Mohon tunggu...
Susilo Ade
Susilo Ade Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

seorang mahasiswa penggiat teknologi

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Seandainya Bisa, Dapatkah Lembaga Hukum Digantikan Oleh Kecerdasan Buatan

8 Mei 2024   08:33 Diperbarui: 8 Mei 2024   08:34 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Terkadang saya berpikir keadilan mempunyai harga, atau dalam kata lain hanyalah sebuah bisnis belaka. Seperti istilah yang banyak beredar di Masyarakat, "Hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah", orang orang ber-duit mendapat keadilan sedangkan satunya hanya mendapat hukumnya. Ini adalah bukti nyata bahwa hukum masih dapat disuap atau dalam tanda kutip dibeli. Dilansir dari website Indonesia Corruption Watch terdapat sebuah ruangan lapas Sukamiskin yang berbeda dengan lainnya, ruangan tersebut jelas lebih mewah dari sel lainnya, dan yang lebih mengejutkan sel tersebut diperuntukkan untuk para narapidana koruptor. "Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) sedikitnya sejak 2008-2018 sudah 20 orang kepala rumah tahanan, kepala penjara, dan sipir penjara yang tersangkut dalam kasus suap. Ironisnya hanya dua orang yang diproses secara hukum, sisanya cuma sanksi administratif."

            Dari beberapa bukti diatas dapat disimpulkan bahwa hukum masih cenderung lemah terhadap orang orang kalangan atas. Banyak juga kasus dimana korban menjadi tersangka karena membela dirinya dari begal/perampokan. Maka dari itu, sebagai bagian dari Masyarakat tentunya, saya memeiliki harapan bahwa seandainya hukum adalah sebuah mesin maka kita akan susah mencuranginya, benar bukan?

            Teknologi pengolahan data telah berkembang sangat jauh, hingga titik dimana kita berhadapan dengan Kecerdasan Buatan. Kecerdasan buatan ialah sebuah computer yang didesain menyerupai pemikiran manusia. Keunggulan AI diantaranya adalah bisa memproses data dalam volume besar, membaca pola, serta memperkirakan kejadian berdasarkan informasi yang tersedia. Berikut jabaran keuntungan yang diperoleh dalam mempekerjakan AI di bidang hukum:

  • Analisis data cepat dan akurat. Analisa dokumen penunjang seperti kontrak, putusan pengadilan, dan informasi hukum yang dibutuhkan menjadi lebih cepat. Pekerjaan pengacara atau ahli hukum lainnya menjadi lebih efisien dan efektif.
  • Prediksi dan Analisis Risiko, AI dapat digunakan untuk menganalisis data historis dan memprediksi hasil kasus hukum atau risiko hukum yang mungkin dihadapi oleh suatu perusahaan atau individu. Ini membantu dalam pengambilan keputusan strategis.
  • Automatisasi Proses Hukum: AI dapat digunakan untuk mengotomatisasi tugas-tugas administratif dalam praktik hukum, seperti penyusunan dokumen, analisis kontrak, dan manajemen kasus. Hal ini memungkinkan pengacara untuk fokus pada tugas-tugas yang memerlukan keahlian manusia.

Meskipun terlihat menjanjikan, semua yang dilakukan AI tergantung pada kualitas serta kuantitas data yang diberikan. Dalam dunia hukum tidak ada 2 kasus yang identik. Manusia berbuat dengan berbagai faktor latar belakang atau zaman. Manusia itu sangat dinamis, ini menjadi tantangan besar bagaimana menciptakan sistem hukum yang dapat menyamai perkembangan manusia.

Riki Perdana Waruwu mengatakan, pada seorang hakim, melekat 3 (tiga) jenis keadilan pada saat menangani perkara, yaitu keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral justice), dan keadilan sosial (social justice)[1]. Dikarenakan AI adalah sebuah mesin maka AI tidaklah mempunyai rasa, karsa, dan hati Nurani. Keadilan yang diberikan oleh AI bersifat kaku dan tidak memperdulikan apakah keadilan tersebut sudah sesuai dengan asas perikemanusiaan atau hati nurani[2]. Dalam hal ini maka AI dipandang tidak dapat memberikan kebermanfaatan jika harus berhubungan dengan dilema dilema Nurani dan kemanusiaan. Seringkali keputusan hukum adalah berdasarkan fakta fakta yang mungkin kurang jelas ataupun suatu aturan yang bias, Keputusan humanitis harus dilakukan seorang hakim berdasarkan aturan yang sesuai, konsekuensi jangka Panjang serta konsekuensi sosial. Jelas ini merupakan sesuatu yang sulit dicapai sebuah algoritma. AI hanyalah sebuah alat untuk membantu manusia dalam membuat keputusan hukum namun keputusan akhir tetaplah berada di tangan Hakim.

Referensi


[1]      "Mahkamah Agung Republik Indonesia." Accessed: May 05, 2024. [Online]. Available: https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/5933/apakah-hakim-bisa-digantikan-oleh-ai

[2]      "Info Singkat-XV-19-I-P3DI-Oktober-2023-208".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun