Mohon tunggu...
Anton Surya
Anton Surya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana

Pengelana

Selanjutnya

Tutup

Financial

Omnibus Law Cipta Kerja, Sebuah Langkah Berani Pemerintah

2 April 2020   13:04 Diperbarui: 2 April 2020   13:07 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap peraturan yang di keluarkan oleh pemerintah pasti akan mendapatkan pro dan kontra. Omnibus Law atau undang-undang sapu jagat yang mencoba untuk menyerderhanakan perundang-undangan di negeri kita, saat ini akan dibahas di DPR-RI. Banyak peraturan yang saling tumpang tindih di negeri ini akan disederhankan dengan Omnibus Law. Sebagai negara hukum yang menjadikan hukum sebagai panglima seharusnya kita memiliki peraturan yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh masyarakat banyak. Menurut Ansy Lema Anggota DPR-RI jika Omnibus Law ini disahkan maka akan ada 8.000 undang-undang dan 15.000 peraturan pelaksanaan perundang-undangan akan dihilangkan. 

Presiden Jokowi dalam setiap pidatonya secara implisit bahwa peraturan di Indonesia menjadi kontra produktif dengan banyak aturan. Dengan adanya Omnibus Law akan membuat Indonesia menjadi negara yang kompetitif baik bagi pengusaha maupun pekerja. 

Indonesia dalam dalam laporan Bank Dunia memiliki posisi yang statis di peringkat 73 dari 190 negara dalam kemudahan berusaha selama tahun 2019-2020. Presiden sudah mengeluarkan beragam aturan untuk menyederhanakan peraturan tetapi ternyata belum cukup. Presiden menjadi gerah terhadap beragam peraturan yang menghambat investasi baik di pusat maupun daerah. 

Belum lagi tingkat upah yang tinggi tetapi tidak dibarengi oleh tingkat produktivitas yang tinggi membuat orang enggan untuk melakukan investasi. Investasi adalah penggerak dunia usaha. Dunia usaha adalah urat nadi perekonomian bangsa yang membuat negara bisa bergerak secara dinamis menuju negara yang lebih maju.  Omnibus law Cipta Kerja yang ditentang oleh Organisasi buruh karena dianggap merugikan buruh. 

Menurut Said Iqbal, Presiden KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia),  Draft Omnibus Law Cipta Kerja merugikan buruh karena menghilangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota dan bersifat eksploitatif karena bisa menaikan jam kerja buruh menjadi diatas 40 jam kerja dalam satu minggu.  

Tetappi kita perlu melihat tingkat proditivitas kerja para buruh yang ada di negara kita. Menurut survey yang dilakukan oleh APO (Asian Productivity Organisation) pada tahun 2019, dari 24 negara di Asia Indonesia hanya menduduki peringkat 13 dengan level produktivitas 21 persen, Peringkat pertama ditempati Singapura dengan level produktivitas 115 persen dan kedua, Hongkong, pada level 94 persen. Kita juga jauh dibawah Malaysia diperingkat ke-8 dengan 49 persen bahkan dibanding Srilanka dan Mongolia kita masih kalah. Srilanka di level 25 persen dan Mongolia di 23 persen. 

Rendahnya tingkat produktivtas di negara kita tentu membuat tidak nyaman iklim berusaha di negara kita. Iklim usaha itu berkaitan langsung dengan investasi. Investasi enggan datang ke Indonesia karena terhambat oleh upah tenaga kerja yang tinggi. Sementara pembukaan lapangan usaha bergantung pada investasi. Tenaga kerja terserap dengan adanya investasi. Tanpa Investasi maka mustahil lapangan kerja akan terbuka. 

Indonesia sedang memiliki bonus demografi. Sebuah kondisi di mana penduduk usia produktif lebih banyak ketimbang usia nonproduktif. Tetapi pengangguran selalu meningkat setiap tahun. Itu menjadi paradox dan masalah yang menghantui presiden kita. Sejak tahun 2015 tingkat penganguran di Indonesia tidak pernah kurang dari 7 juta. Sementara sektor penyerap tenaga kerja terbesar adalah sektor pertanian. Belum lagi tenaga kerja di sektor informal yang tinggi membuat kita tidak bisa memanfaatkan bonus demografi yang ada. Ini tentu akan menghambat kita untuk melangkah dan lepas dari jebakan negara kelas menengah. Pemerintah harus berani memulai langkah berani dengan menciptakan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia.

Tujuan pembuatan Omnibus Law Cipta Kerja adalah untuk menangkap potensi yang ada di negeri kita. Lima tahun ke depan, setelah infrastruktur selesai dibangun, maka kita harus siapkan manusianya, agar bonus demografi bisa dimanfaatkan untuk menjadi tenaga kerja yang terampil, berpengalaman dan memiliki daya saing secara global. Tenaga kerja yang produktif harus terserap semua untuk menjadi aktor pembangunan bukan lagi penonton. Tingkat produktivitas juga harus diseimbangkan dengan upah yang ada. Sehingga terjadi hubungan mutual antara perkerja dan pengusaha. 

Sumber: Okezone, Liputan6, CNN

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun