Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Museum Kretek, Memahami Sejarah Industri Rokok di Indonesia

23 Juli 2025   05:00 Diperbarui: 22 Juli 2025   19:57 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rokok, termasuk komoditi yang dianggap mengganggu kesehatan manusia. Bahkan tidak bagi pengisapnya saja (perokok aktif), juga berbahaya bagi orang-orang disekitarnya , yang disebut perokok pasif.

Namun pada kenyataannya, rokok adalah bisnis yang menjanjikan, terbukti pemilik rokok Djaroem menjadi orang terkaya di Indonesia saat ini (meski memiliki bisnis lain), bahkan menjadi sumber lapangan kerja bagi masyarakat disekitarnya.

Dari sisi keuangan negara, pabrik rokok dikenal sebagai penyumbang pajak terbesar hingga saat ini

Nah, untuk memahami sejarah rokok di Indonesia, kini di Kudus, Jawa Tengah, sudah berdiri museum kretek  Dan saat ini menjadi destinasi wisata yang menarik di Kudus.

Didirikan pada tahun 1985, kita memasuki tanah yang cukup luas, karena museum terletak di bagian belakang. Cukup mudah untuk menenukannya, karena tertulis jelas "Museum Kretek".

Museum Kretek (dokpri)
Museum Kretek (dokpri)
Untuk nemasuki Museum Kretek, pengunjung dikenakan tiket masuk yang harus dibayar dengan QRIS, karena tidak menerima pembayaran tunai.

Di bagian awal kita akan melihat cikal bakal rokok, dari pengalaman Haji Djamhari yang karena sakit dada, lalu mencoba mengobatinya dengan membakar campuran daun tembakau dan cengkeh. Saat dibakar berbunyi "kretek, kretek". Dan ajaibnya sakitnya sembuh, lalu dikembangkanlah menjadi produk, semula tembakau dan cengkeh dibungkus dengan daun jagung (klobot). Lalu dinyalakan dan diisap, maka jadilah rokok kretek.

Djamhari (dokpri)
Djamhari (dokpri)
Sampai sekarang pun, di pedesaan masih banyak masyarakat yang mengisap rokok dengan membungkus tembakau dan cengkeh dengan daun jagung, istilah bekennya 'tingwe' alias nglinting dewe. Meski sudah banyak dipasarkan rokok dengan dibungkus kertas

Disebelahnya terdapat sebuah ruangan khusus yang didedikasikan untuk Nitisemito, orang kaya Kudus karena pabrik rokoknya  Di bagian jendela, terdapat foto setengah badan Nitisemito. Lalu di ruang itu banyak ditampilkan koleksi barang-barang yang berkaitan dengan Nitisemito. Termasuk jalur pemasaran dan cara berpromosinya yang jauh lebih mendahului orang-orang pada zamannya, seperti menyebarkan brosur melalui pesawat udara. Bisnis Nitisemito menurun, disebabkan dikenakan pajak yang terlalu tinggi oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Nitisemito (dokpri)
Nitisemito (dokpri)
Dilanjutkan dengan tokoh-tokoh industri rokok lainnya di Kudus. Lalu ada patung karyawan pabrik rokok dan diorama pabrik rokok.

Juga dipamerkan jenis-jenis daun tembakau yang digunakan, proses peralihan dari daun jagung ke kertas. Hingga penampilan bungkus rokok yang pernah ada, dari yang skala kecil hingga skala besar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun