Penulis:Syahridho Lazuardi AfiatÂ
abstrak
Era digital telah menurunkan minat baca siswa karena gawai dan media sosial telah menggantikan buku sebagai pesaing. Artikel ini membahas hambatan minat baca siswa dalam proses pengembangannya, cara mendorong pertumbuhannya, dan bagaimana hal ini pada akhirnya mentransformasi pendidikan secara positif. Menurut data PISA 2022, minat baca siswa Indonesia usia 15 tahun hanya 38,7%. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan ukuran sampel 200 responden. Program ini dapat meningkatkan kemungkinan peningkatan minat baca siswa hingga 50% melalui program membaca bersama sebagai intervensi. Kolaborasi sekolah, orang tua, dan pemerintah dalam membangun budaya membaca tersirat di sini.
 PendahuluanÂ
Di era digital saat ini, kegiatan membaca bukan lagi sekadar rutinitas, melainkan menjadi kunci utama dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan siswa. Sayangnya, minat baca di kalangan pelajar semakin menurun. Pengaruh gawai, permainan daring, dan konten singkat di media sosial membuat banyak siswa lebih tertarik pada hiburan instan daripada membaca buku.
Laporan PISA 2022 dari OECD mencatat bahwa hanya 38,7% siswa di Indonesia yang memiliki minat tinggi terhadap kegiatan membaca. Angka ini masih jauh di bawah rata-rata global yang mencapai 49%. Kondisi tersebut tentu mengkhawatirkan, sebab rendahnya minat baca berpotensi menurunkan prestasi akademik sekaligus melemahkan kemampuan berpikir kritis.
Artikel ini akan mengulas berbagai tantangan yang memengaruhi minat baca siswa, strategi yang bisa dilakukan untuk menumbuhkannya, serta dampak jangka panjangnya terhadap kualitas pendidikan. Beberapa faktor seperti keterbatasan akses terhadap bahan bacaan dan distraksi digital menjadi sorotan utama. Selain itu, akan disertakan pula contoh program nyata di Indonesia yang berhasil meningkatkan minat baca di kalangan pelajar.
Data dari Kemendikbud menunjukkan bahwa siswa yang gemar membaca cenderung memiliki nilai ujian nasional sekitar 15--20% lebih tinggi dibandingkan rata-rata. Fakta ini menunjukkan betapa besar pengaruh membaca terhadap pencapaian akademik. Karena itu, membangun budaya membaca sejak dini bukan hanya tanggung jawab guru, tetapi juga peran penting bagi orang tua dan pembuat kebijakan pendidikan
Metode
Penelitian ini menggunakan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan data yang komprehensif. Partisipan melibatkan 200 siswa sekolah menengah (usia 13-16 tahun) dari lima sekolah di Jakarta dan Bandung, dipilih melalui teknik stratified random sampling untuk mewakili berbagai latar belakang sosial-ekonomi. Data dikumpulkan melalui:
A.Survei kuantitatif: 150 siswa menjawab kuesioner tentang kebiasaan membaca, faktor yang memengaruhi minat, dan preferensi buku (misalnya, buku fisik vs. e-book). Skala Likert digunakan untuk mengukur tingkat minat.