Mohon tunggu...
Suyadi Tjhin
Suyadi Tjhin Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa

Who Moved My Cheese?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahagia dari Perspektif Maz 1:1-2 dan Filosofi 福

6 April 2019   09:42 Diperbarui: 6 April 2019   10:30 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahagia, siapa yang tidak ingin bahagia?  Happiness merupakan tujuan akhir dari proses being, atau the end dari proses being ialah happiness, demikianlah yang diungkapkan oleh Joshua Lie ketika membahas tentang being atau metafisika dalam kelas philosophy advance yang penulis catat dan ingat tahun yang lalu. 

Dengan kata lain, dalam dunia ini yang ada akan melahirkan yang ada, dan dari semua yang ada akhirnya ialah happiness atau bahagia. Sifat yang demikian khususnya pada manusia.  Kebahagiaan, memang sudah lama dicari oleh manusia bukan hanya melalui philosophy dan juga ilmu lainnya termasuk theology

Dalam theology, bukankah manusia mencari Tuhan atau agama supaya bisa selamat atau untuk keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, bahkan kesehatan dan kesuksesan yakni bahagia di dunia dan diakhirat?

Sebuah syair tua pernah berkata:

Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,  tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. 


Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin. Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar; sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan. (Psa 1:1-6 ITB)

Melalui syair tua tersebut, ada prinsip-prinsip kebahagiaan yang kita belajar:

1. Menjauhkan Diri dari Kejahatan.

Ada 3 hal dalam yakni "tidak berjalan, tidak berdiri, dan tidak duduk," ketiga hal tersebut menunjukkan bukan sekedar jalan, berdiri, dan duduk biasa. Apabila kita perhatikan kata "tidak berjalan, tidak berdiri, dan tidak duduk" dalam bahasa Ibrani, yakni:  

הָלַךְ   halak (berjalan) Meaning:  1) to go, walk, come 1a) (Qal) 1a1) to go, walk, come, depart, proceed, move, go away 1a2) to die, live, manner of life (fig.) 1b) (Piel) 1b1) to walk 1b2) to walk (fig.) 1c) (Hithpael) 1c1) to traverse 1c2) to walk about 1d) (Niphal) to lead, bring, lead away, carry, cause to walk

  עָמַד  `amad (berdiri) Meaning:  1) to stand, remain, endure, take one's stand 1a) (Qal) 1a1) to stand, take one's stand, be in a standing attitude, stand forth, take a stand, present oneself, attend upon, be or become servant of 1a2) to stand still, stop (moving or doing), cease 1a3) to tarry, delay, remain, continue, abide, endure, persist, be steadfast 1a4) to make a stand, hold one's ground 1a5) to stand upright, remain standing, stand up, rise, be erect, be upright 1a6) to arise, appear, come on the scene, stand forth, appear, rise up or against 1a7) to stand with, take one's stand, be appointed, grow flat, grow insipid 1b) (Hiphil) 1b1) to station, set 1b2) to cause to stand firm, maintain 1b3) to cause to stand up, cause to set up, erect 1b4) to present (one) before (king) 1b5) to appoint, ordain, establish 1c) (Hophal) to be presented, be caused to stand, be stood before.

יָשַׁב   yashab (duduk) Meaning:  1) to dwell, remain, sit, abide 1a) (Qal) 1a1) to sit, sit down 1a2) to be set 1a3) to remain, stay 1a4) to dwell, have one's abode 1b) (Niphal) to be inhabited 1c) (Piel) to set, place 1d) (Hiphil) 1d1) to cause to sit 1d2) to cause to abide, set 1d3) to cause to dwell 1d4) to cause (cities) to be inhabited 1d5) to marry (give an dwelling to) 1e) (Hophal) 1e1) to be inhabited 1e2) to make to dwell Origin:  a primitive root; TWOT - 922; vUsage:  AV - dwell 437, inhabitant 221, sit 172, abide 70, inhabit 39, down 26, remain 23, in 22, tarry 19, set 14, continue 5, place 7, still 5, taken 5, misc 23; 1088

Bila diperhatikan dalam bahasa Ibrani, maka dapat dikatakan bahwa "berjalan, berdiri, dan duduk" mengandung arti menyangkut tinggal, bergabung, dan hidup dengan yang jahat dimana dengan orang yang tidak saleh (ungodly), pendosa, dan pencemooh yakni dengan mulut atau perkataan tidak mengakui bahkan "melawan" Tuhan juga ciptaan-Nya.  

Sikap yang demikian pasti tidak bahagia, mengapa karena kejahatan yang ia lakukan akan terus mengintip dan mengikuti dia, bahkan karena cemoohnya atau mulutnya sehingga bukan hanya banyak yang tidak suka tetapi orang-orang bahkan seluruh ciptaan Tuhan tidak akan bersahabat dan akan melawan dia.    

2. Menyukai dan Melakukan Firman

"...tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam."  Mari kita perhatikan kata "kesukaan dan merenungkan taurat Tuhan."

 ֵחֵפֶץ   chephets {khay'-fets} (Kesukaan) Meaning:  1) delight, pleasure 1a) delight 1b) desire, longing 1c) the good pleasure 1d) that in which one takes delight Origin:  from 02654; TWOT - 712b; n m Usage:  AV - pleasure 16, desire 12, delight 3, purpose 3, acceptable 1, delightsome 1, matter 1, pleasant 1, willingly 1; 39There are no notes for this verse.

הָגָה hagah {haw-gaw'} (Merenungkan) Meaning:  1) to moan, growl, utter, muse, mutter, meditate, devise, plot, speak 1a) (Qal) 1a1) to roar, growl, groan 1a2) to utter, speak 1a3) to meditate, devise, muse, imagine 1b) (Poal) to utter 1c) (Hiphil) to mutter Origin:  a primitive root [compare 01901]; TWOT - 467; v Usage:  AV - meditate 6, mourn 4, speak 4, imagine 2, study 2, mutter 2, utter 2, roaring 1, sore 1, talk 1; 25

 תּוֹרָה(torah) (435d) (taurat)Meaning: direction, instruction, law Origin: from 3384. Usage: custom(1), instruction(10), instructions(1), law(188), Law(1), laws(10), ruling(1), teaching(7), teachings(1).

Dengan berdasarkan makna Ibrani, maka kata "suka, merenungkan" dapat ditujukan kepada ada desire (gairah), bermeditasi, kemudian hasil meditasi tersebut akan keluar dari mulutnya atau menceritakannya (speak). Jadi, jika kita perhatikan bukan hanya sekedar merenungkan (meditasi) karena disuruh orang tua, guru agama, pendeta, atau program gereja, tetapi dari desire (hasrat, keinginan, gairah, suka).  

Kemudian "speak", bukan sekedar karena mau bawakan cerita, bawakan renungan, dan saat khotbah dimana firman itu keluar dari mulut kita, tapi hari-hari biasa.  

Bukankah ada orang dimana saat hari minggu saja atau saat di gereja kata-kata atau mulutnya penuh kata-kata firman Allah, halleluyah...puji Tuhan, sedangkan hari-hari biasa atau di luar gereja kata-kata taau mulut punuh caci maki, sumpah serapah, dan kutukan?  Jelas, kalau hidup kita atau mulut kita demikian pastilah tidak bahagia ketika menjadi orang Kristen. 

3. Memelihara Keharmonisan: Tuhan, Sesama, dan Alam. 

Kata "bahagia" (Maz. 1:1) dalam terjemahan Inggris NIV, KJV "blessed" (diberkatilah), demikian juga dalam bahasa mandarin jadi kata "福" baca: fu2.  Diatas sudah kita singgung bahwa bahagia atau berkat tidak bisa tidak mesti jauhi kejahatan, kemudian suka akan taurat Tuhan atau berkaitan dengan Firman Tuhan atau Tuhan.  Dan, bagian ke 3 ini mari kita melihat kata "berkat atau bahagia" dari huruf mandarin.  

Seperti tadi sudah dikatakan bahwa "bahagia atau berkat" dalam bahasa mandari diterjemahkan jadi kata "福" (dibagian akhir ayat 2, tidak didepan seperti bahasa Indonesia dan Inggris, karena sususan tata bahasa hukum DM/MD berbeda).  Dalam bahasa mandarin (maaf saya bukan pakar mandarin, sedang belajar dan senang mengamati saja)  dimana kata 福(fu) terdiri dari 2 suku kata:

Suku kata kiri memiliki lambang berkaitan dengan ilahi 神"shen"

Yang sebelah kanan terdapat lambang 'satu mulut"   一口 (yi1 kou3) yang biasanya diartikan menjadi "satu orang" atau satuan untuk orang yakni orang.

Kemudian di bawah huruf (mulut) ada huruf "tanah" 田" tian2, jika diperhatikan kata ini sangat berkaitan dengan Tuhan dan Kej. 1: 28 ketika Tuhan menyerahkan bumi atau tanah dan hasil ciptaan-Nya kepada manusia.

Dengan demikian mau hidup bahagia atau diberkati, maka perhatikanlah hubungan kita dengan Tuhan, orang atau sesama, dan alam sekeliling kita. Tiga unsur dalam lambang mandarin untuk "berkat" mesti diperhatikan dan harmonis, maka kebahagiaan akan kita peroleh. 

Kesimpulan:

Bahagia atau hidup yang diberkati adalah hidup yang menjauhkan kejahatan, hati merenungkan firman Tuhan dan mulut mengatakannya, serta menjadi keharmonisan diri kita dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.  Semoga bermanfaat. 

Sumber bacaan

Bibleworks

Pleco

Catatan Philosophy Advance, Joshua Lie, Ph. D.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun