Memandang kerumunan manusia dari satu sisi Monumen Nasional. Eforia terasa begitu kental hari ini.Aroma kegirangan tercium lekat. Semua jadi bagian kegembiraan. Seluruhnya merasa patut turut dalam perayaaan. Presiden baru telah disumpah dihadapan Majelis yang terhormat. Untuk amanah pada Pancasila dan Undang-undang.


Setelah pelantikan Presidenpagi harinya di Gedung MPR/DPR.Untuk pertama kali dalam ritual pergantian pemimpin di negeri ini, puluhan ribu manusia tumpah kejalan. Menjadi rakyat yang menanti pemimpinnya.Bintangnya Jokowi, berduet dengan Jusuf Kalla.Kirab keduanya diatas andong mengitari jantung Jakarta , memberi ruang dan waktubagi rakyat dan pemimpinnya untuk saling menyapa tanpa jarak.



Meski dengan usia yang terpaut nyaris 20 tahun lebihmuda, popularitas Jokowi nampak jauh melampaui Jusuf Kalla di mata para penyaksi kirab.Namun pengalaman menjadi Wakil Presiden yang diembannya 10 tahun lampau, adalah modal berharga. Untukmengiringi jalan Jokowi lima tahun kedepan. Pada pundaknya, jutaan wong cilik menitipkan harapannya untuk perbaikan nasib. Seperti pemihakannya pada orang miskin yang selama ini ditunjukkan. Lewatcara kerja blusukan nya yang tak lazim Tak sembarang jika Time menyebutnya sebagai A New Hope .

Untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, antusiasme warga sedemikian besarnya menyambut pemimpinnya. Dari satu sisiMonumen nasional, anak kecil, remaja, dewasa hingga lansia memenuhi ruas jalan. Dariyang bersandal jepit, mengendara sepeda,becak, hingga kaum pekerja kelas menengah . Para pedagang punikut larut dalam simbol merah putih.



Rekonsiliasi yang manis beberapa hari sebelumnya diantara Presiden terpilih danpesaingnya mungkin memberi pengaruh membentuk ciamik nya perayaan.Meskipun kritik, sinisme dan kekecewaanpihak yang kalah bersaing masih terusdigulirikan. Toh, kitatetap perlu pihakoposisiuntuk menjalankan fungsi kontrol dari luar sistem. Demikian , harmoni.


Jokowi-JKmenyaparakyatnya dari atas andong yang berjalan lambat. Terhambat kepadatan manusia. Keduanya terus melambaikan tangan. Bersama, merasakan terik matahari yang menyengat. Seperti  mengingatkan begitu banyaknya pekerjaan yang   harus mereka jalankan.  Terutama untuk memperbaiki kualitas pendidikan, kesehatan, pemukiman, energi, transportasi,, manajemen bencana dan  perubahan iklim,ketenagakerjaan  kerja dan seterusnya.  Isu sosial lain membentang didepan mata untuk diselesaikan termasuk kriminalitas , hak azasi dan kekerasan berbasis gender.



Jokowi nampaknya tak lihay berkata-kata. Ia sepertinya bukanlah orator ulung. Untunglah, diatas semuanya, Indonesia lebih perlu pemimpin yang yang mau mendengarkan rakyatnya. Bukanpempimpin yang sekedarmengumbar kata.

Kirap hari ini adalah karnaval rakyat. Ekpresi peserta kirabibarat galeri harapan yang dipampangkan nyata . Dengan satu benang merah yang nyata tentang optimisme. Bahwa Indonesia bisa jadi lebih baik.
Malam harinya, konser gratis digelar. Ribuanpenikmatnya kembali tumpah mengisi setiap sudut dihadapan panggung raksasa dalam area Monumen nasional. Satu hari yang jadi miik rakyat.Muncul rasa haru yang menyenangkan. Kita memang merindukan momen semacam ini. Salam tiga jari. (one’)



Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI