasi merah dan sambal wijen hitam ini selama 15 tahunan. Selama itu ia hanya berjualan setengah hari saja, karena biasanya jualannya sudah laris manis selepas jam makan siang. 

[caption caption="Botok hingga Tahu Goreng, Penganan Pendamping Pecel (foto dokpri)"]

[/caption] Mbok Suti ini tipikal perempuan Jawa yang senang bekerja keras. Di usianya yang berkisar setengah abad lebih itu ia mengaku belum mau berhenti berjualan Nasi Pecel. Meski pendapatannya tak seberapa, ia senang bisa menyenangkan orang lain dengan penganan sederhana yang ia buat sendiri itu.

Membuat pelanggan senang dan tersenyum setelah memakan nasi pecelnya baginya adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Meski berjualan di emperan toko batik yang cukup tersohor di kota Solo, mbok Suti tak serta merta melakukan aji mumpung dengan mematok harga tinggi nasi pecelnya. Nasi pecel komplit dengan tambahan 2 potong tahu goreng ia banderol cuma 8 ribu rupiah saja.

[caption caption="Pembeli Merubung Mbok Suti (foto dokpri)"]

[/caption] Agak kaget juga saat membayar dengan nominal yang 'merakyat' itu. Saya sengaja melebihkan sedikit rupiah bukan karena pengen pamer tapi lebih pada menghargai ketulusannya saat melayani, dan menjadikan semua pelanggannya sebagai teman. Ia melayani semua pelanggannya sama, dengan keramahan dan sikap yang sama. Siapapun dia, walau ia seorang sopir yang sedang menungu majikannya berbelanja batik atau juragan dari luar kota yang kelaparan ia sapa dan layani dengan keramahan yang natural. Bukan keramahan yang artifisial yang biasa saya temukan di resto di mal atau penjaga toko di ITC Mangga Dua yang selalu menyapa semua pelanggannya sebagai "kakak" itu.

Terlepas dari sajiannya yang yummy, mbok Suti secara tak sadar sudah mengajarkan orang kota yang menjadi pelanggannya untuk hidup sehat. Tengok saja Nasi merah pecel yang dijajakannya. Bagi warga kota nasi merah adalah simbol makanan sehat yang jadi tren bagi pecinta diet. Terus sayur-mayur yang menjadi sajian utama dalam nasi pecelnya biasanya juga disenangi mereka yang ingin mendapatkan tubuh ideal dengan memakan protein nabati.

Mbok Suti memang bukan pakar gizi. Tapi kesederhanaan jualannya memberikan sajian bergizi yang kadang dilupakan pemburu kuliner tentang betapa pentingnya makan sayur.

Ketika Makan Ikan Itu Kekinian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun