Pagi itu, dari kejauhan, terlihat mobil boks berhenti di depan gerbang—membawa paket makanan dari dapur penyedia program Makan Bergizi Gratis (MBG). Halaman sekolah sudah ramai, anak-anak berbaris sambil membawa kotak makan stainless. Bau nasi hangat dan tumisan sayur memenuhi udara.
“Wah, hari ini lauknya ikan ya, Bu!” seru Arif, siswa kelas lima yang tampak antusias membuka paketnya.
“Yuk, dimakan dulu sebelum dingin,” sahut Ibu Rani, guru kelasnya. “Jangan lupa sayurnya juga, itu yang bikin kuat.”
Suasana seperti itu kini bisa ditemui di banyak sekolah dasar di Indonesia. Tidak ada kantin yang memasak di tempat, karena makanan disiapkan di dapur khusus di luar sekolah—oleh penyedia jasa katering yang sudah ditunjuk. Anak-anak menerima satu paket makanan lengkap, tanpa opsi nambah atau pilih menu.
Bagi mereka, ini bukan cuma soal makan gratis. Ini tentang perhatian negara yang hadir sampai ke meja makan kecil di ruang kelas.
Bukan Sekadar Seremonial
Setiap 16 Oktober, dunia memperingati Hari Pangan Sedunia, momen untuk mengingatkan bahwa makanan adalah hak dasar manusia, bukan kemewahan.
Tapi di Indonesia, momen ini tak berhenti di seremoni. Ia diwujudkan dalam langkah nyata lewat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) — upaya untuk memastikan anak-anak tak belajar dalam keadaan lapar.
Masih banyak siswa yang datang ke sekolah hanya sarapan dengan teh manis atau singkong rebus. Di tengah kondisi ekonomi yang serba naik, makan bergizi jadi hal yang kadang sulit dijangkau. Maka, ketika program MBG hadir, rasanya seperti napas baru di tengah banyak keluarga yang berjuang.
Dari Dapur Terpusat ke Piring Anak Sekolah