Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsuf Syar'i, Memandang Lebih Seimbang Imam Al-Ghazali

29 Mei 2025   15:32 Diperbarui: 29 Mei 2025   15:44 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga Buku Ilmiah tentang Pemikiran Al-Ghazali (sumber: dokumentasi pribadi)

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali atau yang umum dikenal sebagai Imam Al-Ghazali atau al-Ghazali saja (lahir 450 H/1058 M) adalah figur yang memiliki citra bertolak belakang dalam khazanah pemikiran Islam. Di satu sisi, ada yang menggelarinya sebagai Hujjatul Islam (Sang Hujah Islam) dan Mujaddid Al-Qarn Al-Khamis (Pembaru abad kelima Hijriah) karena kepiawaiannya membela agama Islam dari serangan filsafat maupun kontribusinya dalam pengasahan spiritualitas umat. Di sisi lain, ada yang justru menuduhnya sebagai biang kerok kemunduran intelektualitas Islam abad ke-12 karena fokusnya yang berlebihan pada tasawuf dan kritik tajamnya terhadap rasio yang diagungkan filsafat. Jadi, ada yang memujanya sebagai pahlawan, tapi ada juga yang kurang mengapresiasinya.

Padahal, jika kita telaah riwayat hidup maupun karya-karya Al-Ghazali, persepsi kontras itu bisa didamaikan sehingga kita bisa memandangnya secara lebih seimbang. Ternyata, Al-Ghazali itu sebenarnya memiliki dua fase pemikiran. Pertama, Al-Ghazali justru sebagai ahli filsafat. Kedua, Al-Ghazali yang kemudian menjauhi filsafat dan berfokus pada tasawuf. 

Sebagaimana diungkapkan dalam salah satu biografi terbaik tentang Al-Ghazali karya Shalih Ahmad al-Syami, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali (Zaman, 2019), pemikiran Al-Ghazali secara kronologis adalah tertarik kepada filsafat terlebih dulu. Ini dikuatkan oleh tesis magister Abd Halim Rofi'ie (Cinta Ilahi, Srigunting, 1997) yang menuturkan bahwa Al-Ghazali pada awalnya terdorong untuk menyimpulkan bahwa satu-satunya pengetahuan yang cocok untuk mengetahui suatu objek tanpa keraguan adalah pengetahuan inderawi (empirisme) dan pengetahuan tentang proposisi yang terbukti dengan sendirinya. Namun, dia kemudian meragukan kesimpulannya karena pengetahuan inderawi sering kali tidak bisa dipercaya sehingga bisa ditumbangkan oleh akal. Sebagai contoh, jika melihat suatu obyek yang jauh seperti planet, maka planet itu tampak kecil seperti uang logam. Padahal, pembuktian astronomi membuktikan planet itu sangatlah besar. Di sisi lain, Al-Ghazali juga meragukan pengetahuan akal.

Keraguan ini terus mendera Al-Ghazali hingga dua bulan lamanya sampai dia jatuh sakit. Pada akhirnya, ia menyimpulkan bahwa pengetahuan bukanlah bahan ceramah atau perdebatan, melainkan bahan dari rahmat Ilahi, yang dilukiskan oleh Nabi sebagai kelapangan hati untuk menerima Islam. Adapun salah satu tanda rahmat itu adalah penarikan diri dari dunia ilusi dan mengarah kepada kehidupan yang hakiki. 

Menekuni filsafat sebelum menghajarnya 

Namun hal hebat dari Al-Ghazali adalah ia memutuskan untuk menekuni filsafat secara dalam sebelum mengkritiknya secara tajam alias menghajar filsafat. Itulah sebabnya ia menulis buku Maqashid al-Falasifah. Keinginannya mempelajari filsafat berangkat dari keyakinan bahwa sebelum dia, tidak ada seorang pun ulama yang mampu menyanggah filsafat dengan metode valid, sementara kemampuan tersebut mengharukan seseorang mempelajari filsafat terlebih dulu. Karena itu, ia mempelajari filsafat supaya lebih percaya diri mengkritik filsafat. Adapun buku Maqashid al-Falasifah dianggap sebagai salah satu sajian terbaik tentang filsafat, katakanlah semacam buku pengantar yang baik tentang ilmu filsafat. Pasalnya, Al-Ghazali memaparkan filsafat tanpa memberikan koreksi dan komentar. Tujuannya adalah menghilangkan ketakutan orang terhadap filsafat dan mendapatkan audiens luas sebelum Al-Ghazali mengkritik filsafat di hadapan audiens yang mengira Al-Ghazali sebagai filsuf baru.

Sesudah mempelajari filsafat secara mendalam dan menuangkannya dengan bernas ke Maqashid al-Falasifah, barulah Al-Ghazali menulis buku Tahafut al-Falasifah (Kesesatan Filsafat) yang mengkritik tajam para filsuf karena dianggap sudah bertentangan dengan syariat Islam. Ada tiga poin utama yang dikritik Al-Ghazali terhadap pemikiran para filsuf, yang bahkan kemudian dilabeli kafir oleh Al-Ghazali. Pertama, alam itu qadim (abadi). Kedua, Allah tidak mengetahui hal juz'iyyat (partikular). Ketiga, jasad manusia tidak akan dibangkitkan di akhirat, melainkan hanya ruhnya sebab para filsuf muslim berpendapat bahwa mustahil mengembalikan rohani kepada jasad semula.

Filsuf Syar'i

Dari uraian singkat di atas, kita bisa melihat bahwa Al-Ghazali sebenarnya tidak anti-filsafat. Dia bahkan mempelajari filsafat secara serius dalam rangka membela doktrin agama Islam dari serangan pemikiran para filsuf yang ia anggap nyeleneh atau menyimpang dari pakem utama Islam berdasarkan Alquran dan hadits Rasulullah SAW. Singkat kata, Al-Ghazali adalah seorang filsuf syar'i alias filsuf yang membela agama dengan pendekatan rasional atau seorang teolog (mutakallimin, meskipun Al-Ghazali juga punya kitik terhadap para ahli kalam). Hanya yang disayangkan adalah pemberian label kafir dari Al-Ghazali terhadap para filsuf Islam yang sebenarnya juga tokoh-tokoh Islam terkemuka.

Padahal, sebagaimana diungkapkan Fuad Mahbub Siraj dalam Al-Ghazali: Pembela Kemurnian Islam (Dian Rakyat, 2012), pertentangan antara Al-Ghazali dan sejumlah filsuf muslim hanyalah perbedaan interpretasi dalam mengambil titik pijak. Al-Ghazali adalah seorang teolog Al-Asy'ary yang aktif mengembangkan pemikiran Asy'ariyah selama delapan tahun (1077 - 1085) di Universitas Nizhamiyah Baghdad sehingga pemikirannya diwarnai aliran ini yang dilandasi pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Jadinya, interpretasi Al-Ghazali tidak seliberal para filsuf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun