Mohon tunggu...
Syafira Aryanta
Syafira Aryanta Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mengenal isu terbaru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aksesori Demokrasi dalam Pemilu di Indonesia

13 Februari 2024   01:28 Diperbarui: 13 Februari 2024   01:42 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia, pada tanggal 14 Februari tahun 2024 akan dilaksanakan pemilu. Pemilihan umum (pemilu) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD). Selain itu, pemilu di Indonesia  juga untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2007, pemilu di Indonesia dilaksanakan secara langsung, umum, bebas , rahasia, jujur, dan adil.

Salah satu agenda dalam  pemilu adalah adanya debat politik. Semarak acara debat politik antara calon presiden dan calon wakil presiden menjadi aksesoris demokrasi yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Plan debat politik dalam perkembangan Indonesia sekarang ini faktanya memiliki pengaruh yang besar bagi eksistensi pembentukan popularitas politik di tengah publik. Acara debat calon pemimpin Indonesia ini menjadi sarana penting untuk menyampaikan visi misi termasuk juga penguasaan isu-isu yang menarik untuk dibahas oleh pasangan capres dan cawapres.

Para calon pemilih akan melihat suguhan debat sebagai uji coba kemampuan calon pemimpin mereka untuk menyelesaikan setiap tantangan dan tanggung jawab terhadap tugasnya.

Para pemilih boleh saja menilai siapa yang terbaik dalam exchange informasi publik mengenai program politik ataupun cara mereka berkompetisi dengan kandidat lainnya. Saat pemilih berhasil menilai secara baik kemampuan dari kandidat, maka akan memilih mana kandidat yang dianggap layak dan pantas  untuk menjadi pemimpin bangsa nantinya. Hal ini tentu saja penting untuk dicermati.

Seorang calon pemimpin yang muncul dalam setiap debat politik pada dasarnya selalu berkeinginan menerima dukungan banyak pemilih. Di sini mereka harus mampu untuk cakap dalam mempresentasikan dirinya kepada khalayak umum agar dapat memberi kesan dan jaminan kuat agar pemilih dapat menjadi yakin dalam memilihnya saat pemilu. Namun, tak jarang acara debat politik menjadi ajang terbuka untuk mengetahui secara persisi kualitas masing-masing kandidat dalam pemilihan umum (pemilu).

Kegiatan debat politik tak jarang juga dimaknai sebagai sarana perbandingan penilaian, yang berarti setiap calon pemilih akan menentukan surat suara berdasarkan pertimbangan dari apa yang dilihat selama pertunjukan wacana tersaji dalam debat politik. Beragamnya komparasi penilaian ini menjadi arus utama yang terbaik bagi pemilih jika memandang kandidatnya adalah yang terbaik dibanding dengan kandidat lainnya. 

Calon presiden dan calon wakil presiden yang kurang mampu tampil maksimal dalam debat akan mendapatkan respons yang negatif dari masyarakat secara luas sehingga hal ini menjadi celah kekalahan dalam pemilu. Sebaliknya, yang dapat tampil maksimal dalam debat mereka akan mendapatkan respons yang positif dari masyarakat.

Subjektivitas tentu saja menjadi dasar utama yang mempengaruhi penilaian seseorang dalam acara debat politik. Hal ini terjadi karena apa yang disampaikan setiap kandidat dalam kontestasi debat politik secara rasional memiliki dimensi penilaian yang berbeda pula oleh setiap individu yang menontonnya. Kadang subjektivitas juga dipengaruhi oleh rasa suka dan tidak suka.

Di sinilah preferensi kepemimpinan harus dapat sejalan dengan produksi pesan yang ditampilkan dalam acara debat politik.Karena apapun retorika yang disampaikan kandidat dalam debat politik, tak akan menimbulkan reaksi apa-apa jika tidak memiliki kesesuaian dengan pengetahuan yang telah dimiliki penonton atau pengamatnya. Di sini yang dimaksud adalah calon pemilihnya.

Selain itu, bentuk komunikasi yang potensial akan menggiring kesan positif dari para pemilih dan menguatkan bahwa seorang kandidat lebih baik dari kandidat lainnya. Oleh sebab itu, wajar jika semua kandidat capres dan cawapres dalam pemilu 2024 dalam panggung debat berusaha untuk mengkonstruksi wacana politik pilihannya demi mengarahkan kepada pesan tujuan politiknya ke arah kebijakan taktis dari pada menonjolkan karakter diri sebagai sosok pembeda.

Bentuk pengajuan kebijakan yang dibawa ini tanpa disadari mengutamakan rencana (future arrange) dan keberhasilan kebijakan yang telah berhasil mereka lakukan. Para pemilih yang peka dan rasional terhadap penampilan debat, tentu saja akan menilai ajang debat politik ini sebagai informasi penting untuk melihat kembali kompetensi, kapasitas, dan kualitas calon pemimpinnya agar tak salah dalam memilih.Tetapi bagi pemilih yang irasional, semua tontonan dan narasi yang muncul dalam panggung debat politik capres dan cawapres ini akan tetap dinilai sebagai bentuk dukungan bagi calon pemimpin idolanya yang pantang mengubah arah dukungan politik dalam memilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun