Mohon tunggu...
PM Susbandono
PM Susbandono Mohon Tunggu... -

Berpikir kritis, berkata jujur, bertindak praktis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gesture

24 Oktober 2014   02:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:56 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14140777261559814950

[caption id="attachment_368712" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi bahasa tubuh. (Shutterstock)"][/caption]

Ada ungkapan yang yang saya sukai tentang mata. Lebih tepat, tentang sorot mata. “Mulut bisa menipu, tetapi mata tidak”. Ungkapan itu, seolah-olah mengatakan bahwa mata pun bisa bicara. Mungkin yang benar, mata bisa berkomunikasi lebih efektif dibanding mulut. Saya setuju dengan pendapat tadi, meski tentunya, tidak dapat digebyah uyah.

Sebetulnya, tidak hanya mulut dan mata yang bisa berbicara. Anggota tubuh yang lain pun dapat. Bila anggota tubuh, selain mulut, mengirim pesan kepada orang lain, itu disebut sebagai gesture. Istilah lain yang dipakai adalah ‘bahasa tubuh’ atau body language.

Gesture adalah bentuk komunikasi non-verbal atau non-vokal, dengan menggunakan anggota tubuh selain mulut. Ia bicara dalam diam, mungkin hanya menggunakan gerakan kecil di sana-sini. Gesture bisa dibarengi dengan komunikasi verbal ataupun ketika diam. Bisa menguatkan, bisa pula membantah.

Senyum kecut, muka masam, mata berbinar-binar, wajah sumringah atau mencibir adalah gesture. Masing-masing mempunyai arti ketika disampaikan. Sayang, ilmu mengenai gesture belum berkembang sesuai kebutuhan, padahal gesture menyita 60%-90% komunikasi antarmanusia. Hanya sedikit ilmuwan peneliti gesture dapat disebut, seperti Quintilian, di era kekaisaran Romawi, John Buwler (1644) atau Andrea De Jorio (1832). Sejauh ini, pemahaman gesture masih dianggap sebagai pelengkap komunikasi verbal, belum ditangkap dengan seragam dan merata.

Orang Jawa merasa kurang ajar bila menatap mata lawan bicaranya, sementara orang Amerika malah meminta agar hal itu dilakukan. Komunikasi gerakan-tubuh memang tidak bias budaya. Ia dipengaruhi kental oleh tradisi, sejarah, kepercayaan dan unggah-ungguh lokal.


Pengusaha, artis atau politisi sedikit di antara banyak profesi yang harus menguasai gesture dengan baik. Baik memakai, mau pun menangkap. Mereka banyak dituntut untuk melakukan komunikasi dengan cara itu. Membaca atau mendengar maksud mereka dengan lurus-lurus saja atau harafiah, jelas beresiko menyesatkan.

Walk Out para anggota DPR dari Partai Demokrat di sidang pleno DPR, saat mengesahkan UU Pilkada, jelas lebih memerlukan interpretasi gesture yang tidak sederhana. Termasuk pernyataan SBY, Ketum PD, yang seolah-olah menyesalkan tindakan anak-buahnya itu. Jangan menangkap apa yang terdengar saja, melainkan harus juga meneliti apa yang tak terucapkan, atau tak terlihat. Itu bukan sandiwara atau “penipuan”, tetapi suatu langkah politicking biasa yang memerlukan kematangan berbahasa tubuh yang jempolan. Gesture bukan suatu hal yang sederhana, lebih-lebih bila sudah ‘dimainkan’ di level politik negara.

Orang Barat mempunyai budaya dalam berbicara dengan lebih straight forward dibanding orang Timur. Mereka lebih to the point, lugas dan apa adanya. Beda dengan orang Timur, yang menutupi maksud kalimat dengan selimut tebal, penuh basa-basi, menenggang rasa dan gampang tergelincir menjadi omongan mbulet.

Dalam ilmu Psikologi Komunikasi, orang Barat disebut berbudaya contact factor, sementara orang Timur lebih context factor.

Itu baru perbedaan antara Barat dan Timur. Bahkan di kalangan bangsa Timur sendiri, masing-masing bangsa atau suku bangsa, atau bahkan sub-suku mempunyai tingkat contact versus context yang berbeda-beda. Orang Batak dikenal blak-blakan, sementara orang Jawa lebih malu-malu dalam mengekspresikan pendapatnya. Bicara keras dengan orang Jawa bisa dianggap marah, berbisik dengan orang Batak dianggap peragu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun