Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tidak/Belum Mengundurkan Diri, Tanda Jokowi Amanah!

8 Juni 2014   17:23 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:43 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

TERPILIH menjadi gubernur merupakan amanah. Pun, terpilih jadi presiden adalah juga amanah. Keduanya sama-sama amanah rakyat.

Dalam hubungan ini, amanah sebagai gubernur belum akan dilepaskan jika belum resmi mendapat amanah sebagai presiden. Melepaskan amanah (sebagai gubernur) sebelum resmi menerima amanah baru (sebagai presiden) justru cermin tindakan yang tak bertanggung jawab.

Gubernur dipilih langsung oleh rakyat sebuah provinsi. Begitupun presiden dipilih langsung oleh rakyat pemilih seluruh Indonesia. Dua jabatan berbeda yang sama-sama dipilih rakyat. Tidak ada alasan yang kuat untuk melepaskan satu jabatan sebelum jabatan lain resmi diemban.

Itulah alasan kalkulasi rasional-etisnya. Disamping itu, ada pula alasan yuridis. Sampai saat ini, UU 42/2008 tentang Pilpres tidak mengharuskan seorang gubernur yang ikut nyapres ajukan pengunduran diri (vide Pasal 7), sebagaimana halnya pejabat negara lain (Pasal 6), cukup minta izin pada presiden.

Pejabat negara dalam konteks UU Pilpres adalah pejabat yang menduduki jabatan untuk melaksanakan fungsi negara di bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif, kecuali kepala daerah. Semua pejabat negara harus mengundurkan diri jika nyapres, kecuali kepala daerah.

Rasional mengapa penjabat negara---menteri, ketua/anggota MPR, DPR/DPD, BPK, MA, dll---harus mengundurkan diri adalah karena fungsi yang dijalankannya tak tergantikan oleh wakilnya jika sekedar nonaktif seperti halnya kepala daerah. Berbeda dengan itu, kepala daerah yang nonaktif karena nyapres, fungsi-fungsi kepala daerah tsb masih bisa dijalankan oleh wakilnya.

Pengaturan berbeda dalam Pasal 6 (pejabat negara) dan Pasal 7 (kepala daerah) justru dimaksudkan untuk kepastian fungsi jabatan dapat terus dijalankan sehingga roda organisasi negara tetap berjalan dengan baik. Tidak ada anasir ketidakpastian hukum apalagi diskriminasi di sana, seperti didalilkan pemohon.

Sebagaimana kita ketahui, dua orang warga DKI Jakarta bernama Yonas Risakotta dan Baiq Oktavianty mengajukan gugatan uji materi ke MK atas ketentuan UU Pilpres [Pasal 6 Ayat (1) dan penjelasannya dan Pasal 7 Ayat (1)] karena tidak mewajibkan kepala daerah mengundurkan diri ketika nyapres. Permohonan itu didaftarkan hari Jumat (6/6/2014) yang lalu.

(Sutomo Paguci)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun