Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Usaha Rental PS, Bagaimana Nasibmu Kini?

15 Maret 2020   14:10 Diperbarui: 15 Maret 2020   23:41 8440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai salah seorang yang terlahir di pertengahan tahun 90-an, saya bersyukur untuk pernah menghabiskan masa kecil saya di tempat rental PS (playstation) —meski lebih sering sebagai penonton setia anak-anak orang kaya yang memainkannya. 

Karena saya tidak selalu punya cukup uang untuk bisa diserahkan kepada pemilik rental. Sekalipun saya memaksakan diri untuk bermain, kemungkinan besarnya saya tidak akan diberi uang jajan pada hari berikutnya.

Masa kecil saya memang cukup dilematis, namun juga cukup manis jika saya ingat-ingat kembali. Mengenang masa-masa itu: pagi minggu, bangun lebih dini hanya untuk pergi ke tempat rental dan memilih stik paling bagus atau berebut tempat duduk paling depan. 

Saya tidak menjamin memang, bahwa saya tidak kehilangan kegembiraan sejati layaknya (sebagian besar) anak-anak di zaman ini—dengan layar ponsel yang hampir selalu menempel pada wajahnya atau dengan candu oleh gim-gim online di dalam kepalanya. Namun itulah yang ada di pikiran saya saat ini.

Boleh dibilang keberadaan saya tidak pernah bisa jauh dari yang namanya tempat rental PS. Bahkan di saat saya sudah lulus SMA, saya sempat bekerja sebagai operator komputer usaha tempat rental PS 3, yang mana tempat itu kemudian berkembang hingga bisa menambah lima unit PS4 lengkap dengan TV LED berukuran 50 inci.


Terhitung tiga tahun lebih saya bekerja di tempat rental PS yang berlokasi di daerah Banjarbaru, Kalimantan Selatan itu. Dengan gajih yang pada awalnya hanya 500 ribu perbulan, hingga saya dipercaya oleh sang pemilik untuk menjadi tangan kanan dalam menjalankan usaha tersebut. 

Pahit dan manis dari sebuah usaha banyak saya dapatkan di sana, terlebih saya melakukannya sembari kuliah. Hingga kemudian saya memutuskan untuk berhenti setelah dinyatakan lulus tes penerimaan Perangkat Desa pada awal 2018 lalu.

Dengan gajih yang tentunya lebih layak, dan jam kerja yang memberikan saya waktu lebih banyak untuk istirahat. Setelah tiga tahun lebih berkutat dengan pulang subuh.

Waktu masih rame dan aktif ngadain lomba. Dokumentasi Pribadi
Waktu masih rame dan aktif ngadain lomba. Dokumentasi Pribadi
Seusai saya berhenti pun, saya masih berhubungan baik dengan segala hal yang ada di sana. Mulai dari pemilik rental, karyawan baru, hingga pemain langganan yang sering berkunjung ke tempat rental itu. Sesekali saya juga diminta oleh sang bos untuk menggantikan karyawan yang berhalangan masuk.

Namun memang, dari hasil laporan di lembar excel yang saya baca, pendapatan semakin menurun dari waktu ke waktu. Dari ketika saya masih bekerja sebagai karyawan atau yang mengelola keuangan di sana, tempat rental itu bisa menghasilkan lima ratus hingga tujuh ratus ribu rupiah dalam sehari. Berbanding jauh dengan laporan keuangan terakhir yang saya tahu. Yang mana pendapatan tempat rental itu bahkan tidak mencapai seratus ribu perhari.

Di suatu minggu Februari yang sepi. Dokumen pribadi
Di suatu minggu Februari yang sepi. Dokumen pribadi
Cukup memilukan memang. Di tengah gempuran kemajuan teknologi telepon genggam berbasis android yang menawarkan banyak kebebasan dalam permainan, tempat rental itu terpaksa harus menutup diri. 

Pada awal Maret lalu, pemilik rental mengabari saya bahwa usaha rental PS ini sudah resmi gulung tikar. Saya tidak terlalu terkejut. Hanya saja tidak menduga akan secepat itu.

"Sudah tidak ada yang bisa kita lakukan," kata beliau.

Segala upaya memang sudah dicoba. Dari menambah gim terbaru, melakukan servis stik rutin, bahkan mengurangi harga per jam di saat masih banyak pelaku usaha rental PS mematok harga 7000 hingga 8000 rupiah untuk satu jam PS4, tempat rental ini sudah menurunkannya hingga 6000 rupiah. Bahkan hanya 3000 rupiah untuk satu jam PS3.

Namun apa hendak dikata, gim konsol di sekitaran daerah itu memang agaknya sudah kurang diminati, baik oleh remaja, maupun anak-anak. Saat ini lebih banyak orang yang terpaku pada layar ponselnya. Gim online seperti Mobile Legend, dan PUBG telah menyisihkan gim konsol hingga menaklukkan usaha rental PS itu.

Sesudah tutup. Barang-barang dibereskan. Beberapa dijual. Dokumen pribadi
Sesudah tutup. Barang-barang dibereskan. Beberapa dijual. Dokumen pribadi
Hal ini bukannya tidak beralasan. Kejadian yang serupa juga saya temukan di tempat rental PS lain. Mayoritas mereka yang bermain di sana adalah bapak-bapak atau om-om yang hanya mengetahui gim bola (PES). Sudah cukup jarang terlihat ada anak-anak yang pergi ke rental PS untuk memainkan gim konsol.

Sejatinya perkembangan zaman dan teknologi memang seperti pisau bermata dua. Selain memudahkan, terkadang ia juga mematikan sesuatu.

Cerita tentang nasib usaha rental PS di daerah saya ini saya tulis tanpa bermaksud menyamaratakannya dengan yang ada di daerah lain.

Jadi, Kompasianer, bagaimana nasib usaha rental PS di daerah kalian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun