Mohon tunggu...
syafaruddin
syafaruddin Mohon Tunggu... Human Resources - Community Developer and Education Manager

Adalah seorang pekerja sosial yang pernah bekerja di dunia pemberdayaan masyarakat desa dibawah naungan Kementerian Desa dan Transmigrasi Republik Indonesia dan saat ini bekerja sebagai Community Developer and Education Manager di PT LTD Samara Lombok.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Indonesia Darurat Sampah

16 April 2022   21:19 Diperbarui: 25 April 2022   08:00 3169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sampah (Sumber: Shutterstock)

Indonesia darurat sampah. Kalimat tersebut merupakan kalimat yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Celakanya, permasalahan sampah di Indonesia menyangkut banyak dimensi.

Sampah plastik menjadi salah satu yang paling mengawatirkan. Butuh ratusan tahun untuk sampah plastik bisa diurai oleh alam. 

Keberadaan sampah plastik tersebut apabila tidak dikelola dengan baik berpotensi mencemari dan mencelakai ekosistem di masa depan.

Persoalan sampah plastik ini, nyatanya bukan hanya menjadi masalah negara berkembang, melainkan juga negara-negara besar di dunia. 

Fenomena terkait ekspor kertas bekas yang disusupi sampah plastik oleh negara maju mengisyaratkan sampah plastik telah menjadi isu global


Berdasarkan laporan Sintetis yang dirilis Bank Dunia pada 2018 menyebutkan, tidak kurang dari 150 juta ton plastik telah mencemari lautan dunia. Asia Timur ditengarai sebagai wilayah dengan pertumbuhan produksi sampah tercepat di dunia. 

Dalam penelitiannya, Jenna R. Jambeck pada 2015 menyebutkan, dari total 192 negara yang dikaji sebanyak lima negara di Kawasan Asia Timur bertanggung jawab atas lebih dari setengah sampah plastik yang ada di lautan. Mirisnya, Indonesia menempati urutan kedua setelah Tiongkok, disusul dengan Vietnam, Filipina, dan Thailand. 

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, disebutkan limbah plastik Indonesia mencapai 66 juta ton per tahun. Studi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkirakan sekitar 0,26 juta-0,59 juta ton plastik ini mengalir ke laut setiap tahunnya.

Sampah laut hanyalah bagian dari masalah yang lebih kompleks, yaitu masalah pengelolaan sampah. Bila ditelaah lebih jauh, ada enam masalah mendasar terkait pengelolaan sampah di Indonesia. 

Pertama, rendahnya kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola sampah. Kedua, perilaku tidak kepedulian masyarakat Indonesia terhadap lingkungan. Ketiga, rendahnya tanggung jawab industri. Keempat, masalah regulasi.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Rendahnya Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Mengelola Sampah

Sejak 1974 kewenangan pengelolaan sampah oleh pemerintah pusat telah didelegasikan kepada daerah. Ironinya, sampai saat ini kewenangan pengelolaan sampah tersebut belum berjalan dengan baik. 

Berdasarkan Program Adipura yang dilakukan KLHK, diketahui sampah yang tertangani dengan benar sekitar 32% dari sekitar 415 kabupaten/kota di Indonesia. (artinya 68% sampah itu langsung dirilis lingkungan; ada yang dibakar, dibuang ke sungai, dan sebagainya ).

Dalam upaya mendorong pengelolaan sampah yang baik oleh daerah, pemerintah Indonesia telah merekomendasikan pengelolaan sampah dengan menggunakan metode sanitary landfill. Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah telah mengatur ketentuan tersebut. 

Pada prinsipnya, sanitary landfill adalah mengisolasi sampah sampai benar-benar terdegradasi secara biologis, kimia dan fisika dengan menggunakan element lining system dan leachate collection system atau lindi. 

Namun pada praktiknya, sejumlah TPA di daerah masih melakukan praktik open dumping yaitu menumpuk sampah begitu saja. Akibatnya, terjadi timbunan sampah yang menggunung dan berpotensi longsor.

Keterbatasan anggaran selalu menjadi alasan klasik sulitnya pengelolaan sampah plastik dengan metode sanitary landfill oleh pemerintah daerah. 

Asumsinya, jika pemimpin daerah peduli akan lingkungan dan kehidupan generasi dimasa depan, keterbatasan dana bukanlah hal yang besar untuk menerapkan pengelolaan sampah dengan metode tersebut, seperti merelokasi dana dari sektor yang tidak terlalu mendesak ke sektor pengelolaan sampah agar dana untuk operasional pengelolaan sampah dengan metode sanitary landfill tersebut dapat terlaksana.

Pemerintah daerah juga dapat menaikkan retribusi sampah sebagai salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan anggaran pengelolaan sampah. 

Berdasarkan Data Bank Dunia yang di rilis pada April 2018, disebutkan dana yang dialokasikan pemerintah daerah untuk pengelolaan sampah tergolong kecil. Besarannya hanya 2,6% dari total APBD, atau sekitar USD 5-6/kapita/ tahun. Jumlah ini jauh berada di bawah standar internasional sebesar USD15-20/kapita/tahun.

Perilaku tidak kepedulian masyarakat Indonesia terhadap lingkungan

Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap lingkungan jadi tantangan tersendiri. BPS dalam surveinya merilis Indeks Ketidak peduliaan masyarakat Indonesia dalam pengelolaan sampah. Dari skala 0-1, indeksnya mencapai angka 0,72, artinya 72% orang Indonesia tidak peduli terhadap persoalan sampah.

Persoalan edukasi dan kultur yang ada di keluarga dan masyarakat turut memiliki andil terhadap perilaku ketidak kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Padahal, persoalan edukasi ini menjadi sangat penting dalam konteks pengendalian sampah di Indonesia.

Pemberian edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan bahaya sampah plastik merupakan sikap yang harus ditanamkan kepada anak sejak usia dini.

Pendidikan lingkungan yang baik yang diberikan akan membentuk karakter yang dimulai sejak usia dini dan akan menjadi kebiasaan atau kultur anak di masa depan.

Data Adipura menyebutkan, sumber sampah rumah tangga menyumbang 36 persen, melebihi timbunan sampah dari pasar tradisional sebesar 24 persen. 

Pada dasarnya kemasan plastik maupun kertas yang dikonsumsi rumah tangga bisa didaur ulang. Sayangnya, proses pemilahan sampah tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, collecting system masih berada di angka belasan persen.

Jika gerakan 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle berjalan dengan baik di masing-masing rumah tangga, maka jumlah sampah otomatis selesai di level hulunya tanpa sempat menjadi tumpukan sampah. Namun faktanya, sampah yang selama ini diangkut tidak pernah dipilah. Untuk itu, pemberian edukasi menjadi sangat penting.

Gerakan bank sampah menjadi salah satu yang diharapkan bisa mendorong masyarakat melakukan pemilahan sampah sejak dari rumah. Melalui gerakan tersebut, sampah bisa menjadi sumber daya. Bukan hanya sampah berbahan plastik, melainkan juga kertas, karet, hingga logam.

Rendahnya tanggung jawab industri 

Sektor industri pada elemen yang lebih luas, turut andil dalam peningkatan kuantitas sampah. Produk yang dihasilkan cenderung menjadi sampah setelah sampai pada fase konsumsi. 

Sebagai produsen produk, sudah sepatutnya industri turut ambil bagian dalam mempertanggungjawabkan dampak produk yang telah dihasilkan. Namun, realitasnya, pelaku industri cenderung tidak acuh terhadap permasanlah yang ditimbulkannya.

Harusnya, para pelaku industri harus mulai memikirkan untuk menghasilkan produk tidak hanya terhenti pada post konsumsi namun juga harus mulai memikirkan produk yang dapat menjangkau sector after konsumsi. Artinya, sector industry sudah harus mencari alternatif pengganti produk-produk yang dapat menghasilkan sampah dimasa yang akan mendatang, setidaknya produk yang dihasilkan pada fase after konsumsi dapat terurai dengan baik dan cepat di lingkungan.

Sektor industri juga harus mulai memberikan kompensasi dalam mendukung gerakan pengendalian sampah. Kompensasi yang diberikan dapat berupa dana yang dialokasi untuk penanggulangan sampah maupun kebijakan-kebijakan penggunaan bahan daur ulang dalam kegiatan industri yang dilakukan.

Masalah regulasi

Dengan telah ditetapkannya PP nomor 27 tahun 2020 tentang pengelolaan sampah pada tanggal 8 Juni 2020, maka regulasi tentang pengelolaan sampah di Indonesia seperti yang diamanatkan dalam UU nomor 18 tahun 2008 sudah lengkap.

Jelasnya regulasi yang dikeluarkan pemerintah tentang pengelolaan sampah tersebut seharusnya berbanding lulus dengan tingkat pengendalian sampah.

Faktanya, keberadaan regulasi tersebut cenderung diabaikan. Pemerintah daerah sebagai perpanjangan pemerintah pusat di daerah gagal menerjemahkan regulasi tersebut dengan baik, bahkan terkesan abai terhadap Undang-Undang tersebut.

Lemahnya pengawasan dari pemerintah pusat terhadap daerah dalam hal menjalankan regulasi yang tertuang dalam PP nomor 27 tahun 2020 sebagai turunan Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 juga dapat disinyalir sebagai salah satu factor penyebab lambannya penanggulangan sampah di Indonesia.

Oleh karena itu, diperlukan orang-orang yang memiliki integritas dan komitmen yang kuat dalam menanggulangi sampah plastic di Indonesia. Secara harfiah dapat diartikan sebagai pemimpin baik di tingkat pusat dan daerah yang peduli terhadap masa depan bangsa Indonesia yang bebas dari sampah.

Saatnya bergerak 

Bercermin pada data di atas, bahwa tingkat pengelolaan sampah di Indonesia yang baru mencapai 32%, maka menjadi pekerjaan besar untuk kita semua terkait pengelolaan sampah di masa sekarang dan masa depan. Ada sekitar 68% sampah yang masuk dan mencemari lingkungan saat ini. 

Bila tidak segera diatasi, maka tidak menutup kemungkinan angka tersebut akan terus bertambah. Dikhawatirkan keberadaan sampah itu akan menjadi malapetaka diwariskan kepada generasi dimasa depan.

Dalam upaya menanggulangi sampah plastik, bola panas tersebut tidak dapat hanya dibebankan kepada pemerintah. 

Sebagai masyarakat harus mulai memikirkan upaya-upaya sederhana yang dapat dilakukan, seperti mulai membiasakan diri untuk peduli terhadap lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan bahan-bahan daur ulang, melakukan pemilahan sampah dan memberikan edukasi kepada keluarga, kerabat dan lingkungan ditepat kita berada.

Apabila usaha-usaha sederhana tersebut kita lakukan secara konsisten dan masif maka tidak menutup kemungkinan negara Indonesia yang kita cintai ini akan terbebas dari sampah dan bisa menjadi pelopor revolusi dalam upaya penanggulangan sampah di dunia.

Pemerintah sebagai lokomotif penggerak bangsa ini juga harus lebih berkomitmen dalam upaya penanggulangan sampah khususnya sampah plastik. 

Kebijakan yang dituangkan dalam peraturan pemerintah dan Undang-Undang harus lebih di awasi dalam praktiknya di lapangan. Hal ini demi terciptanya masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik dan bebas dari sampah khususnya sampah plastik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun