Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Abdul Aziz Sachedina dan Tauhid Sebagai Alat Pencegahan Korupsi

11 Juli 2025   16:41 Diperbarui: 11 Juli 2025   16:41 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Abdul Azis Sachedina di George Mason University (sumber: the-madyan.com)

Belum lama ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI mengemukakan fakta mencengangkan bahwa lembaga antirasuah itu tidak mendapatkan dana sepeser pun untuk pencegahan korupsi. Maka itu, KPK lantas mengajukan anggaran Rp 1,34 triliun untuk tahun anggaran 2026 demi keperluan pencegahan tersebut (Kompas.id, 11/7/2025)

Di tengah kampanye efisiensi anggaran yang kencang digaungkan negara ini di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, anggaran itu terbilang cukup besar. Karena itu, selalu ada kemungkinan anggaran itu tidak akan disetujui sepenuhnya atau bahkan tidak dikabulkan sama sekali. Jika anggaran pencegahan, yang sama krusial dengan aspek penindakan korupsi sesungguhnya, memang nantinya minim, KPK harus mensiasati situasi penuh keterbatasan itu dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menjadikan prinsip tauhid (meyakini satu Tuhan) sebagai alternatif alat untuk menanamkan sikap antikorupsi sebagai bagian dari upaya pencegahan.

Krisis sebagai bentuk syirik

Merujuk pemikir Islam terkemuka, Abdul Aziz Sachedina (dalam Bunga Rampai Pemikiran Islam, Penerbit Rajawali, 1985), akar dari segala krisis sosial-politik-hukum adalah syirik terhadap Tuhan. Korupsi di Indonesia tentu tergolong sebagai krisis hukum, apalagi mengingat skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) kita pada 2024 masih di angka 37, yang menempatkan Indonesia di peringkat 99 dari 180 negara yang disurvey (www.ti.or.id)

Maksud dari pendapat Sachedina adalah bahwa saat orang berbuat kerusakan di muka bumi dalam bentuk korupsi, kezaliman kekuasaan, dan lain-lain, ia sebenarnya tidak lagi takut terhadap Tuhan dan menduakan Tuhan dengan materi, kedudukan, dan lain sebagainya. Artinya, sang pelaku telah melakukan dosa menduakan Tuhan alias musyrik, yang tak terampuni di sisi Tuhan. Sementara itu, syirik berhulu pada kesombongan ego pribadi yang merasa paling benar sendiri. 

Dengan syirik pula, sang pendosa telah membohongi dirinya. Sebab, menduakan Tuhan sama saja mengingkari kenyataan bahwa hanya Tuhan-lah yang Maha Kuasa. Singkat kata, mengingkari prinsip tauhid.

Di sisi lain, membohongi diri berakar dari rasa takut manusia menghadapi dosanya. Jadi jika dirunut, syirik berasal dari membohongi diri sendiri, bohong berakar pada sombong, dan sombong bersumber dari rasa takut. Mata rantainya adalah takut, sombong, bohong dan syirik.

Sosialisasi

Berdasarkan pendapat Sachedina di atas, orang yang melakukan korupsi sebenarnya bisa saja dikategorikan Tuhan sebagai pelaku dosa besar syirik, yang di akhirat ganjarannya adalah surga yang kekal. Pelaku korupsi jelas sudah menanggalkan sikap takwa (literatur bahasa Inggris umum menerjemahkan takwa sebagai God-conscious), di mana seseorang yang bertakwa harusnya merasakan bahwa Tuhan senantiasa melihat segala tindak-tanduk maupun perbuatan manusia. Tauhid harusnya melahirkan internal monitoring alias pengawasan melekat (waskat) dalam diri manusia untuk menghindarkan dia dari melakukan dosa besar menjurus syirik seperti korupsi.

Karena itu, KPK bisa bekerja sama dengan berbagai institusi dan organisasi keagamaan untuk mensosialisasikan prinsip tauhid beserta konsekuensi dari pelanggaran prinsip tersebut. Apabila prinsip tauhid dan takwa terkesan terlalu identik dengan agama tertentu, yaitu Islam, kita bisa mengikuti teori Kuntowijoyo tentang objektivikasi Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun