Rumah sakit adalah salah satu tempat yang tidak pernah tidur. Mulai dari matahari bangun hingga tidur dan kemudian bangun lagi, tempat tersebut niscaya tak pernah memejamkan mata. Selalu ada aktivitas di dalamnya. Mulai dari pasien  memencet tombol darurat untuk meminta tolong karena cairan infusnya telah hampir habis, hingga perawat yang terjaga di depan komputer untuk menyelesaikan administrasi.
Malam hening terasa sangat syahdu. Namun, lebih syahdu bila berada di rumah sakit. Kita akan melihat orang-orang yang sedang opname dan keluarga yang menunggu di dalamnya dibuntuti rasa cemas dan was-was. Pun suster perawat menantikan keselamatan dan kesembuhan pasien.Â
Malam itu, saya berada di rumah sakit, sekitar pukul 20.00. Suasana di rumah sakit masih ramai. Pasien di IGD datang dan keluar silih berganti. Pasien yang antre di dokter spesialis pun masih cukup banyak. Sedangkan saya saat itu berada di antrean apotek untuk menunggu obat.Â
Antrean penunggu obat masih cukup banyak. Ada yang menunggu sambil melamun, bercakap dengan kerabatnya, ada pula yang membuka handphone sambil bermain game untuk mengusir kebosanan. Sedangkan beberapa kali terdengar pengumuman di speaker himbauan supaya pasien dapat mengambil obat pada hari yang sama, seandainya obat tidak diambil dalam 3 hari, obat tersebut dinyatakan hagus.Â
Di sisi lain, ada pemandangan menarik hati saya. Seorang wanita tua berkerudung duduk di dekat saya. Ia mengenakan headset dan membuka handphone. Di handpone-nya terbuka Al-Quran. Ia lirih membaca Al-Quran itu sembari mengikuti suara yang berasal dari headset-nya.
Pengalaman itu menyadarkan saya, pada saatnya setiap manusia akan menjadi tua. Saat di titik tersebut, raga yang telah renta itu tidak lagi membutuhkan pemandangan pantai, puncak gunung, kafe, atau bahkan diskotik. Selain rumah sebagai tempat singgah, rumah sakit adalah satu tempat tujuan yang dibutuhkan saat kita telah menua. Bolak balik untuk check up kesehatan menjadi kebiasaan yang lumrah. Bacaan atau tontonan yang dikonsumsi bukan lagi bicara cara menghasilkan uang, melainkan cara memperolah kesehatan.
Selain rumah sakit, rumah ibadah adalah tempat tujuan selanjutnya. Pada usia yang renta, rumah ibadah menjadi sandaran yang paling kokoh. Kaki seharusnya lebih ringan untuk berjalan ke rumah ibadah. Kita seakan menghampiri panggilan untuk mendekat dengan Yang Maha Kuasa, sebelum Tuhan benar-benar memanggil hidup kita. Di rumah ibadah kita memasrahkan hidup kepada Sang Pencipta. Seperti yang dilakukan ibu tadi. Bahkan di rumah sakit pun ia melakukan perjalanan spiritual. Ia mengharapkan kehadiran keselamatan yang diupayakan oleh dokter dan menantikan Tuhan Yang Menyertai.Â
Pada masanya, saya dan Anda akan ada di titik itu. Titik senja yang tak lagi membutuhkan sebuah keramaian. Betapa bahagianya jika bisa sampai di titik itu. Kita tidak lagi membutuhkan apa-apa, selain sehat dan bahagia. Kita tidak lagi dikejar-kejar target, deadline, cicilan, atau lain-lainnya. Ambisi-ambisi telah tertanggalkan, dan waktu yang hadir menjadi syukur yang begitu dalam sebagai nikmat pemberian dari Sang Pencipta.Â
Pada masa itu juga, waktu terasa sangat lambat (slow living). Sebab, kita tidak mempunyai target lain selain kesehatan. Kita seperti berjalan di jembatan untuk menuju Rumah Tuhan di seberang. Kita Bersiap menunggu panggilan-Nya yang lembut untuk menyudahi masa bakti di dunia. Menjadi Tua adalah penantian. Titik yang begitu diidam-idamkan. Sungguh, menyenangkan seandainya dapat sampai pada masa tua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI