Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Ngabuburit Nonton Film Pendek Istiqlal

30 Maret 2024   23:51 Diperbarui: 31 Maret 2024   00:12 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ( sumber gambar: republika.co.id)


Muspen (Museum Penerangan) dalam rangka Hari Film Nasional yang diperingati  tiap tanggal 30 Maret, mengundang KOMiK, komunitas Kompasianer penggemar film dan Muspen bestie untuk menonton film pendek "Istiqlal" dan dilanjutkan dengan diskusi film.

Muspen yang ada di dalam kompleks TMII, memiliki aneka koleksi mengenai sejarah komunikasi di Indonesia, mulai dari film, radio, surat kabar, dan televisi. Dari mulai kentongan hingga tokoh perfilman Indonesia.

Acara puncak adalah menyaksikan bersama atau nonton barang film pendek "Istiqlal".

Sinopsis film ini berkisah tentang hubungan anak dan orangtuanya, karena kisah di Jakarta, dikisahkan tentang keluarga Betawi yang semula bertempat tinggal di Pecenongan, Jakarta terpaksa harus tergusur ke kota satelit Jakarta, yaitu Tangerang Selatan. Babe yang saking sibuknya bekerja, sehingga jarang mengajak jalan-jalan anaknya Sobari.

Film pendek selama 15 menit karya sutradara Rasny Mahardika ini diproduksi tahun 2018. Yang memperoleh sponsor dana produksi karena memenangkan pitching film pendek yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata DKI Jakarta.


Film ini mengandung nilai-nilai yang positif, seperti komunikasi dua generasi berbeda, yang gagap teknologi dan yang melek teknologi. Juga menggambarkan toleransi beragama di Indonesia, di mana keduanya berbuka puasa di depan gereja serta sempat mendapatkan pembagian takjil dari muda mudi gereja. Toleransi antara ojek konvensional dan ojek daring yang semula sempat berseteru, sekarang bisa beristirahat di tempat yang sama.

Melihat tujuan moral pembuatan film ini memang bagus. Namun sebagai penonton film, saya justru mempertanyakan akhir film ini. Sepertinya film ini belum selesai, atau karena kekurangan dana terpaksa dihentikan dengan akhir mengambang.

Karena film ini hanya berakhir dengan "yuk kita jalan lagi", setelah keduanya selesai berbuka puasa. Padahal keduanya belum tiba di Masjid Istiqlal sebagai tujuan utama keduanya.

Kalau akhir film ini seperti adegan saat ini, saya tidak tega menyebutnya sebagai "click bait", namun sepertinya salah judul.

Judul film sepantasnya adalah "Komunikasi Antar Generasi". Karena sama sekali tidak menggambarkan keduanya tiba di Masjid Istiqlal. Entah mereka pulang karena gagal menemukan jalan ke Masjid Istiqlal atau keduanya akhirnya tiba juga di Masjid Istiqlal.

Memang kegalauan saya akhirnya terjawab saat diskusi film dengan Rasny yang dipandu oleh Dewi Puspa dari KOMiK.

Diskusi film (dokpri)
Diskusi film (dokpri)

Bahwa sebenarnya ada versi lain yang menggambarkan keduanya akhirnya tiba juga di Masjid Istiqlal. Menurut pendapat saya, versi ini yang sebenarnya lebih tepat menggunakan judul "Istiqlal".

Meski arti kata "Istiqlal" adalah merdeka, film ini kurang tepat menggunakan judul "Merdeka".

Film ini hanya menggambarkan komunikasi dua generasi yang terjalin, akibat mereka kesasar saat menuju ke Masjid Istiqlal.

Perbedaan jenjang antara generasi babe yang gagap teknologi dan generasi Sobari yang melek teknologi digambarkan dengan baik, dengan usulan menggunakan Google Map.

Babe enggan  menggunakan Google Map, Karena sebagai mantan anak Pecenongan pasti tahu persis arah ke Masjid Istiqlal. Rupanya dia salah, karena sekarang dia berangkat dari Tangerang Selatan yang terletak nun jauh disana.

Film ini juga memberikan sindiran kepada Pemprov tentang penduduk asli yang terpaksa harus tergusur dari habitat asalnya, akibat pembangunan. Seharusnya pembangunan, tidak perlu membuat kaum marjinal terpinggirkan.

Tentang gambaran masyarakat kota besar yang masa bodoh, juga ditampilkan dengan apik. Mereka mau menjawab ketika ditanya, meski asal menjawab. Akibatnya yang bertanya, makin tersasar.

Usulan Sobari untuk menggunakan Google Map memang membantu, setelah kekeras kepalaan babe berkurang (yang semula sangat yakin mengetahui arah ke Masjid Istiqlal).

Namun teknologi ternyata bukan segala-galanya. Begitu baterai gawai habis, teknologi bukanlah apa-apa lagi. Jadi, moral ceritanya teknologi janganlah dijadikan dewa, cukup jadikan alat bantu saja.

Bila judul "Istiqlal" dimaksudkan untuk meningkatkan pemasaran film ini, Sebaliknya akhir cerita menggambarkan keduanya tiba di Masjid Istiqlal. Itu yang paling tepat.

Terlepas dari masalah judul, film ini memang layak ditonton. Karena terbukti banyak memperoleh penghargaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Selamat berkarya Rasny, sudah tidak sabar menunggu hasil karya berikutnya, baik film pendek maupun film panjang.

Setelah nonton barang, dilanjutkan dengan diskusi film yang diselingi dengan kuis.

Terima kasih Muspen atas kesempatannya ngabuburit sambil menyaksikan film dan diskusi film, juga takjil dan buka bersamanya. Selamat Hari Film Nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun