Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Polemik Soal Penetapan Cagar Budaya Situs "Mbah Priok"

9 Maret 2017   11:34 Diperbarui: 11 Maret 2017   04:00 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Situs “Mbah Priok” yang konon dipercayai oleh masyarakat Betawi sebagai tempat disemayamkannya jenazah Habib Hasan bin Muhammad al-Haddad beberapa waktu yang lalu ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Penetapan ini dilatarbelakangi oleh alasan bahwa Mbah Priok dianggap sebagai seorang ulama yang berjasa terhadap penyebaran Islam di tanah Betawi. Penetapan ini dianggap oleh sebagian pihak sebagai hal yang terburu-buru, bahkan sangat sembrono mengingat bahwa kajian mengenai penetapan sebuah cagar budaya tidak berdasar pada sekedar pada aturan perundang-undangan, tetapi harus memiliki relevansi dengan sejarah sehingga dapat diungkap fakta yang sebenarnya berdasarkan kesepakatan dari beragam ahli yang dilibatkan dalam penetapan sebuah cagar budaya.

Bagi saya yang bukan ahli sejarah, namun selalu penasaran dengan sejarah, Betawi sejatinya memiliki ulama-ulama besar yang sejak kurun waktu penjajahan kolonial Belanda dapat dianggap sebagai penyebar ajaran Islam. Budayawan Betawi, Ridwan Saidi misalnya, menyebut beberapa nama yang dianggap sebagai tokoh penyebar agama Islam di Betawi, seperti Syekh Quro, Kian Santang, Pangeran Syarif Lubang Buaya, Dato Ibrahim Condet, Dato Biru Rawabangke dan lain-lain. Secara historis, nama Habib Hasan bin Muhammad al-Haddad justru tidak disebutkan oleh para sejarawan sebagai salah satu dari penyebar agama Islam di Bumi Nusa Kelapa—sebutan untuk Batavia masa lalu.

Jika kemudian situs Mbah Priok yang melegenda itu ditetapkan sebagai cagar budaya terlebih dengan alasan bahwa Mbah Priok dianggap sebagai penyebar agama Islam di Betawi justu bisa menjadi kecacatan sejarah. Hal ini juga ditegaskan oleh sejarawan JJ Rizal bahwa penetapan situs Mbah Priok sebagai cagar budaya oleh Ahok telah mengabaikan berbagai kajian ilmiah dan fakta historis tentang sejarah Islam di Jakarta, terutama di kawasan Tanjung Priok. 

Rizal bahkan menyatakan, bahwa hingga hari ini belum ada satupun hasil penelitian tentang sejarah Syiar Islam yang dilakukan Mbah Priok di Jakarta. Hal ini sejalan dengan ungkapan Ridwan Saidi, bahwa Rizal menganggap dari sekian jaringan ulama yang dicatat sejarah sebagai tokoh yang berjasa dalam mengislamkan tanah Betawi, nama Mbah Priok-pun tidak pernah tercatat.

Habib Hasan bin Muhammad al-Haddad sendiri sebenarnya adalah seorang ulama besar kelahiran Palembang pada tahun 1772 yang merantau ke wilayah Jakarta. Sejarah mengenai dirinya memang tidak banyak diketahui, hanya berdasarkan tradisi oral yang dilakukan masyarakat sekitar. Lain halnya dengan tokoh agama Islam lainnya yang menjadi panutan masyarakat Betawi, seperti Habib Usman bin Yahya yang dikenal sebagai Habib Kwitang, beliau memiliki ratusan karya tulis yang dapat ditelusuri bagaimana sejarah dan pemikirannya. Kepiawaiannya dalam ilmu-ilmu keislaman kemudian mengantarkannya sebagai mufti Batavia sekaligus adviseur honorer  untuk urusan Arab selama kurun waktu 1899-1914 di kantor Voor Inlandsche Zaken.

Memang sedikit menggelitik banyak pihak soal kenapa kemudian Ahok secara tiba-tiba mengeluarkan surat keputusan cagar budaya terhadap situs Mbah Priok yang sempat beberapa kali menuai polemik dengan gubernur-gubernur sebelumnya. Beberapa kali menurut cerita dari media, bahwa situs Mbah Priok ini hendak digusur, bahkan sudah pernah dilakukan masa pemerintahan Kolonial Belanda dan Orde Baru, namun tidak pernah ada yang berhasil. 

Kejadian berdarah yang sangat mengerikan justru terjadi ketika Jakarta dibawah kepemimpinan Fauzi Bowo yang hendak menggusur makam Mbah Priok pada tahun 2010, dimana bentrokan berdarah terjadi antara masyarakat dan petugas Satpol PP hingga banyak yang terluka dan korban meninggal dunia.

Bagi saya dan mungkin siapapun, pasti akan memiliki prasangka bahwa keputusan Ahok untuk menetapkan makam Habib Hasan bin Muhammad al-Haddad atau Mbah Priok melalui SK Gubernur Jakarta No 438 Tahun 2017 sangat kental dengan nuansa politis. Keputusan ini dikeluarkan justru bertepatan dengan akan dilaksanakannya pilkada putaran kedua pada April mendatang. Belum lagi, soal adanya kecacatan sejarah mengenai keberadaan Habib al-Haddad yang luput dari kajian-kajian historis soal Islam di Batavia. 

Dalam kajian politik, Ahok secara tidak langsung sedang membangun kembali image politiknya ditengah pertentangan masyarakat soal kasus penistaan agama yang menghancurkan image dirinya. Ahok menjalankan apa yang dinamakan sebagai taktik infusing, yaitu menambal stigmatisasi negatif terhadap dirinya dengan hal-hal yang bersifat positif. Biasanya praktek infusing ini dilakukan dengan cara memberikan penghargaan atau tanda jasa, baik kepada seseorang atau bisa tempat/situs sebagai pengubah image negatif yang selama ini lekat kepada dirinya.

Lagi pula mungkin banyak pihak yang bertanya-tanya, bahwa seorang Ahok yang dianggap sangat rasional dalam menjalani serangkaian aktivitas politiknya, lalu tiba-tiba sangat peduli terhadap sebuah makam. Padahal, keberadaan sebuah makam, apalagi berkait dengan makam-makam para tokoh agama—semisal waliyullah—sangat kental dengan tradisi mistisisme yang jauh dari nuansa rasional. 

Bahkan, bagi sebagian kalangan muslim, pemujaan yang berlebihan kepada situs-situs yang dianggap dapat memberikan berkah adalah perbuatan klenik dan dapat dihukumi syirik bagi siapa saja yang memujanya. Bagi saya, keberadaan situs Mbah Priok yang selama ini ada, tanpa harus diputuskan melalui SK gubernur-pun sudah menjadi “situs budaya” yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun