Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melihat Hati Melongok Nurani

9 April 2017   22:33 Diperbarui: 9 April 2017   22:41 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa ini lucu, kadang membuat kelakar dan dagelan yang menjadi tontonan sejagad tanah air. Bangsa ini sedikit edan, kala lidah mampu bersilat lebih hebat di banding seorang pesilat profesional untuk terus mencari argumen berdasarkan fakta bernama seolah olah. Lihatlah dagelan minggu ini di DPD yang menjadi viral dan sorotan serta headline di beberapa surat kabar di Indonesia. Kericuhan yang dipicu oleh terpilihnya ketua dan wakil ketua DPD yang baru, padahal undang undang yang baru berkaitan dengan masa jabatan ketua dan wakil ketua DPD selama 2 tahun 6 bulan telah di batalkan oleh MA pada 29 Maret lalu.

Kalau boleh menafsirkan, bagi saya kericuhan kemarin lebih di sebabkan oleh nafsu kelompok akan kekuasaan, keserakahan dan sebuah tujuan yang mungkin tujuan politis yang belum jelas apa, sehingga abai pada hukum dan undang undang. Pergerakan untuk memenangkan Ketua DPD terpilih saat ini memang telah di rencanakan sebelumnya. KOMPAS Rabu 5 April 2017 menuliskan bahwa Djarsemen Purba, anggota DPD dr kepulauan Riau mengaku pernah di dekati tim sukses Oesman pada akhir 2016 lalu. Kehadiran MA dalam pelantikan Oesman pun melegitimasi Oesman sebagai ketua DPD secara resmi dan MA sukses melawan keputusannya sendiri

Negarawan menjadi barang langka, politisi malah semakin tak berisi, lidah menjadi tameng yang paling ampuh ketika kritik berbunyi di berbagai ruang publik. Perlawanan terhadap produk hukum di tepis DPD dengan alasan adanya kehadiran dari MA, sementara MA sendiri berkelit bahwa adanya aturan baru di DPD bukan merupakan urusan MA dan kehadiran MA hanya untuk melaksanakan undang untuk menuntun ketua DPD terpilih. Bahkan syarat kuorum dalam sidang yang harusnya dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPD atau 66 orang kembali di tepis oleh daftar absen yang tertulis ada 106 anggota. Padahal sidang paripurna tersebut hanya di hadiri oleh 62 anggota DPD (Kompas, Kamis 6 April 2017).

Ketika lidah mulai berdusta, nurani pun hilang seketika. Toh untuk mendapatkan sesuatu ada harga yang harus di bayar kan. Nurani menjadi harga pertama, hingga kemudian sikap jujur akan menjadi korban kedua, dan pikiran yang bersih akan menjadi korban berikutnya. Toh kepala mereka akan terus memikirkan kebohongan kebohongan lain dan cara memutar kata kata dan fakta untuk adegan berikutnya yang mungkin sudah di rencanakan sebelumya, atau mungkin adegan tak terduga yang akan terjadi kedepannya

Kebutuhan Manusia

Dan, saat ini marilah kita melihat masalah tersebut dari segi seorang manusia biasa. Ya, manusia biasa yang pastinya kebutuhan. Teori hierarki kebutuhan Maslow mengatakan menggambarkan bahwa manusia mempunyai 5 kebutuhan yang di gambarkan melalui piramida dimulai dari kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, penghargaan dan aktualisasi diri (berurutan dari bawah ke atas).

Aktualisasi diri dan kebutuhan akan penghargaan menjadi kebutuhan yang paling utama dan menempati peringkat 1 dan 2 dalam piramida teori Maslow, sehingga kericuhan serta perbedaan pendapat -sebut saja begitu-yang terjadi dalam sidang paripurna DPD kemarin tak lebih hanya menggambarkan benarnya teori maslow, di mana segerombol orang berusaha mempertahankan harga diri dan keyakinannya masing masing walau mungkin harus berbohong pada diri sendiri.

Untuk pemenuhan kebutuhan itu, mereka harus mengabaikan hukum. Toh bagi mereka, hukum yang mereka tabrak di restui dan di legitimasi oleh si pembuat hukum itu sendiri, jadi tidak ada rasa sakit hati di si pelanggar hukum dan si pembuat hukum #NoBaper. Untuk orang orang diluar sana yang bersuara lantang dan bertentagan, mungkin mereka hanya akan di tanya : “Siapa lo ??” sambil sedikit melotot. Toh, kehausan akan kekuasaan memang tak pernah menutup mata manusia, mereka masih bisa melihat, membaca, dan melotot.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun