Komunikasi Nonverbal merupakan serangkaian tindakan-tidakan manusia yang disusun dan ditampilkan untuk mengekspresikan sebuah pesan serta memungkinkan terjadinya potensi umpan balik (feed back) dari penerimanya. Dalam  proses berkomunikasi pun Komunikasi Nonverbal seringkali lebih dominan dibandingkan Komunikasi Verbal, bahkan dilakukan secara spontan sejak kita dilahirkan pun melakukan Komunikasi Nonverbal tanpa disadari. Jenis Komunikasi Nonverbal ini dianggap lebih dapat dipercaya karena dinilai lebih jujur dalam mengungkapkan dibandingkan Komunikasi Verbal. Oleh karena itu Komunikasi Nonverbal ini mempunyai peran yang sangat penting, banyak komunikator yang gagal dalam menyampaikan pesan lewat komunikasi verbal saja. Hal ini disebabkan komunikator tersebut tidak menginterpretasikan Komunikasi Nonverbal dengan baik.
  Namun, dalam berbagai situasi tidak semua orang dapat memahami Komunikasi Nonverbal seseorang secara akurat, baik pengirim maupun penerima pesannya. Meskipun dianggap lebih jujur dan alami, masih banyak orang yang keliru dalam mengartikan maknanya atau bahkan mengabaikannya. Hal tersebut serupa seperti public figure, seperti anggota Seventeen yang mengalami kendala saat berkomunikasi dan mengandalkan gesture tubuh untuk menyampaikan pesannya. Sayangnya, belum banyak masyarakat yang memahami berbagai bentuk Komuikasi Nonverbal dan dapat tergolong minim.  Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang Komunikasi Nonverbal terhadap jenis-jenis nonverbal dalam konteks tertentu. Lalu bagaimana peran Komunikasi Nonverbal dalam membangun kedekatan emosional antara Seventeen dan masyarakat lokal di Yogyakarta meskipun keduanya memiliki perbedaan bahasa dan budaya? Â
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, Komunikasi Nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Dalam teori Komunikasi Nonverbal ini kita dapat berasumsi bahwa tidak semua pesan yang disampaikan hanya melalui kata-kata, akan tetap bisa melalui gesture tubuh, ekspresi wajah, kontak mata dan intonasi suara. Asumsi ini dapat dilihat dari fenomena Tour anggota Seventeen saat di Yogyakarta, dimana ada beberapa anggota yang berinteraksi dengan masyarakat lokal menggunakan ekspresi wajah dan gerakan tubuh meskipun terhalang oleh bahasa. Misalnya, saat berkunjung dan ingin mencoba kuliner khas Yogyakarta, salah satu anggota Seventeen berkunjung ke penjual kopi yang populer di Yogyakarta. Ia menunjukkan gerakan tangan dan bahasa tubuhnya, gerakan ini untuk memberikan isyarat berapa porsi kopi yang ia inginkan kepada penjual tersebut. Kesamaan antara teori dan fenomena ini membuktikan bahwa berkomunikasi dengan antar individu dapat dilakukan tanpa harus selalu menggunakan bahasa yang verbal.
  Meskipun terjadi keterbatasan bahasa dan budaya, penggunaan gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan intonasi suara diantara masyarakat dan anggota Seventeen. Interaksi seperti ini menimbulkan adanya keterikatan dalam hubungan secara emosional antara keduanya.   Dampak dari fenomena tersebut, komunikasi antar keduanya tetap bisa dipahami walaupun tidak menunjukkan komunikasi verbal secara langsung. Oleh karena itu adanya interaksi ini memberikan citra yang positif di sekitarnya. Namun, jika Komunikasi Nonverbal tidak gunakan secara baik atau disalah artikan bisa memicu kesalahpahaman antara anggota Seventeen.
Agar komunikasi bisa menjadi lebih efektif di masa depan, penting bagi kita untuk melakukan pendekatan yang lebih intens dan interaktif, terlebih lagi dalam konteks lintas budaya seperti tour guide Seventeen di Yogyakarta. salah satu upaya yang dapat dilakukan dari fenomena tersebut adalah mempersiapkan seorang penerjemah atau melakukan pelatihan komunikasi lintas budaya bagi tokoh publik sebelum melakukan tour. dalam hal ini, peran komunikator sebagai media serta tokoh publik yang sangat penting untuk mengekspresikan sebuah pesan bermkana antara Seventeen dan masyarakat lokal. memberikan edukasi kepada masyarakat lokal untuk memperdalam pengetahuan tentang jenis-jenis makna mulai dari gesture yang digunakan sebagai simbol pesan oleh tokoh publik tersebut dan masyarakat yang memahami pesannya. agar komunikasi yang digunakan tidak hanya bersifat satu arah saja, akan tetapi juga memberikan pemahaman dua arah untuk menghargai dari lintas budaya dan masyarakat lokal.
dapat kita lihat fenomena komunikasi nonverbal yang ditunjukkan saat seventeen melakukan tour di yogyakarta untuk menunjukkan pesan dapat tersampaikan dengan baik. bahkan dalam berkomunikasi pun bukan hanya sekedar tentang mengucapkan kata-kata, akan tetapi menginterpretasikan terhadap rasa dan empati kita salurkan melalui ekspresi dan perilaku. sering kali terjadi komunikasi nonverbal merasa diabaikan padahal sesuatu yang kita ucapkan akan terasa lebih bermakna lagi jika kita mulai menggunakan, memahami, dan menghargai komunikasi nonverbal.
  Â
Â
Daftar pusaka
Tri Indah Kusumawati. (2016). Komunikasi verbal dan non verbal. Al-Irsyad; Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 6, No. (2).
Winda Kustiawan. (2022). Pengantar Komunikasi nonverbal. Journal Analytica Islamica, Vol. 11, No. (1).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI