Mohon tunggu...
Syafrizal
Syafrizal Mohon Tunggu... Mahasiswa - pelajar

saya sedang belajar di bangku perkuliahan dan sedang mengembangkan sebuah karya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku Memilih Angkringan

8 Maret 2021   08:30 Diperbarui: 8 Maret 2021   08:32 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Yogyakarta terkenal dengan kota yang unik.Kalian lihat saja dari ujung utara sampai selatan,dari pusat kota sampai gang kecil. Kegelian orang-orang bersatu padu disini. Banyak julukan yang disematkan mulai kota gudeg,pelajar,wisata,dan masih banyak lainnya.Kota Pelajar sebutan yang sering terekspost dari luar mengenai jogya. 

Dari julukan tersebut,tersemat budaya yang unik disela bangunan tinggi padat penduduk. Dari sudut-sudut jalan yang kosong berdiri sebuah warung kecil yang sederhana. Nampak dari jauh seperti pangkalan ojek atau malah gubuk sederhana.Cobalah lihatlah dari dekat bangunan apa itu,ternyata warung makanan, Bagi kami kaum musafir menyebutnya Angkringan.

Biasanya kami sepulang ngampus mampir di salah satu angkringan. Bukannya kami tak mau jajan di warung lain melainkan kantong terlalu dalam. Pak amin sebutan biasa yang kami sering kami ucapkan. Dia berpenampilan sangat sederhana dan bewajah selalu bahagia. Biasanya kami sekedar membeli es the dan sebatang rokok. Berbagai makanan yang dijajakan mulai gorengan,sate usus,es the,sego kucing, dan masih banyak lainnya.

Disela meminum es teh biasanya aku berbincang kecil dengan Pak Amin. Mulai kondisi sekarang sampai cerita pribadi dia. Terkadang kami juga berbincang sampai menemai di menutup warung tersebut. Perbincangan tersebut tidak mesti direncanakan akan tetapi mengalir sesuai keinginan saja. Disela perbincangan dan seringnya kesitu,aku mulai memperhatikan aktivitas apa saja yang ada disitu. Bagaimana proses Pak Amin menjajakan dagangannya,orang-orang membeli bahkan sampai orang menitipkan dagangannya.

Obrolan yang sering kami perbincangkan mulai dari masalah pribadi sampai keadaan social sekarang.Terkadang penjual menjadi teman mengobrol,untuk menemani begadang.Yang enak lagi jika membeli di angkringan juga bisa 'ngutang'.Dengan system jujur, apa aja yang dimakan saat itu. Mereka juga bisanya melunasinya kapan saja, kadang besok ,minggu depan,bahkan bisa saja lupa melunasinya.

Terkadang kita tidak sadar bahwa disamping kita membeli,di angkringan bisa saja membantu kehidupan finansialnya. Baik pedagang angkringan tersebut ataupun orang-orang yang menitipkan dagangannya. Coba kalian bayangkan mulai bisa mencukupi keluarga sampai untuk biaya sekolah anak-anaknya. Tak disadari juga Angkringan sudah menerapkan sistem ekonomi kerakyatan. Seperti yang sudah diulas diatas bahwasannya banyak orang yang menggantungkan hidupnya melalui angkringan.

Ada yang unik juga disalah satu angkringan bila mana kalian membeli es teh pasti volume yang didapat lebih banyak diplastik dari pada di minum ditempat.cKok bisa,ya coba saja buktikan. Dan masing-masing es teh berbeda dengan angkringan lainnya. Itu juga terjadi di jajanan lainnya.

Melihat segi pandang ekonominya bahwasannya 'angkringan'tidak terlalu mewah dibanding dengan lainnya.Banyak segi moral ataupun etika bisnis .Jangankan muluk-muluk ngomongin soal bisnis,mereka pun tak terlalu mahir mengenainya.Ngomongin soal keadilan dalam bisnis,mereka sudah mempraktekannya dari lama. Lihat saja apa yang dijajakannya tidak semua milik dirinya.Akan tetapi,banyak juga dari sebagian makanan milik orang lain dengan system 'titip'.

Kejujuran dalam sistem jual-belinya juga sangat dijunjung tinggi. Tidak mungkin juga penjual memperhatikan pembeli satu-satu apa saja yang dimakan di situ. Mereka para pemilik angringan percaya penuh dengan customer. Lihat saja sangat membayar mereka menyebutkan satu persatu makanan yang dimakan dan si pemilik menghitungnya didepannya. Tak ada kata munafik ataupun pembohongan harga. Toh juga keuntungan kempali pada mereka.

Angkringan juga disebut titik kumpul social. Dimana semua pembeli  berlatar belakang yang berbeda. Tidak ada pembedaan kasta,yang dimana yang kaya harus duduk dan yang miskin 'ngemper'. Semua sama membeli dengan keyakinan kebersamaan dan tidak adanya keterpaksaan. Dan bahwa ingin memecah 'masalah' dengan adanya perbicangan dengan semua orang.

Mereka tak bisa banyak mengharapkan dari angkringan. Contohnya Pak Amin yang sudah sangat bersyukur bisa berjualan di tengah kepadatan kota dan sulitnya mencari pekerjaan. Apa yang dihasilkan hari ini sudah sangat cukup untuk kehidupanya.Apa yang kalian beli bisa saja mengubah kehidupan seseorang bahkan kemajuan negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun