Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seharusnya Bukan Sekedar Dwifungsi Tapi Multifungsi TNI

5 Oktober 2016   12:14 Diperbarui: 5 Oktober 2016   12:20 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setiap tanggal 5 Oktober, Tentara Nasional Indonesia (TNI) memperingati hari jadinya dengan merujuk kepada sejarah dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang pada 5 Oktober 1945 resmi dibentuk oleh Presiden Soekarno. Secara historis, militer Indonesia banyak mengalami perubahan bentuk sejak masa awal kemerdekaan.

Sebelum TNI, militer Indonesia terbentuk dengan nama Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan kemudian berubah menjadi TKR dan terakhir berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Adapun peralihan nama menjadi TNI baru dikukuhkan Presiden Soekarno pada 3 Juni 1947. Sempat berganti nama menjadi ABRI pada 1962 mengingat fungsi kepolisian dan TNI relatif memiliki kesamaan, sehingga dua kekuatan bersenjata ini digabung dalam wadah ABRI. ABRI-pun kemudian berubah kembali menjadi TNI setelah reformasi 1998 bergulir di Indonesia.

Saya kira, penamaan TNI yang sekarang ada saat ini memiliki korelasi penting dengan sebutan-sebutan sebelumnya yang menggandengkan nama “rakyat” dibelakangnya. TNI dengan demikian merupakan bagian utama dari rakyat Indonesia yang memiliki fungsi khusus sebagai rakyat yang dipersenjatai dan berfungsi menjaga keamanan dan ketahanan negara.

Tidak semua rakyat dipersenjatai atau memiliki fungsi khusus sebagaimana yang disematkan kepada TNI, oleh karena itu karena kekhususan TNI, muncul kemudian istilah dwifungsi yang mengisyaratkan bahwa TNI selain berfungsi sebagai penjaga keamanan negara juga dapat mengisi pos-pos penting dalam struktur kekuasaan negara. Sebagai bagian dari masyarakat, TNI tentunya juga memiliki hak dan kewajiban sama dengan rakyat lain pada umumnya walaupun TNI diberikan kewenangan khusus sebagai warga negara yang dipersenjatai dalam setiap pelaksanaan tugas-tugasnya.

Namun demikian, konsep dwifungsi TNI yang sempat dipertanyakan publik akibat peran TNI yang begitu besar sehingga seringkali menggantikan peran-peran sipil dalam roda pemerintahan semakin menambah desakan warga sipil untuk mereposisi kembali peran dan fungsi TNI dalam masyarakat. Akibatnya, TNI sejak masa reformasi kemudian “dipaksa” untuk meninggalkan dwifungsinya dan kembali ke fungsi sebenarnya hanya sebatas menjaga pertahan dan keamanan negara.

Padahal, dalam banyak hal saya kira, dwifungsi memiliki banyak keuntungan bagi negara melihat dari komposisi TNI yang juga berasal dari rakyat sipil sebelumnya. Peran-peran non-militer yang diberikan kepada TNI diberbagai sektor dalam masyarakat sebenarnya juga dapat berfungsi sebagai penguat bagi eksistensi sebuah negara. Umumnya, kekecewaan warga sipil terhadap dwifungsi TNI hanyalah kecemburuan sosial dimana TNI justru semakin banyak menempati pos-pos pemerintahan dan swasta yang semestinya hak mereka sebagai warga sipil.

Setelah dwifungsi TNI dicabut, yang terjadi justru seakan-akan terdapat gap yang lebar antara TNI dan sipil. Sipil terkesan memiliki kecenderungan traumatik yang cukup dalam apalagi dengan berbagai macam opini yang terbentuk bahwa cara-cara TNI dalam menyelesaikan masalah selalu bersifat militeristik.

Keistimewaan anggota TNI yang dilatih secara khusus untuk menghadapi perang  dan dipersenjatai memberikan image yang negatif dimata publik. Bahkan, banyak diantara aktivis yang kemudian menyuarakan lebih keras agar TNI kembali ke barak, berfungsi sebagai alat negara yang dimanfaatkan pada waktu negara dalam keadaan perang saja, diluar itu, peran dan fungsi TNI dalam semua lini justru dimandulkan. Lalu dengan demikian, sebenarnya TNI dicintai rakyat atau tidak? Jika sejauh ini peran-peran TNI di masyarakat seringkali dicurigai?

Saya kira ada baiknya kita mengutip perkataan Panglima Besar Sudirman pada waktu di Yogyakarta pada 1 Januari 1946, “Tentara bukan merupakan satu golongan diluar masyarakat, bukan satu kasta yang berdiri diatas masyarakat, tentara tidak lain dan yidak lebih dari salah satu bagian dari masyarakat yang mempunyai kewajiban tertentu”.

Dari pernyataan Pak Dirman tersebut terdapat pemahaman bahwa ruh atau jiwa TNI sebenarnya adalah rakyat, bersatu dengan rakyat dan semakin kuat ketika bahu-membahu bersama rakyat. Justru yang membedakan TNI adalah tugas dan fungsinya yang tidak sama bebannya dengan masyarakat sipil pada umumnya. TNI dengan demikian memiliki kewajiban tertentu yaitu menjaga keamanan negara selain tentunya kewajiban-kewajiban dan hak-hak lainnya yang relatif sama dengan sipil.

Sebagai sebuah bagian dalam masyarakat, semestinya bukan hanya dwifungsi saja yang dibebankan kepada TNI, tetapi justru multifungsi TNI. Hal inilah kemudian yang disebutkan oleh Jenderal TNI Moeldoko, bahwa tidak ada dwifungsi TNI, yang ada justru multifungsi. Multungsi yang dimaksud adalah bahwa TNI bisa bekerja sama dengan sipil dalam sektor-sektor pemerintahan guna memperkuat juga melindungi eksistensi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun