Mohon tunggu...
Surya Al Bahar
Surya Al Bahar Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri surabaya

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aktif di organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat Unesa dan PAC. IPNU Kecamatan Glagah. Selain itu, kesehariannya sering menulis puisi, cerpen, dan opini untuk konsumsi sendiri dan aktif di beberapa kelompok diskusi, salah satunya kelompok diskusi Damar Asih. Selain di kompasiana, ia juga sering mengabadikan tulisannya di blog pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidak Bisa Berfikir dan Berkata-kata

23 Agustus 2017   22:10 Diperbarui: 23 Agustus 2017   22:26 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Joyoboyo (Sumber Gambar : Lentera Kota)

Aku tidak bisa berkata apa-apa, tidak bisa berfikir apa-apa, sampai aku tidak bisa mengartikan sisi pengalamanku ketika itu. Kehidupan yang tak terbiasa aku lakukan. Ketika kecil pun mungkin hal semacam itu tidak terjadi di kalangan kehidupan sosialku. Kalau pun orang yang bisa menduga-duga apa yang menjadi sebab akibat yang ditimbulkan anak-anak itu, bisa jadi hanyalah analisis praduga. Karena manusia hanya bisa mengira sampai pada batas tertentu. 

Sedangkan untuk kepastiannya, manusia tidak berhak melakukannya. Kehidupan sosial mempunyai peran penting disetiap perkembangan individu manusia. Kata guru saya "Orang yang bergaul dengan minyak wangi, maka orang itu akan ketularan wangi. Jika ada orang yang bergaul dengan kotoran, maka orang itu juga akan ikut kotor." Tapi jika dilihat dari sudut pandang berbeda, saya tidak bisa membedakan mana kotor dan bersih. 

Ada orang yang dianggap kotor, tapi di lain perilakunya, dia mempunyai hati yang besar. Penuh ketoleransian, kedermawanan dan kearifan. Di sisi perilakunya yang tak begitu baik mungkin dia menyembunyikan hatinya tersebut. Banyak juga orang yang dianggap bersih, dilihat dari perilakunya sudah terlihat kalau dia mencirikan orang  yang baik. Tapi tanpa banyak orang tau kalau di hatinya selalu terbesit untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan perilaku pencitraannya ke orang lain. Saya betul-betul bingung dengan sistem penilaian yang bersifat subjektif seperti itu. Kalau ingin mencoba menilai seseorang dengan objektif, harus betul-betul dinilai dengan teliti. Selain dari perilakunya, alangkah baiknya dicoba beberapa hari tidur dirumahnya atau menjadi asisten pribadinya dengan suka rela.

            Saya tidak habis pikir, tetangga saya kemarin mengalami pencurian dengan teknik penggendaman, bayangkan mau mencuri saja ada tekniknya. Dia seorang juragan ikan tambak, apapun hasil ikan yang dipanen petani tambak, selalu di jual kepadanya. Tiap pagi dia menunggu jemputan sambil berdiri di pojokan desa pinggir jalan, entah saat itu kenapa orang yang ditunggu lama sekali, oh ya, tiap hari dia selalu ke pasar ikan untuk menjual panen ikan para petani. Pakaiannya terlihat mewah, kalung dan gelang yang dikenakannya dari emas. Tidak terlihat kecil, melainkan besar-besar. 

Memang dandanan para juragan ikan di tempat saya seperti itu. Tapi Mungkin hari itu adalah hari sialnya. Setelah lama menunggu, akhirnya ada mobil yang menghampirinya, mobil bagus berwarna merah, sopirnya menawari dia untuk naik di mobilnya. Tanpa pikir panjang dia langsung masuk ke mobil tersebut, berhubung sudah dikejar watu. Karena kalau terlalu siang, pasar ikan itu segera tutup. Ternyata di dalamnya tiga orang laki-laki berjubah putih-putih, ditangannya selalu menggerakkan tasbih, mulutnya tiada henti mengucap kalimat dzikir.bahkan katanya, mereka bertiga tersebut ketika perjalanan sering menasihatinya. Mirip sekali dengan para ulama'-ulama'. Tapi apa, sekejap saja dia langsung terkena gendam, seluruh uang yang ada di dompetnya diambil, semua perhiasan yang dikenakannya raip di curi mereka. Tragisnya dia diturunkan tidak di tempat tujuannya dengan tidak sadar

          Dari kejadian itu, saya tidak bisa memandang orang lain dengan sebelah mata, sebab orang baik belum tentu baik, orang jelek pun belum tentu jelek. Baik dan jelek hanya Allah yang mengetahuinya. Meskipun kalau kamu menganggap orang baik, apakah kamu tau kesehariannya dirumah, bagaimana cara dia bersikap terhadap diri sendiri.  Orang biasanya mempunyai prinsip kehidupan sendiri-sendiri. Pikiran orang-orang pun bisa bercabang-cabang. Ada yang berpikiran kalau sebisa mungkin dia harus menyembunyikan kebaikannya seperti dia menyembunyikan aibnya sendiri, lebih baik orang menilai dengan keburukan, biar Tuhan saja yang menilai saya dengan kebaikan melalui hatiku.

            Itulah salah satu ciri kehidupan sosial, banyak kaca mata yang digunakan dalam menilai. Sama halnya dengan orang-orang yang saya temukan di pinggiran kota Surabaya, tepatnya di terminal Joyoboyo. Miris, ketika saya tiap tahun merayakan kemerdekaan bangsa Indonesia, bahkan seringkali menyanyikan lagu Indonesia Raya. 

Tapi ketika melihat mereka berkehidupan, terasa sedih dan bersyukur di hati. Bagaimana kalau aku yang dilahirkan di tempat seperti ini?, Pasti aku akan tidak menjadi yang saat ini. perilaku dan kebiasaanku pasti sangatlah berbeda. Kesedihanku terasa sangat mendalam ketika saya berpikir kalau seberapa dosanya, para teman-teman yang diatas sana seakan melupakan sisi lain dari kehidupan sosial yang seperti ini. Peristiwa itu saya ketahui saat aku mencoba mengikuti komunitas sosial yang bernama Lentera Kota, komunitas ini berdomisili di Kampus UNESA, karena kebanyakan pendiri dan para anggotanya berkuliah di UNESA. Di situ saya mulai sadar. Tidak ada apa-apanya orang kaya kalau bukan karena mereka, tidak ada apa-apanya para pejabat yang duduk di kursi bagus, berfasilitas mewah, kalau bukan karena mereka semua.

            Katika saya tanya "Apakah mereka sekolah?", dan jawabannya adalah ternyata mereka sekolah. Kemudian, apakah dengan mereka sekolah sikap dan perilakunya tidak bisa berubah. Apakah sebegitu kuatnya peran sosial mempengaruhi mereka. Kenapa saya bisa ngomong seperti itu, karena saya tau dan pernah berkecimpung disana. Saya tidak mau menceritakan sikap mereka, kelakukan serta bagaimana cara mereka beraul. Kalau mau tau silahkan datang sendiri kesana. Analisis serta coba menilai sikap mereka dengan sesama dan bergaul terhadap temannya.

            Apakah mereka termasuk orang yang teraniaya? Kalau memang teraniaya, lantas mereka dianiaya oleh siapa?. Sedangkan di hadapan Tuhan, lebih dikabulkan mana do'a ora yang teraniaya atau orang yang tidak teraniaya. Menurut saya, percuma kalau orang-orang yang sedang memanifestsikan politiknya untuk Indonesia ini tanpa do'a dan dukungan mereka. Do'a mereka lah yang lebih terkabul dibandingkan dengan do'a-do'a orang yang biasa. Negara tidak bisa berhasil tanpa do'a orang-orang seperti mereka. Tugas negara adalah membesarkan hati mereka, mengayomi mereka dan mengasihi mereka. Itu adalah rakyat Indonesia. Do'a dari kejayaan bangsa adalah berasal dari mereka semua.

            Para ulama', kiyai, dan orang-orang pintar tidak pernah tau, do'a siapa yang dikabulkan oleh Allah. Do'a terkabul adalah bisa dari mana saja, bisa dari orang yang mendo'akan, bisa dari orang yang dido'akan. Bahkan biasanya disuatu acara pengajian yang sampai ratusan bahkan ribuan penontonnya, ada yang paling pojok di bawah pepohonan dengan ikhlas mendengarkan kiyainya berceramah, ada yang menonton dari yang paling jauh dari panggung. Mungkin itu yang dikabulkan do'anya oleh Allah. Kita tidak tau siapa dan kapan do'a kita dikabulkan oleh Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun