Mohon tunggu...
Susana Devi Anggasari
Susana Devi Anggasari Mohon Tunggu... Guru - Suka Nulis Tapi Bukan Penulis

Mamak dari Duo Mahajeng, istri dari Pak Taji Pecinta aksara, penikmat malam. Kenal saya lebih di susanadevi.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"BASMI" Mental Miskin untuk Putuskan Rantai Kemiskinan di Indonesia

28 Februari 2019   04:03 Diperbarui: 28 Februari 2019   04:52 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemiskinan adalah masalah klasik yang dihadapi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi di mana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak.

Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan tidak terpenuhinya hak-hak dasar untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat karena kondisi sosial ekonomi. Kebutuhan dasar yang dimaksud bukan sekadar kebutuhan akan makanan saja, tetapi juga kebutuhan akan pendidikan, perumahan, kesehatan, pekerjaan, rasa aman, bahkan kebebasan berpendapat.

Indonesia dan Kemiskinan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2018 berkurang sebanyak 633,2 ribu orang dibanding bulan September 2017 menjadi 25,95 juta orang. Penentuan angka kemiskinan ini diukur berdasarkan jumlah minimal setiap individu mencukupi kebutuhan dasarnya yang disebut dengan angka rata-rata garis kemiskinan.

Angka rata-rata garis kemiskinan pada Maret 2018 adalah Rp401.220 per kepala per bulan. Artinya, jika dalam sebuah rumah tangga ada 3 jiwa maka pengeluaran minimal yang harus dikeluarkan adalah 3xRp401,220 atau Rp1.203.660.

Masyarakat yang pengeluarannya di bawah angka tersebut maka terbilang masyarakat miskin. Berdasarkan data tersebut, kita dapat melihat bahwa masih ada 25,95 juta orang yang hidup di bawah garis miskin. Bukan angka yang sedikit tentunya.

Mau tidak mau, jumlah masyarakat miskin ini harus ditekan. Kemiskinan seperti menjadi mata rantai yang tidak putus yang menghambat kemajuan bangsa. Kemiskinan menyebabkan pengangguran, kriminalitas, rendahnya sumber daya manusia, gizi dan kesehatan yang rendah.

Sementara itu, banyaknya pengangguran; rendahnya sumber daya manusia, rendahnya gizi dan kesehatan juga rentan menambah angka kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah melalui berbagai programnya berusaha memutus mata rantai ini.

Program Keluarga Harapan untuk Keluarga Sejahtera
Program Keluarga Harapan/ PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat yang diberikan kepada keluarga miskin atau rentan yang sudah lulus verifikasi data. Keluarga miskin atau rentan yang berhak menerima PKH adalah ibu hamil/ nifas/ menyusui, anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk sekolah dasar, dan atau anak usia sekolah yang belum menyelesaikan pendidikan dasar (SD-SMP), penyandang disabilitas, dan lansia.

Awalnya saya kira, program yang dimulai diujicobakan sejak tahun 2007 ini adalah program yang sia-sia. "Miskin kok dipelihara," begitu pikir saya. Mengapa saya sampai berpikir seperti itu? Karena saya mengira PKH tidak ada bedanya dengan program-program bantuan lain yang hanya memberikan bantuan berupa uang atau barang pada rakyat miskin. Menurut saya, rakyat miskin itu jangan hanya diulungi (diberi) terus-menerus, tapi harus dientas agar mentas (diangkat dari kemiskinan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun