Mohon tunggu...
Syahkira Putri Arwiana
Syahkira Putri Arwiana Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi

Saya adalah seorang mahasiswa yang suka membaca dan menulis, diluar itu saya juga senang bernyanyi saat waktu senggang. Saya juga berkepribadian disiplin dan suka beropini akan hal baru, dari situlah timbul cela untuk menambah wawasan yang lebih luas. Dan… saya juga mudah untuk berbaur bersama orang baru, karena dari situ juga relasi hidup bertambah. Nice to meet you, guys!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Analisis Pelanggaran Ketenagakerjaan: PT Freeport Indonesia: Dinilai Melanggar HAM (2013)

12 Oktober 2025   20:20 Diperbarui: 12 Oktober 2025   20:19 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syahkira Putri Arwiana
Fakultas Hukum Universitas Jambi
E-mail: syahkiraputri241206@gmail.com

Abstrak: 
Artikel ini mengkaji pelanggaran peraturan ketenagakerjaan dari sudut pandang peraturan perundang-undangan terkait potensi dampak hukum dari pelanggaran tersebut. Analisis terhadap beberapa contoh peraturan ketenagakerjaan yang sering muncul di dunia kerja dilakukan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan turunannya. Berbagai pelanggaran terdeteksi melalui studi kasus, yaitu terkait tidak menjamin/memberikan keselamatan dan kesehatan kerja. Konsekuensi hukum dari salah satu pelanggaran ini diperiksa, beserta tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Hal ini termasuk sanksi administratif dan perdata bagi pengusaha yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pentingnya menaati Undang-Undang Ketenagakerjaan demi terciptanya hubungan kerja yang adil dan positif ditekankan dalam kesimpulan, begitu pula dengan pentingnya pemberi kerja dan pekerja untuk mengetahui Undang-Undang tersebut guna menghindari pelanggaran di masa depan.
Kata Kunci: K3, Ketenagakerjaan, Pelanggaran.
 
Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap individu, tidak peduli ras. agama, jenis kelamin, orientasi seksual, atau status sosial-ekonomi mereka. Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang dinyatakan dalam berbagai instrumen hukum internasional, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, serta instrumen-instrumen regional dan nasional lainnya. Hak asasi manusia mencakup hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak-hak kolektif. Hak-hak sipil dan politik mencakup hak untuk hidup, kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat, serta hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil di hadapan hukum. Sementara itu, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi hak untuk bekerja, hak atas standar hidup yang layak, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, dan hak atas perumahan yang layak.

Konsep hak asasi manusia mencerminkan pengakuan bahwa setiap individu memiliki nilai intrinsik dan martabat yang harus dihormati dan dilindungi. Ini juga menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak tersebut. Artinya, negara memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia setiap individu, tidak hanya dengan tidak mencampuri hak-hak tersebut, tetapi juga dengan menciptakan kondisi yang memungkinkan individu untuk menjalankan hak-hak mereka dengan bebas dan tanpa diskriminasi.

Dalam konteks ketenagakerjaan, hak asasi manusia menjadi sangat relevan karena tempat kerja adalah lingkungan di mana individu menghabiskan sebagian besar waktu mereka. Oleh karena itu, karyawan memiliki hak untuk bekerja dalam lingkungan yang aman, adil, dan bebas dari diskriminasi dan pelecehan. Ini mencakup hak untuk bekerja tanpa takut akan diskriminasi berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, atau karakteristik lainnya, hak untuk mendapatkan upah yang adil dan layak, hak untuk istirahat yang memadai, dan hak untuk dilindungi dari bahaya fisik dan psikologis di tempat kerja.

Pada permasalahan yang timbul di PT Freeport Indonesia mengindikasikan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh beberapa karyawan, sebagaimana yang dijamin dalam hukum ketenagakerjaan. Yaitu kurangnya sarana dan prasarana keselamatan kerja menempatkan karyawan dalam risiko yang tidak perlu dan melanggar hak mereka untuk bekerja dalam lingkungan yang aman dan sehat, sebagaimana dijamin dalam hukum ketenagakerjaan. Sarana keselamatan yang memadai adalah bagian integral dari pihak pekerja yang diatur oleh hukum ketenagakerjaan, dimana pengusaha memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan yang diperlukan kepada karyawan.

Dengan demikian, kondisi kerja di PT Freeport Indonesia saat itu, tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam hukum ketenagakerjaan, maka dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia setiap karyawan. Oleh karena itu, tindakan yang diperlukan adalah memastikan bahwa perusahaan mematuhi peraturan ketenagakerjaan yang berlaku untuk melindungi hak dan kesejahteraan para pekerja sekaligus memastikan penghargaan terhadap hak asasi manusia mereka.
 
 
Pembahasan
1.Implementasi Hak Tenaga Kerja Dalam Peraturan UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pada PT Freeport Indonesia.

Hak tenaga kerja merupakan hal yang fundamental yang harus dijunjung tinggi dan sepatutnya harusnya dimiliki setiap pekerja dalam melaksanakan hubungan kerja. Sebagai manusia, setiap pekerja berhak atas perlakuan yang adil dan layak di tempat kerja. Dalam pemenuhan Hak para pekerja, pada dasarnya sudah tertulis di perjanjian kerja antara pekerja dan pemberi kerja pada awal adanya kesepakatan. Perjanjian kerja adalah persetujuan bersama berdasarkan kesepakatan untuk melakukan penyerahan tenaga kerja sekaligus hak kepemilikan atas hasil kerja. Perjanjian kerja ini adalah sebagai transaksi hukum yang dilakukan antara kedua belah pihak (majikan dan pekerja) secara konsenual untuk membentuk hubungan kerja. Keseimbangan antara Peraturan yang dibuat Perusahaan haruslah bersandar pada Undang- undang yang berlaku mengenai Hak maupun Kewajiban pekerja. Perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalamPasal 1320KUHPerdata juga dalam Pasal 51 ayat (1) dan (2) Undnag- Undang Nomor 13 Tahun 2003, perjanjian kerja dibuat secara tertulis dan lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai denganperaturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Pada kenyataannya, terjadi indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia yang tidak mengimplementasikan perjanjian kerjanya dengan baik. Terdapat 1 pelanggaran yang terjadi di PT Freeport Indonesia, yaitu mengenai aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
 
Pemenuhan Hak Mengenai Aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Dikutip dari berita yang beredar dan telah dianalisis, bahwa ada peristiwa runtuhnya terowongan di areal tambang bawah tanah Big Gossan PT Freeport Indonesia pada 14 Mei 2013 mengakibatkan 28 orang tewas dan 10 luka-luka. Untuk mengusut peristiwa itu, berbagai tim investigasi dibentuk oleh bermacam lembaga mulai dari pemerintahan, internal PT Freeport dan independen. Menurut komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, sampai saat ini hasil investigasi yang dilakukan bermacam tim tersebut tidak dipublikasikan kepada masyarakat luas. Padahal, peristiwa itu merupakan kecelakaan tambang bawah tanah terbesar di Indonesia.
Pigai menyesalkan sikap “bungkam” berbagai pihak atas peristiwa itu. Ujungnya, hingga kini belum ada pihak yang dijatuhi sanksi akibat kelalaian yang mengakibatkan jatuh korban. 

Padahal, jika mengacu negara lain seperti Amerika Serikat, sebuah kecelakaan tambang yang disebabkan oleh kelalaian berbuah hukuman berat kepada pihak yang bertanggungjawab. Bahkan perusahaan yang bersangkutan terancam ditutup.

Di dunia ini jarang sekali kecelakaan tambang yang menewaskan puluhan orang berakhir tanpa sanksi dan hukuman (kepada pihak yang bertanggungjawab,-red),” kata Pigai dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM Jakarta, Jumat (14/2).

Terkait pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM atas peristiwa itu Pigai menjelaskan dasar hukumnya adalah pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Mengacu ketentuan itu Komnas HAM melakukan sejumlah hal seperti mengadakan pertemuan dengan jajaran komisaris dan direksi PT Freeport Indonesia, Kapolda Papua, Kementerian ESDM dan melakukan pemeriksaan ke lokasi kejadian. Serta mempelajari berbagai dokumen terkait seperti hasil pemeriksaan kecelakaan oleh Kementerian ESDM, Kepolisian dan jawaban manajemen PT Freeport Indonesia atas peristiwa itu.

Hasilnya, Pigai melanjutkan, Komnas HAM memastikan peristiwa itu terjadi pagi hari saat jam kerja di areal tambang. Kemudian, dipastikan kejadian itu merupakan kecelakaan tambang dan bukan kejadian alam. Lalu, tidak ada pengawasan khusus dari tenaga ahli atas kondisi batuan di terowongan Big Gossan. Pengawas tambang dari Kementerian ESDM sangat minim untuk mengawasi wilayah operasi PT Freeport Indonesia sehingga kegiatan pertambangan tidak terkontrol maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun