Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Guru yang masih belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hasil Survei P2G: Teknologi Digital dan Dilema Para Pendidik

25 Februari 2024   00:01 Diperbarui: 25 Februari 2024   00:01 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi via image creator Canva 

"Kemajuan teknologi tanpa kearifan akan menjauhkan manusia dari nilai kemanusiaan."

Revolusi industri 4.0 telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Berbagai pekerjaan kini banyak yang dibantu, bahkan digantikan oleh teknologi digital. Tidak terkecuali profesi guru.

Kemajuan teknologi memang membawa banyak kemudahan bagi para guru. Mulai dari administrasi yang kini bisa dilakukan secara digital, hingga proses belajar mengajar yang didukung berbagai aplikasi edukasi. Teknologi digital juga memungkinkan pemerataan kualitas pendidikan ke pelosok nusantara melalui pembelajaran daring. 

Namun di balik kemudahan itu, ketergantungan yang berlebihan pada teknologi digital juga memiliki risiko tersendiri. Survei internal Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) pada 26 Desember 2023 sampai 26 Januari 2024 di 26 provinsi dengan jumlah 207 responden guru justru memperlihatkan data yang mengkhawatirkan.

Sebanyak 78,3 persen guru mengaku aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) tidak meringankan pekerjaan mereka. Pada survei serupa, hanya 16,6 persen guru menjawab bahwa PMM berdampak pada berkurangnya beban administrasi, sedangkan 83,4 persen atau sebagian besar guru merasa PMM menambah beban mereka.

Kelebihan PMM yang mengintegrasikan semua layanan ternyata juga menjadi kelemahannya. PMM seperti menjadikan guru terpenjara dalam menara pengawas digital atau yang disebut Panopticon. Menara pengawas ini memiliki tiga ciri, yaitu bisa melihat semuanya, bisa terus-menerus melihat obyek, dan membuat obyek merasa diawasi sehingga akan mendisiplinkan dirinya sendiri.

Para guru merasakan ketiganya saat berhadapan dengan PMM. PMM selalu merongrong lewat notifikasi, iklan, imbauan pihak berwenang yang terus menerus muncul. Ini jauh lebih memenjarakan secara mental bagi guru. 

Dalam setiap tahap pelatihan di PMM, guru disyaratkan membagikan kegiatannya ke kanal media sosial pribadi. Bahkan beberapa pelatihan mensyaratkan komentar dari guru lain sebagai validasi kelulusan. Hal ini yang membuat guru terjebak dalam labirin digital tak berujung. Mereka saling memenuhi permintaan validasi agar bisa menyelesaikan tahapan pelatihan di PMM.

Teknologi digital memang punya andil besar dalam mengembangkan profesionalisme guru. Namun penerapannya perlu memperhatikan aspek kemanusiaan agar tidak berlebihan dan justru memberatkan guru. Ketergantungan berlebih pada teknologi dapat mengikis nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun