Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kearifan Lokal dan Ketahanan Pangan

17 Juli 2025   05:40 Diperbarui: 16 Juli 2025   22:51 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terlihat betapa relevannya ajaran lokal di atas bagi upaya memperkuat ketahanan pangan. Sedikitnya ada dua inspirasi. Pertama, manusia perlu menjadi perencana yang rasional dan cermat dalam menata kebutuhan pangannya masing-masing. Apabila kebutuhan mereka akan satu komoditas, katakanlah beras, sulit tercukupi oleh stok yang ada, maka manusia bisa melakukan diversifikasi pangan dengan beralih ke bahan makanan lain seperti: singkong, kentang, dan lain sebagainya. Jadi, kita jangan terlalu tergantung pada satu komoditas sehingga repot harus mencari sumber impor tatkala kebutuhan kita sulit terpenuhi.

Kedua, manusia juga harus menahan keserakahan konsumtif yang ada di dalam diri mereka. Kita perlu mengingat bahwa makan itu untuk hidup, bukan hidup itu untuk makan, sebagaimana diajarkan masyarakat Mentawai. Maksudnya, kita harus mulai menyantap segala sesuatu dalam takaran secukupnya. Ini bukan karena kita pelit dan irit, melainkan karena kita sadar perlunya menghindari kemubaziran komoditas pangan yang bisa membahayakan ketahanan pangan kita. 

Sayang seribu sayang, kedatangan modernitas yang bergandeng tangan dengan kapitalisme neoliberal telah menghancurkan nilai-nilai luhur di atas. Sebab, sebagaimana asumsi modernitas yang menempatkan manusia seakan makhluk yang paling unggul di semesta alam ini, manusia menganggap alam ini tersedia bagi mereka untuk digunakan sepuas-puasnya. 

Ditambah dengan adagium greed is good (serakah itu baik) dan everything is capital and economic (segala sesuatu itu modal dan ekonomi) dari paham kapitalisme neoliberal, manusia pun berlomba-lomba melakukan praktik-praktik zalim. Contoh: manusia melakukan penimbunan komoditas bahan pokok demi memupuk keuntungan materi. Atau, melakukan konsumsi tanpa perhitungan karena merasa sumber daya alam itu sangat berlimpah dan tak akan kunjung habis. 

Akhirulkalam, sudah saatnya bagi kita sebagai bangsa yang kaya budaya untuk kembali menengok khazanah kearifan lokal kita yang masih aktual dan konkret bagi upaya kita memperkuat ketahanan pangan, yang sejatinya merupakan bagian dari konsep ketahanan lebih besar bernama "ketahanan nasional."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun