Rokok, termasuk komoditi yang dianggap mengganggu kesehatan manusia. Bahkan tidak bagi pengisapnya saja (perokok aktif), juga berbahaya bagi orang-orang disekitarnya , yang disebut perokok pasif.
Namun pada kenyataannya, rokok adalah bisnis yang menjanjikan, terbukti pemilik rokok Djaroem menjadi orang terkaya di Indonesia saat ini (meski memiliki bisnis lain), bahkan menjadi sumber lapangan kerja bagi masyarakat disekitarnya.
Dari sisi keuangan negara, pabrik rokok dikenal sebagai penyumbang pajak terbesar hingga saat ini
Nah, untuk memahami sejarah rokok di Indonesia, kini di Kudus, Jawa Tengah, sudah berdiri museum kretek  Dan saat ini menjadi destinasi wisata yang menarik di Kudus.
Didirikan pada tahun 1985, kita memasuki tanah yang cukup luas, karena museum terletak di bagian belakang. Cukup mudah untuk menenukannya, karena tertulis jelas "Museum Kretek".
Di bagian awal kita akan melihat cikal bakal rokok, dari pengalaman Haji Djamhari yang karena sakit dada, lalu mencoba mengobatinya dengan membakar campuran daun tembakau dan cengkeh. Saat dibakar berbunyi "kretek, kretek". Dan ajaibnya sakitnya sembuh, lalu dikembangkanlah menjadi produk, semula tembakau dan cengkeh dibungkus dengan daun jagung (klobot). Lalu dinyalakan dan diisap, maka jadilah rokok kretek.
Disebelahnya terdapat sebuah ruangan khusus yang didedikasikan untuk Nitisemito, orang kaya Kudus karena pabrik rokoknya  Di bagian jendela, terdapat foto setengah badan Nitisemito. Lalu di ruang itu banyak ditampilkan koleksi barang-barang yang berkaitan dengan Nitisemito. Termasuk jalur pemasaran dan cara berpromosinya yang jauh lebih mendahului orang-orang pada zamannya, seperti menyebarkan brosur melalui pesawat udara. Bisnis Nitisemito menurun, disebabkan dikenakan pajak yang terlalu tinggi oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Juga dipamerkan jenis-jenis daun tembakau yang digunakan, proses peralihan dari daun jagung ke kertas. Hingga penampilan bungkus rokok yang pernah ada, dari yang skala kecil hingga skala besar