Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Menebar Kedamaian, Sudah Pasti Tak akan "Ditolak"

28 Desember 2017   12:12 Diperbarui: 29 Desember 2017   04:01 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Berita viral menyoal penolakan beberapa penceramah, kini tidak lagi sebatas di wilayah negeri sendiri, namun jauh merambah hingga ke luar negeri. 

Tak ada alasan yang pasti, mengapa terjadi penolakan, paling-paling yang selalu menjadikan latar belakang penolakannya adalah seputar track record seorang penceramah yang jauh dari nilai-nilai kesejukan dan kedamaian. 

Jangankan soal penceramah, seorang pejabat negara-pun bisa ditolak oleh otoritas setempat, lagi-lagi bukan karena campur tangan penguasa, pihak-pihak tertentu, ataupun adanya berita "hoax" yang melatarbelakangi penolakannya, tapi barangkali ini soal subjektivitas yang pasti sulit diganggu gugat dan lebih banyak tak bisa diterima akal sehat.

Jika penceramah ditolak di negeri sendiri, mungkin saja karena setiap orasinya menimbulkan keresahan sebagian masyarakat, karena isi ceramahnya ditengarai bernada "provokatif" tidak edukatif atau seringkali malah "reaktif" bukan persuasif. 

Bagi saya, ceramah apalagi bersifat keagamaan, tidak saja harus membawa nilai-nilai kedamaian, namun jauh dari itu refleksi atas nilai kejujuran yang tentu saja keluar dari misi-misi "kekelompokkan", fanatisme golongan, yang seakan-akan bahwa kelompok dirinyalah yang paling benar sedangkan pihak lain jelas dianggap kalangan yang tidak pantas menebarkan nilai-nilai keagamaan dengan nuansa kedamaian.

Bagi seseorang yang kemudian keberadaannya ditolak oleh beberapa pihak, seharusnya memang lebih introspeksi kedalam dirinya sendiri, benarkan bahwa isi dari ceramah keagamaannya menuai sikap reaktif dari masyarakat? Ceramah "zaman now" memang seperti menabuh genderang perang dengan pihak-pihak lain yang berseberangan, bukan membangun dan menjalin komunikasi yang erat, sehingga sikap ta'ashub (fanatisme) kekelompokan tidak serta merta menohok atau menyalahkan pihak-pihak lainnya. 


Kenyataan ini belakangan semakin jelas dirasakan, bahwa ceramah keagamaan lebih bernuansa "profokatif" tidak edukatif, sehingga wajar jika timbul reaksi berbeda yang muncul di tengah-tengah publik.

Itulah kenapa, Nabi Muhammad dibekali oleh "rahmat" dan "kelemahlembutan" yang tertanam kuat dalam hatinya, sehingga setiap dakwahnya untuk mengajak ke "jalan yang lurus", bukan berdasarkan "subjektifitas" dirinya, tetapi lebih banyak didasarkan atas "objektifitas" bagaimana seharusnya masyarakat tidak terpancing menjadi "reaktif" atas ungkapan berdakwah dirinya. 

Gambaran kelemahlembutan itu tegas digambarkan Al-Quran, "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu" (QS. Ali Imran: 159).

Membayangkan Nabi Muhammad berdakwah, adalah membayangkan betapa setiap orang merindukan kehadiran beliau, karena kepiawaiannya "mengajak" pihak lain untuk berbuat baik, bukan justru membuat pihak lain lari ketakutan atau bahkan menolak setiap dakwah yang dirinya jalankan. 

Salah satu prinsip Nabi Muhammad dalam berdakwah, tentu saja lintas batas, multi-etnis, multi-keyakinan, didasarkan pada cara pandangnya yang "moderat", termasuk menyesuaikan siapa dan pihak mana yang menjadi lawan bicaranya. "Umirna 'an ukallima an-naas bi qadri 'uqulihim" (Saya diperintahkan untuk berdakwah sesuai dengan kapasitas dan kemampuan para audiensnya").

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun