Waktu terus berjalan, tak terasa sudah lebih dari sepuluh hari berpuasa di bulan Ramadhan. Sebuah hadis yang sering dikutip para penceramah, menyebutkan ada tiga bagian bulan Ramadhan. Bahwa, sepuluh hari pertama adalah hari-hari penuh rahmat, lalu bagian kedua adalah masanya pengampunan dosa, dan terakhir pembebasan dari api neraka.
Menurut ulama pemerhati, peneliti, dan pembaca hadis tingkat hadis tersebut tidak sampai derajat hadis sahih. Namun dapat digunakan untuk memotivasi, semangat dalam beramal kebaikan, selagi masih ada kesempatan. Sebab sangat singkat waktu yang tersedia, jangan sampai waktu berlalu tanpa amal yang bernilai ibadah.
Ustad Mujib Abdurrahman, Lc., dalam kultum shalat tarawih malam ke-10 di masjid Mahronnisa, Ponpes Gontor Putri 1 menyampaikan ada begitu banyak hikmah dari ibadah puasa ramadhan. Satu di antaranya, puasa dapat melatih, dan menanamkan perasaan muroqobatulloh, yaitu merasa dekat dan di awasi oleh Allah SWT dalam setiap detik waktu hidupnya.
Tidak pernah ada waktu bagi manusia  yang tidak dipantau oleh-Nya. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, termasuk kepada manusia baik di daratan, lautan, ataupun langit. Seandainya manusia menyadari terus perasaan ini pasti akan memberikan dampak positif bagi aktivitasnya sehari-hari. Etos kerjanya meningkat, amanah dijaga, dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Masih hangat dan belum selesai proses hukumnya kasus korupsi di PT Pertamina, terkait dengan oplosan BBM produksi perusahaan tersebut. Lalu muncul lagi berita korupsi minyak goreng. Singkatnya, setiap kemasan botol minyak goreng merk Minyakita dikurangi takarannya. Jika seseorang membeli lima botol minyak maka ia hanya memperoleh empat botol dari yang dibayar. Kasus korupsi tersebut tentunya menyebabkan kerugian bagi masyarakat banyak, terutama rakyat kecil.
Melansir tulisan ustad Firanda dalam Firanda.com, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata tentang al-Ihsaan yang memiliki kaitann dengan sikap murobatulloh:
"Al-Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihatmu". H.R. Bukhari no. 50 dan Muslim no. 8.
Orang yang telah mencapai derajat Ihsan adalah orang yang senantiasa murooqobah (merasa di awasi dan dilihat oleh Allah) dalam segala gerak-geriknya, terutama tatkala sedang beribadah. Seseorang tatkala beribadah merasa diawasi dan dilihat serta dinilai oleh Allah maka ia akan berusaha untuk beribadah dengan sebaik-baiknya di hadapan Allah.
Allah berfirman kepada Nabi-Nya :
"Dan bertawakkallah kepada (Allah) yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri, dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.  Sesungguhnya Dia adalah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui". (Q.S. Asy-Syu'aroo ayat 17-20)
Tatkala sedang shalat ia sadar bahwa berdirinya, ruku'nya, dan sujudnya sedang diawasi oleh Allah, maka tatkala itu ia akan lupa dengan pandangan dan penilaian manusia dan tidak mempedulikan penilaian mereka. Pun demikian ketika sedang puasa seseorang yang memiliki iman kuat maka akan merasa dipantau oleh Allah SWT sehingga tidak berani melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa, seperti makan, minum dan lain-lain.
Perasaan tersebut jika menetap dalam diri seseorang setelah puasa sebulan penuh maka ia akan senantiasa berhati-hati dalam setiap kata dan perbuatannya. Sebab ia selalu ingat dengan pengawasan, dan pandangan Allah SWT. Bukan hanya dalam ibadah puasa, shalat saja yang baik, namun dalam ibadah sosial seperti belajar, bekerja, dagang. Bagi seorang pejabat, atau pemimpin ketika memimpin perusahan, atau pemerintahan berusaha menjadi yang terbaik. Karena jika tidak menjadi hamba dengan amalan yang terbaik apalagi korupsi maka ia termasuk dalam orang yang berkhianat, tidak pandai bersyukur, dan akibatnya akan mendapat sanksi yang berat dari Allah SWT di dunia maupun di akhirat.