Konteks saat ini
Dalam konteks kiwari (saat ini) di mana banyak virus bertebaran dan bermutasi, ekoteologi mengajari kita bahwa Tuhan sedang menunjukkan sanksi-Nya dalam bentuk pembalasan alam kepada umat manusia yang sudah berlebihan merudapaksa alam. Keserakahan kita sendiri telah menyerang balik (backfires against us).
Karena itu, satu solusi paradigmatik untuk menjaga (preservasi) lingkungan adalah resakralisasi (mensakralkan kembali) alam atau lingkungan. Caranya adalah dengan mengadopsi perspektif ekotelogis untuk mengambil dari alam sekadar secukupnya saja bagi manusia untuk bertahan hidup dan menegakkan badannya. Hal ini tentu mensyaratkan njuga pengadopsian literasi ekologis atau ecoliteracy sebagaimana disarankan oleh filsuf Fritjof Capra (lihat Jalan Paradoks, Teraju, 2004).
Jadi, umat manusia harus mulai mengadopsi budaya hidup cukup, suatu antitesis dari budaya hidup lebih dalam kapitalisme global. Merujuk Radhar Panca Dahana (Ekonomi Cukup, Penerbit Kompas, 2015), budaya hidup lebih adalah satu cara memandang dan melakoni hidup dengan sebuah nilai-dasar di mana kita merasa wajib mendapat lebih dari apa yang telah kita miliki. Budaya ini menjadi budaya menimbun dan tidak terpuaskan dengan hanya tindakan subsistensi (sekadar memenuhi kebutuhan hidup). Â
Dengan pengadopsian ekoteologi, ekoliterasi, dan budaya hidup cukup lewat berbagai kanal, media dan institusi secara massif, generasi kita sejatinya akan berada dalam jalur yang benar untuk mewariskan kondisi lingkungan yang tetap layak ditinggali bagi generasi berikutnya.Â
Jika tidak, nubuat dari penulis pemenang Pulitzer, Cormac McCarthy, dalam novel The Road (terjemahan, Gramedia, 2009) akan mewujud nyata. Yaitu, manusia akan menjadi makhluk yang ringkih dan siap menikam sesama hanya demi menyambung napas sesaat di tengah situasi muram krisis lingkungan. Dan, kita tentu tidak mau itu terjadi, bukan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI