Hargai proses, bukan hanya hasil --- Peneliti seharusnya berani gagal dan tetap diberi ruang. Negara-negara inovatif memberi insentif pada kegagalan yang cerdas, bukan hanya keberhasilan palsu.
Stop glorifikasi semu --- Bukan berarti pesimistis, tapi realistis. Kita harus bisa bedakan antara teknologi hasil download dan rekayasa hasil perenungan.
Dorong rekayasa fundamental --- Jangan hanya merakit dari modul yang sudah ada. Dorong generasi baru untuk berpikir dari nol: kenapa ini harus ada? Bisa nggak ini dibuat dengan cara baru?
Saya ingin mengusulkan pendekatan baru: dari ATMÂ ke ATJÂ --- Amati, Tiru, Jebol. Artinya, setelah meniru, harus ada momen "melampaui" --- membongkar logika yang lama dan membuat sesuatu yang benar-benar baru. Bukan menambah sensor ke alat lama dan menyebutnya penemuan.
Indonesia tidak kekurangan SDM cerdas. Tapi kita kekurangan sistem yang membiarkan mereka tumbuh sebagai pencipta, bukan hanya teknisi. Kita perlu revolusi epistemik: dari meniru ke mencipta. Dari membuat ke menggugah. Dari prototipe ke paradigma.
Kalau tidak, maka sepuluh tahun lagi, kita masih akan menyebut robot rakitan Arduino sebagai "kebanggaan anak bangsa" --- sementara bangsa lain sudah menciptakan kesadaran buatan dan etika mesin.
Dan kita masih sibuk selfie di samping alat "ciptaan" kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI