Dengan cara ini, kebetulan tidak pernah sungguh-sungguh ada. Ia hanyalah jembatan bahasa antara ketidaktahuan kita dan pengetahuan Allah.
Maka, apakah yang kita sebut kebetulan sesungguhnya hanya keterbatasan kita membaca takdir? Mungkin iya. Kebetulan adalah kaca mata manusia yang rabun dalam membaca pola besar. Tetapi rabun bukan berarti buta. Kita masih bisa menebak, menafsir, memaknai.
Barangkali justru di situlah letak indahnya hidup. Kalau semua sudah jelas dari awal, hidup kehilangan rasa. Dengan adanya "kebetulan," kita tetap punya ruang untuk heran, untuk bersyukur, untuk kagum pada rancangan yang lebih besar daripada hitungan kita.
Pada akhirnya, kebetulan adalah bahasa kecil untuk menyebut misteri takdir yang terlalu besar bagi pikiran kita. Dan mungkin, yang paling penting bukanlah membedakan antara kebetulan dan takdir, melainkan belajar membaca keduanya dengan hati yang lapang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI